Banda Aceh - Keberadaan Lembaga Penyiaran Publik Lokal di Aceh hendaknya menjadi garda terdepan dalam memberi informasi pada masyarakat Aceh, terutama pendidikan menghadapi bencana. Hal tersebut disampaikan Azimah Subagijo Koordinator bidang infrastruktur penyiaran dan perizinan Komisi Penyiaran Indonesia  (KPI) Pusat, dalam acara Evaluasi Uji Coba Siaran beberapa lembaga penyiaran di Aceh (11/9).

Berdasarkan hasil amatan di beberapa lembaga yang menangani bencana,dan KPI sendiri, lembaga penyiaran selama ini hanya bersifat tanggap bencana. Padahal yang dibutuhkan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana tidak hanya itu, namun menyeluruh pada tiga tahapan.  Yakni, tahapan sebelum bencana, dengan  mempersiapkan masyarakat untuk selalu siaga akan bencana. Serta memberikan pendidikan sebelum bencana terjadi, ujar Azimah.

Selanjutnya pada tahapan terjadinya bencana. Lembaga penyiaran harus aktif memberikan informasi pada masyarakat untuk meminimalisir korban yang ditimbulkan dari bencana ini. Yang terakhir, ujar Azimah, adalah pada tahapan pasca bencana. Lembaga penyiaran bisa berperan dalam menyembuhkan trauma pada masyarakat, serta ikut membangun kembali lingkungan yang rusak akibat bencana.

Azimah menyadari, bahwa ada bencana yang tidak dapat diprediksi datangnya, seperti gempa dan tsunami. Namun dengan peran aktif lembaga penyiaran dalam mendidik masyarakat untuk siaga terhadap bencana, terutama di daerah-daerah yang memang sudah dinyatakan rawan, korban dan kerugian yang ditimbulkan bencana dapat diminimalkan.

Sementara itu, dalam EUCS yang juga dihadiri oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) ini, ikut diuji juga radio yang bersiaran di daerah perbatasan. Menurut Azimah, keberadaan radio di daerah perbatasan Indonesia dengan negara lain harus mampu menguatkan rasa kebangsaan bagi masyarakat setempat. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan membuat program-program yang menumbuhkan rasa cinta pada tanah air, selain juga memproduksi program dengan muatan yang mampu bersaing dengan radio-radio asing yang siarannya menerobos wilayah udara Indonesia.

Selain itu, Azimah mengusulkan adanya kerjasama dari radio-radio di perbatasan ini dengan Radio Republik Indonesia (RRI), untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa yang terjadi di daerah perbatasan. Bagaimanapun, ujar Azimah, keberadaan masyarakat di perbatasan tentu tidak sama dengan masyarakat secara umum. Sehingga masyarakat juga dapat merasakan perjuangan saudara-saudara sebangsanya di daerah-daerah terluar negeri ini. Dengan sendirinya,akan menguatkan rasa kebersamaan sebagai satu bangsa, pungkas Azimah.

Mataram - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan KPI Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), gelar Rapat Pleno Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS) terhadap 8 (delapan) lembaga penyiaran di Mataram, selama tiga hari pada 26 hingga 28 Agustus 2013 lalu. Sebagai tahap akhir dari proses permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) melalui evaluasi kelayakan operasional Lembaga Penyiaran dalam konteks pemenuhan syarat administratif, program siaran, dan data teknik untuk memeroleh IPP Tetap, maka EUCS di Mataram menjadi momentum penting memajukan dan menyehatkan dunia penyiaran di NTB.

Hadir dalam EUCS, dua komisioner KPI, Danang Sanggabuwana dan Fajar Arifianto Isnogroho. Keduanya duduk satu meja bersama perwakilan dari Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo, Ditjen Sumber Daya dan perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo, unsur KPI Daerah NTB,  dan 8 (delapan) lembaga penyiaran yang akan dievaluasi.

“Hadirnya lembaga penyiaran yang sehat dan edukatif akan mampu menjadi katalisator bagi peningkatan Sumberdaya Manusia masyarakat NTB, terutama dalam konteks perolehan informasi yang jernih dan berkualitas. Tak kalah penting, berseminya industri penyiaran di NTB, terutama bagi lembaga penyiaran swasta nasional yang membuka lembaga penyiaran berjaringan di daerah, menjadi starting point mendorong berkembangnya roda ekonomi di NTB,” ungkap komisioner bidang infrastruktur, Danang Sanggabuwana.

