Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DKI Jakarta menemukan indikasi sejumlah lembaga penyiaran berlangganan (LPB) TV kabel melakukan penyiaran ilegal di rumah susun, apartemen, dan ruko di Jakarta. 

Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPID DKI Jakarta Tri Andri mengatakan, sejumlah bukti didapatkan dari hasil peninjauan di lapangan. Misalnya di Rusunawa Penjaringan, Jakarta Utara. 

KPID DKI Jakarta menemukan praktik distribusi penyiaran TV berlangganan melalui antena parabola ke masing-masing unit secara ilegal. Untuk menikmati siaran berlangganan, masyarakat dipungut biaya instalasi pemasangan pertama sebesar Rp 300.000-Rp 350.000 dan iuran Rp 90.000 setiap bulannya.  

"Berdasarkan peraturan perundangan, keberadaaan TV kabel di Rusun Penjaringan tidak tercatat di KPI Provinsi DKI Jakarta. Keberadaan TV berlangganan tersebut dapat dikatagorikan atau terindikasi ilegal," ujar Tri melalui siaran pers resmi yang diterima Kompas.com, Kamis (16/8/2018) lalu. 

Hal itu tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan bahwa penyelenggaran penyiaran berlangganan baik melalui TV satelit, TV kabel, dan penyiaran berlangganan melalui teresterial wajib memiliki izin. 

Dalam Pasal 4 Ayat 1 PP Nomor 52 Tahun 2005 menyebutkan bahwa sebelum menyelenggarakan kegiatan, LPB wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran. 

Selain di rusun, KPI DKI Jakarta juga menemukan indikasi pelanggaran yang sama di beberapa ruko dan apartemen.  Umumnya menggunakan antena parabola dan materi siarannya didistribusikan melalui kabel. 

Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI DKI Jakarta Th Bambang Pamungkas mengatakan, pola-pola tersebut jelas melanggar peraturan yang ada, karena masyarakat dipungut biaya. 

Untuk rincian biaya, masyarakat dikenakan biaya instalasi pemasangan baru dan membayar iuran setiap bulannya. 

Selain merugikan negara, praktik tersebut juga merugikan masyarakat. Ia mengatakan, masyarakat dipastikan mendapatkan efek buruk dari materi siaran karena TV berlangganan tidak termonitor.  

"Dan tentunya merugikan lembaga penyiaran yang telah memiliki izin tetap yang dikeluarkan oleh negara melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika," ujar Bambang. 

Bambang mengimbau kepada seluruh pelaku usaha penyelenggara LPB TV kabel segera melakukan proses perizinan sesuai dengan PP Nomor 52 Tahun 2005. Jika tidak, maka kegiatan tersebut dikategorikan ilegal dan akan ditindak tegas. 

Untuk proses perizinan, para penyelenggara LPB TV kabel dapat mendatangi Kantor KPI DKI Jakarta. "Melalui peran tersebut, KPI memiliki tanggung jawab melindungi masyarakat dari dampak negatif media penyiaran dan memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan sehat serta memberikan jaminan bagi lembaga penyiaran menjalankan fungsinya, sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol," ujar Bambang. Red dari kompas.com

 

 

Suasana kegiatan EUCS enam lembaga penyiaran di Serpong, Banten, Jumat (13/7/2018).

 

Serpong - Enam lembaga penyiaran (Radio) dibahas dalam Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS) yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Serpong, Jumat (13/7/2018).

Dalam rapat pleno tersebut, Komisioner KPI Pusat Agung Suprio menyatakan bahwa empat lembaga penyiaran dalam aspek program siaran dinyatakan lulus. "LPK Mantarena FM, LPK Radio Lentera FM, LPPL Radio Halmahera Utara dari aspek program siaran lulus,”  ujarnya.

Empat radio tersebut masing-masing terletak di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Maluku Utara. Agung Suprio mewakili KPID masing-masing daerah yang berhalangan hadir.

Adapun dua lembaga penyiaran lainnya, yakni LPPL Radio Serang Gawe FM dan LPK Radio Swara Citra FM, yang bertempat di Provinsi Banten, melalui Komisioner KPI Daerah Provinsi Banten dinyatakan lulus dalam aspek program siaran. ***

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) meminta seluruh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) melakukan sosialisasi Siaran Pers Kementerian Komunikasi dan Informatika No.57/HM/Kominfo/02/2018 tentang Pengumuman Peluang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Radio Siaran Frequency Modulation (FM). Permintaan tersebut disampaikan KPI Pusat dalam surat edarannya yang dikirimkan ke 33 KPID, Selasa (28/2/2018).

Surat edaran yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, meminta KPID menginformasikan serta menjelaskan perubahan proses perizinan dari konvensional ke elektronik (e-licensing).

