Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menandatangani nota kesepahaman atau MoU terkait pengaturan dan pengawasan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilu tahun 2014, Kamis siang, 31 januari 2013. Penandatanganan MoU dilakukan oleh Ketua KPI Mochamad Riyant dan Ketua KPU Husni Kamil Manik, di ruang sidang utama kantor KPU Pusat.

Ketua KPI Pusat Mochamad Riyanto menyampaikan bahwa banyak hal mengenai penyiaran kampanye yang perlu diawasi untuk menuju pemilu yang jujur. Kemudian pentingnya pemenuhan kuota atau posting untuk pendidikan ke masyarakat dengan program-program sosialisasi pemilu sesuai domain KPU, karena berdasarkan amanah UU hal tersebut diperbolehkan.

Selain pengaturan soal kampanye, lanjut Riyanto, pendidikan politik bagi masyarakat melalui media penyiaran juga penting untuk dilakukan. Oleh sebab itu, KPI sedang menyiapkan sejumlah aturan untuk keperluan penyiaran iklan layanan masyarakat untuk pendidikan politik.

"Selanjutnya akan diatur juga mengenai kuota pemasangan iklan layanan masyarakat karena itu menjadi kebutuhan dan kewajiban," kata Riyanto.

Sementara itu, Ketua KPU, Husni Kamil Manik menyatakan kerjasama dengan KPI sangat strategis untuk mendukung dan membantu keberhasilan Pemilu tahun 2014. “KPU tidak punya kompetensi melakukan penilaian penyiaran, yang punya itu hanya KPI. Kami hanya mengurus hal-hal teknis soal penyelenggaraan Pemilu,” katanya usai penandatanganan MoU tersebut.

Melalui kerjasama ini, KPU jadi punya peluang memanfaatkan ruang dalam UU Penyiaran dan UU No.8 tahun 2012 tentang Pemilu untuk menyiarkan siaran iklan layanan masyarakat (ILM) yang di buat KPU untuk kepentingan Pemilu di media penyiaran.

Usai penandatanganan MoU tersebut, KPI akan langsung mengadakan fokus grup diskusi (FGD) terkait penyiaran Pemilu 2014 pada Jumat siang besok. Rencananya, FGD tersebut akan mengundang pelaku penyiaran dan semua stakeholder terkait persoalan ini.

Turut hadir dalam acara penandatanganan MoU, Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto, Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, Azimah Soebagyo dan Idy Muzayyad, serta Komisioner KPI Pusat bidang Infrastruktur Penyiaran dan Perizinan, Iswandi Syahputra. Hadir pula tiga komisioner KPID Banten yakni Cecep Abdul Hakim, Adi Muhtadi dan Ade Bujhaerimi. Red

altJakarta – Salah satu Pulau terluar Indonesia di wilayah barat Bengkulu, Pulau Enggano, ternyata belum sama sekali tersentuh siaran dari lembaga penyiaran (lokal maupun nasional). Bahkan, tidak ada satu pun radio yang bersiaran di pulau seluas 45 ribu hektar berpenduduk 2500 jiwa tersebar di enam desa yang untuk mencapainya harus ditempuh semalaman dengan menggunakan kapal laut dari kota Bengkulu.

Kondisi tanpa siaran lokal dan nasional yang dialami masyarakat di Pulau Enggano ditakuti bisa berubah menjadi ancaman bagi keamanan dan keutuhan wilayah NKRI. Pulau Enggano yang letaknya berada di tengah Samudra Hindia tersebut kerap disinggahi kapal-kapal asing.

Laporan tersebut diperoleh dari KPID Bengkulu disela-sela kunjungan kerja dan koordinasi mereka dengan KPI Pusat, Selasa, 9 Oktober 2012.

Terkait kondisi yang dialami wilayahnya, Wakil Ketua KPID Bengkulu, Kencanawati, meminta Pulau Enggano menjadi daerah yang diprioritaskan dalam program penyiaran perbatasan. Setidaknya, minimal ada siaran dari RRI yang bisa direlay dari kota Bengkulu.  “Kami takut ada siaran asing yang masuk ke sana,” katanya cemas.