Danang menggarisbawahi pentingnya EUCS sebagai proses final bagi lembaga penyiaran seharusnya dilakukan secara detail, terperinci, proporsional dan akuntabel agar terlahir industri penyiaran daerah yang benar-benar berkualitas dan mapan.

Pada kesempatan yang sama, komisioner bidang kelembagaan, Fajar Arifianto menegaskan agar penyiaran tidak hanya melulu berisi hiburan. Penyiaran harus memuat informasi, pendidikan, dan serta kearifan lokal.

“Dalam rangka merumuskan program siaran yang berkualitas, lembaga penyiaran di NTB ini seharusnya menonjolkan aspek pendidikan, eksplorasi budaya local, ekspos kekayaan alam dan pariwisatanya. Sehingga industri penyiaran lokal di NTB ini tidak hanya memberikan perspektif pencerahan terhadap masyarakat NTB, tetapi juga mendorong berkembangnya berbagai potensi daerah yang mampu menarik wisatawan dan investor untuk mengembangkan potensi yang ada,” jelas Fajar.

Karena itulah, Danang dan Fajar sepakat, jika idealisme penyiaran dapat bersinergi secara proporsional dengan aspek industri, maka lembaga penyiaran di NTB akan mampu menjadi atmosfer postif yang dapat ditularkan kepada lembaga penyiaran lainnya di daerah. (ZL)

 

Jakarta - Proses rekruitmen anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2013-2016 diawali dengan bersuratnya KPI Pusat kepada DPR-RI tentang masa tugas KPI Pusat 2010-2013 yang akan habis per 25 Mei 2013.  Berdasarkan surat tersebut, Komisi I DPR-RI membentuk panitia seleksi KPI Pusat yang dibantu fasilitasi oleh kesekretariatan KPI.  KPI memberikan usulan 25 nama kepada Komisi I DPR untuk menjadi panitia seleksi, yang terdiri atas akademisi, budayawan, pengamat dan praktisi media, psikolog dan organisasi masyarakat. Hal tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, guna menerangkan prosedur yang ditempuh KPI dalam proses rekruitmen komisioner 2013-2016.

Selanjutnya, dikatakan Riyanto, oleh Komisi I, dari ke-25 nama ini kemudian dipilih 5 orang untuk menjadi panitia seleksi, yang terdiri atas berbagai unsur masyarakat tersebut. Namun dalam perjalanannya, dari 5 nama yang ditentukan oleh Komisi I, ada yang mengundurkan diri sehingga terjadi dua kali pergantian personil panitia seleksi. Pada akhirnya dengan tiga nama sebagai panitia seleksi, yakni Mochamad Riyanto, Muhammad Ichwan Syam dan Edi Lisdiono, Komisi I DPR memutuskan proses rekruitmen KPI Pusat terus dilanjutkan.  Diantara nama-nama yang diusulkan KPI adalah Elly Risman, Maria Hartiningsih, Inke Marris, Ahmad Sobary dan Ashadi Siregar, namun semuanya mempunyai kendala sehingga tidak dapat menjadi anggota panitia seleksi.

Selama proses rekruitmen, Panitia Seleksi selalu melakukan koordinasi dan konsultasi dengan Komisi I DPR. Mengingat pada dasarnya, ujar Riyanto, Panitia Seleksi hanyalah kepanjangan tangan dari Komisi I DPR untuk melakukan fasilitasi kegiatan tim seleksi administrasi calon anggota KPI Pusat untuk masa jabatan tahun 2013-2016.Bahkan, ujar Riyanto, dalam proses pembuatan soal tertulis dan pemberian penilaian pun, panitia seleksi meminta pihak lain untuk melakukannya. Sehingga panitia seleksi tinggal menerima hasil ujian tertulis dan mengomparasinya dengan beberapa aspek lain untuk menghasilkan 27 nama calon yang diajukan ke Komisi I DPR. Dalam tes psikologi, hasilnya pun langsung disampaikan sekretaris KPI kepada Komisi I DPR untuk melengkapi referensi dalam tahapan rekruitmen selanjutnya.