“KPI Pusat perlu menyampaikan beberapa hal terkait perizinan kepada seluruh KPID untuk menciptakan sinergitas dan kesepahaman bersama tentang proses perizinan lembaga penyiaran swasta radio,” kata Yuliandre Darwis dalam surat edaran.

Dalam surat itu disampaikan, apabila perubahan proses perizinan belum dipahami KPID, maka KPID dapat meminta informasi atau penjelasan pada KPI Pusat. ***

Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio.

Cianjur - Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), Agung Suprio, menghadiri undangan Workshop Tatacara dan Persyaratan Perizinan Baru. Workshop yang digelar oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Barat (Jabar) ini bertempat di Hotel Sangga Buana Cipanas, Cianjur (Rabu, 28/3/2018).

Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran ini diundang untuk menjadi narasumber. Dalam kesempatan tersebut, Agung Suprio menyampaikan penting bagi masyarakat untuk memperhatikan regulasi perizinan dalam dunia penyiaran.

"Regulasi tentang penyiaran penting diperhatikan oleh pemohon. Jangan sampai keinginan untuk mendirikan lembaga penyiaran tidak dibarengi dengan pemahaman terhadap regulasi penyiaran." Ucapnya.

Agung juga menyinggung bahwa proses perizinan Lembaga Penyiaran sudah mulai diberlakukan secara elektronik. "Dengan sistem yang baru ini, proses perizinan juga akan lebih terbuka dan transparan." Tandasnya.

Regulasi perizinan yang disampaikan adalah Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI No 18 Tahun 2016 tentang Persyaratan dan Tatacara Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) berharap peluang usaha radio pada frekuensi FM yang dibuka oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memperhatikan tingkat keekonomian daerah. Harapan itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, disela-sela Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan tema “Implementasi Permenkominfo No.18 tahun 2016 dalam Menghadapi Peluang Usaha Penyelenggaraan Penyiaran” di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017).

Agung beralasan saat ini bisnis radio kondisinya sedang decline atau turun di tengah digitalisasi media.  “Jangan sampai peluang usaha yang dibuka Kemenkominfo menjadi mubazir atau dimiliki oleh pihak swasta yang tidak serius untuk mengembangkan bisnis radio,” katanya kepada para peserta FGD yang berasal dari KPID, PRSSNI dan JRKI.

Sementara itu, lanjut Agung, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) harus menyeleksi secara ketat para pemohon yang ingin memiliki frekuensi FM ini. Pada titik ini, KPID mempunyai tanggung jawab untuk memberikan rekomendasi kepada pemohon yang mempunyai daya dukung finansial dan konten yang berkualitas.

Menurut Agung, ketatnya seleksi untuk menyaring pemohon yang memang serius menjalankan usaha penyiaran radio. Jangan sampai ketika izin tersebut sudah diperoleh tapi dikemudian hari radionya justru mati di tengah jalan. “Kita tidak ingin mubazir atau jadi sia-sia izin yang sudah diberikan,” katanya.  

Agung Suprio juga menyarankan agar pemerintah provinsi memberikan prasarana dan sarana kepada KPID untuk menunjang kerja KPID dalam proses perizinan, apalagi pada tahun 2018, KPI dan Kemenkominfo sepakat bahwa proses perizinan dalam menyambut peluang usaha memakai e licensing.

Direktur Penyiaran Kominfo, Geryantika.


Sementara itu, di tempat yang sama, Direktur Penyiaran Kemenkominfo, Geryantika mengatakan, pihaknya akan segera menerapkan e licesing awal tahun 2018. Saat itu, proses permohonan izin sudah tidak lagi menggunakan hardcopy semuanya memakai softcopy.

“Mulai Januari nanti sistem permohonan yang lama sudah tidak lagi berlaku. Karena itu, kami harap semua daerah sudah mempersiapkan teknologi untuk mempermudah proses pelayanan ini,” katanya di depan peserta FGD.

Gery menjelaskan, keuntungan sistem ini akan mempercepat proses permohonan izin penyiara. Selain itu, birokasi yang memperlambat pelayanan dipangkas atau jadi lebih pendek. “Sekarang tidak perlu paraf-paraf cukup internal penyiaran sudah jalan, izinnya selembar menggunakan e lisencing. Percepatan e penyiaran ini akan menghilangkan interaksi pemohon dengan pihak yang melayani,” katanya.

Dalam kesempatan diskusi yang dimoderatori Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang, hadir Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin. Dalam kesempatan itu, Rahmat berharap penyederhanaan pelayanan perizinan penyiaran ini dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat pemohon. Meskipun begitu, dia meminta Kominfo untuk terus melakukan sosialisasi mengenai system sampai ke daerah. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.