Menanggapi hal ini, Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, meminta KPID Bengkulu membuat pemetaan secara lengkap daerah-daerah terpencil dan perbatasan untuk bahan bagi KPI Pusat bersurat ke Pemerintah Daerah. “Segera laporkan ke kami. Daerah-daerah blankspot seperti itu menjadi perhatian bagi tugas kita,” tegasnya di depan rombongan KPID Bengkulu.

Selain itu, Riyanto juga mengusulkan pendirian LPPL (Lembaga Penyiaran Lokal Publik) di wilayah Pulau Enggano untuk pemenuhan kebutuhan akan informasi dan juga hiburan. “Kami akan dukung dan saya harap KPID mau mendorong pendirian lembaga penyiaran itu,” katanya. Red

altSerang – Wilayah di Banten Selatan seperti Bayah, Malimping dan Pandeglang Selatan, ternyata masih banyak yang belum terjangkau siaran televisi nasional maupun lokal. Untuk memenuhi kebutuhan akan siaran televisi, masyarakat di tiga wilayah tersebut, harus membeli parabola. Sayangnya, setelah parabola ada, yang ditonton justru siaran negara lain.

Kenyataan tersebut terungkap dalam acara Sosialisasi Kelembagaan KPID Banten yang berlangsung di gedung Graha Pena Serang, Selasa, 2 September 2012.

Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten, Ely Mulyadi tidak menampik jika masyarakat di ketiga daerah tersebut sampai sekarang belum terjangkau siaran televisi nasional maupun lokal dan mereka lebih sering menonton tayangan siaran luar. Ironisnya, siaran-siaran asing yang mereka lihat justru tidak pantas. Hal ini makin diperparah karena tidak ada pengawasan terhadap siaran luar tersebut.

Menurut Elmu, panggilan akrab Ely Mulyadi, adalah tanggungjawab dari lembaga penyiaran dan kita memberikan informasi atau siaran kepada mereka disana. Keberadaan lembaga penyiaran khususnya televisi sangat penting di wilayah-wilayah tersebut.

Informasi yang didapat dari Anggota KPID Banten, Ade, lebih dari 100 kanal televisi luar bisa disaksikan masyarakat di tiga daerah blankspot tersebut melalui parabola. Dia juga membenarkan jika keseratus kanal tersebut hadir tanpa ada penyaringan. “Hanya ada satu televisi nasional yang siaran bisa menjangkau masyarakat disana yakni TVRI,” katanya.

Sementara itu, Ketua KPID Banten, Uib Muhibuddin menyampaikan, lembaga penyiaran yang sudah mendapatkan izin di wilayah Banten berjumlah 38 lembaga penyiaran. Dari ke 38 lembaga penyiaran tersebut, 7 (tujuh) diantaranya merupakan lembaga penyiaran televisi. Sayangnya, ke tujuh televisi tersebut belum menjangkau wilayah selatan Banten tersebut.

Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, berkomentar jika persoalan seperti di Banten Selatan banyak terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia khususnya daerah perbatasan dan terpencil. Diceritakan, masyarakat Bengkalis di wilayah Provinsi Riau didapati lebih sering mendengarkan radio dari negara Jiran, Malaysia. Bahkan, tidak tanggung-tanggung sebanyak 38 radio dari Malaysia yang bisa di dengar.

Dalam kesempatan itu, Riyanto turut menyampaikan bahwa jumlah lembaga penyiaran di Indonesia termasuk yang paling banyak di dunia. Sampai dengan 2012 ini, jumlah lembaga penyiaran yang sudah mendapatkan izin mencapai 2055 lembaga penyiaran, terdiri dari televisi dan radio. Jumlah tersebut belum lagi ditambah lebih dari 1000 lembaga penyiaran yang menunggu proses perizinan.

“Jika ditotal akan ada 3000 lembaga penyiaran yang akan mendapatkan izin. Ini luar biasa,” ujar Mochamad Riyanto. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.