Terkait proses yang dilakukan oleh calon petahana, Riyanto menegaskan, sebenarnya mereka tetap mengikuti prosedur yang ada, dimulai dengan pemberkasan administratif, tes psikologi dan uji kepatutan dan kelayakan. “Tidak ikutnya calon petahana dalam uji tertulis, sesuai dengan pedoman rekruitmen dari KPI yang juga digunakan dalam proses rekruitmen di seluruh KPID se-Indonesia”, ujar Riyanto.  KPI sendiri sudah menyampaikan adanya peraturan tersebut (Peraturan KPI tentang Pedoman Rekrutmen KPI 02/P/KPI/04/2011 Pasal 7 ayat (7)  yang sudah didaftarkan pada Berita Negara Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2012), kepada Komisi I DPR. Peraturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, pasal 10 yang berbunyi: anggota KPI Pusat dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan KPI Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka.

Riyanto sendiri berharap, dalam proses rekruitmen anggota KPI ke depan, pelibatan masyarakat harus ada sejak proses awal. Dirinya bahkan mengusulkan adanya mekanisme tracking atas rekam jejak seluruh calon yang mendaftar di KPI, sehingga masyarakat dapat mengetahui latar belakang dan kiprah mereka sebelum mengajukan diri sebagai anggota KPI.

KPI menghargai seluruh masukan yang datang dari berbagai elemen masyarakat. Saat ini, ujar Riyanto, proses sedang berada di Komisi I DPR yang memiliki otoritas penuh dalam menentukan 9 nama yang menjadi anggota KPI Pusat periode selanjutnya. Riyanto berharap, fasilitasi yang dilakukan panitia seleksi ini dapat menghasilkan komisioner KPI Pusat yang berintegritas dan memiliki pembelaan yang kuat atas kepentingan bangsa di dunia penyiaran.

Jakarta – Optimalisasi radio dalam Pemilihan Umum tahun 2014 dinilai banyak pihak mampu mendongkrak tingkat partisipasi masyarakat untuk ikut dalam pesta demokrasi lima tahun sekali tersebut. Namun demikian, pengoptimalan radio harus disertai dengan informasi yang baik, mendidik, berimbang, adil dan proposonal terutama dalam menyosialisasikan prosesi Pemilu 2014.

Anggota KPI Pusat, Idy Muzayyad, salah satu narasumber acara Bincang Ramadhan yang diselenggarakan PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia) di Hotel Ambhara, Rabu sore, 17 Juli 2013 menyatakan, peran radio dalam Pemilu mendatang sangat penting karena ini bagian dari hak dan juga kewajiban. Hak artinya radio memang berhak mendapatkan dan menyiarkan segala informasi mengenai Pemilu, begitu pula dengan kewajiban karena memang setiap media wajib menyiarkannya.

“Hak ini juga milik publik. Mereka juga berhak mendapatkan informasi mengenai Pemilu dengan informasi yang adil dan berimang,” katanya.

Menurut Idy, upaya optimalisasi media khususnya radio ada kaitan dengan tingkat elektabilitas atau angka keikutsertaan pemilih dalam pemilihan umum mendatang. Pasal, tren yang terjadi sekarang, dibeberapa Pilkada, angka keikutsertaan pemilihan kepala daerah mengalami gejala penurunan alias golput (istilah bagi yang tidak ikut Pemilu di Orba). “Posisi media dalam hal ini sangat penting untuk mendongkrak angka partisipasi. Apalagi jumlah radio yang ada dalam naungan PRSSNI kurang lebih 750 radio,” katanya yang juga disaksikan Komisioner KPI Pusat 2013-2016, Judhariksawan, Agatha Lily, dan Amirudin.

Dalam kaitan siaran Pemilu, Idy berpesan agar setiap radio menaati aturan yang berlaku seperti memberikan kesempatan yang sama bagi peserta Pemilu untuk beriklan dan dalam menggunakan media tersebut. “Jangan ada diskriminasi meskipun pemilik lembaga penyiaran tersebut berafiliasi dengan partai politik tertentu,” jelasnya.

Ferry Kurnia Rizkiansyah, Anggota KPU, salah satu narasumber acara bincang tersebut mengatakan, media dalam hal ini radio berperan penting dalam proses meningkatkan angka pemilih dalam Pemilu mendatang. Dirinya tidak menampik jika angka keikutsertaan pemilih di beberapa Pilkada mengalami penurunanmeskipun di sejumlah daerah angkanya stabil.

“Saat ini, KPU sedang mengumpulkan data pemilih sementara dan kita sudah mendapatkan angka yang masuk yaitu 110 juta pemilih. Tapi itu baru data pemilih sementara. Dalam kaitan itulah kita butuh dukungan radio untuk memberikan dan mengoptimalikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai Pemilu mendatang, ”kata mantan Ketua KPU Daerah Jawa Barat tersebut.

Sementara itu, Ketua PRSSNI, Rohmad Hadiwijoyo menyatakan, optimalisasi fungsi dan peran radio sangat mungkin mengangkat angka pemilih dalam Pemilu mendatang. Saat ini, jumlah radio swasta yang tergabung dalam PRSSNI berjumlah 758 stasiun radio yang tersebar di 29 provinsi, menjangkau 329 kabupaten serta 446 kota di seluruh Indonesia.

“Ini sarana yang cukup strategis dan potensial untuk menyukseskan Pemilu di Indonesia. Salah satu kuncinya, media radio sangat lokal dan punya kedekatan personal dengan masyarakat atau audiensnya.” Katanya dalam siaran pers yang dikeluarkan PP PRSSNI. Red

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan memberi sanksi teguran pada TVRI terkait pelanggaran dalam acara berjudul “Muktamar Khilafah 2013 Perubahan Besar Dunia Menuju Khilafah” pada tanggal 6 Juni 2013 mulai pukul 06.51 WIB. Demikian ditegaskan dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, tertuju Dirut TVRI, Farhat Syukrie, Jumat, 21 Juni 2013.
 
Adapun pelanggaran yang dilakukan program tersebut adalah menampilkan ceramah yang berisi serangan dan/atau penghasutan  terhadap rasa persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia dan keberagaman yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Dalam tayangan tersebut ditayangkan ucapan: “Pembentukan negara khilafah di Indonesia”, “Kita tercerai-berai karena demokrasi,  demokrasi sekularisme bakal mati,” “Demokrasi bukan saja sistem kufur, tapi merupakan sistem yang berbahaya karena mengandung prinsip utama liberalisme,” “Mereka memaksa umat Islam untuk melegalkan homoseksual,” “Nasionalisme telah menjadikan ras dan bangsa menjadi berhala,” “Demokrasi juga merupakan pangkal korupsi, saatnya kita mencampakkan sistem demokrasi dan nasionalisme.” “Hancurkan sekat-sekat nasionalisme yang telah memecah-belah kita semua.” Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghomatan terhadap nilai-nilai kesukuan, agama, ras, dan antargolongan, perlindungan kepentingan publik, serta prinsip-prinsip jurnalistik.
 
Nina Mutmainnah, Komisioner sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, mengatakan tindakan penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 Pasal 6, Pasal 7, Pasal 11, Pasal 22 ayat (1), (2), (3), dan ayat (5) serta Standar Program Siaran Pasal 6, Pasal  11 ayat (1) dan (2), dan Pasal 40 huruf a. “Berdasarkan pelanggaran di atas, KPI Pusat memberikan sanksi administratif teguran tertulis,” katanya.
 
Selain itu, lanjut Nina, dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 huruf a UU Penyiaran telah dinyatakan  bahwa penyiaran menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun demokrasi dan berfungsi sebagai perekat sosial. Selain itu dalam Pasal 4 huruf a P3 dan SPS ditegaskan kembali bahwa lembaga penyiaran dan program siaran menjunjung tinggi dan meningkatkan  rasa persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Kami meminta TVRI agar berhati-hati terhadap setiap isi program siaran yang menggugat kembali  Pancasila, UUD 1945, dan rasa persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” jelasnya.

Selain sanksi administratif di atas, KPI Pusat juga meminta TVRI untuk membuat pernyataan yang disiarkan di stasiun tersebut selama 15 - 30 detik sebanyak 5 (lima) kali setiap hari selama 3 (tiga) hari berturut-turut mulai tanggal 22 sampai 24 Juni 2013 antara pukul 07.00 – 21.00 yang bertuliskan: “TVRI menjalankan permintaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)  untuk senantiasa menjaga isi siarannya dengan menjunjung tinggi  pelaksanaan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan UU Penyiaran (UU No. 32/2002)”.
  
“TVRI harus melaporkan kepada KPI secara tertulis disertai copy tayangan tentang disiarkannya pernyataan di atas,” papar Nina. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.