Cirebon –Jika menonton siaran televisi sudah menjadi kebutuhan pokok dan tidak bisa dihindari, tindakan yang harus diperhatikan oleh kita adalah memilih tayangan yang memang baik, bermanfaat dan mendidik.

Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat, Azimah Soebagyo mengatakan media yang paling banyak digunakan masyarakat saat ini adalah media televisi. Diperkirakan ada 55 juta rumah di Indonesia memiliki televisi. Jumlah tersebut belum termasuk jumlah televisi yang ada di dalam rumah. “Dalam satu rumah kadang ada lebih dari satu televisi. Bahkan, orang yang tidak punya rumah pun ada televisinya,” katanya mengibaratkan.

Sayangnya, keberadaan dan penetrasi televisi sebagai media penyiaran yang banyak digunakan masyarakat kita tidak diikuti dengan kualitas konten yang diharapkan. Kebanyakan isi siaran televisi didominasi konten hiburan. Menurut Azimah, harus ada upaya untuk mendorong perimbangan isi siaran dengan konten-konten yang mengedukasi dan informatif.

Memang ada beberapa tayangan yang dinilai sudah memberikan unsur edukasi, tapi apakah tayangan tersebut sudah mendidik. “Kita harus bisa kritis guna memilih tayangan mana yang baik dan tayangan mana yang tidak. Masyarakat harus lebih pandang memilih. Belum tentu isi yang bagus sudah sesuai dengan kebutuhan kita,” kata Azimah.

Dalam kesempatan itu, Azimah menyoroti konsumsi anak-anak dalam menonton televisi. Menurut data dari YKAI, waktu anak menonton televisi pada tahun 1997 sekitar 20 jam/pekan. Angka tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2001 yakni sebesar 35 jam/pekan. Angka itu hampir sama dengan survey yang dilakukan ABG Nielsen yakni 28-35 jam/pekan.

Azimah mengkhawatikan dampak yang terjadi pada anak-anak akibat menonton televisi terutama tayangan buruk. Anak mudah merespon dari apa yang merekan tonton atau saksikan. “Anak-anak tidak bisa memilih. Patokan umur orang bisa memilih yaitu 25 tahun. Karenanya, penting sekali memperhatikan lagi jadwal menonton bagi anak-anak. Jadikanlah menonton televisi itu sebagai pilihan terakhir. Masih banyak media lain sebagai pilihan,” paparnya di depan para peserta sarasehan di kampus Unswagati Cirebon. Red

Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk lebih mengatur isi dan unsur dari iklan kampanye partai politik, dan bukan hanya tarif iklan saja.

"Saya pikir, yang lebih penting untuk diatur dalam siaran iklan kampanye partai politik melalui media itu bukan tarifnya, melainkan substansi iklan parpol," kata Ketua Umun AJI Eko Maryadi saat dikutip dari kantor berita Antara di Jakarta, Minggu (10/2).

Ia berpendapat, pada zaman sekarang, suatu iklan kampanye oleh partai politik sudah tidak layak lagi bila hanya menampilkan hal-hal baik tentang profil partai atau tokoh politik tanpa memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.

"Misalnya, ketimbang iklan kampanye itu hanya 'menjual' calon yang cantik atau tampan, lebih baik iklan itu menampilkan rekam jejak. Jadi, harus ditunjukkan kebajikan apa yang pernah dilakukan si kandidat ini hingga partai mengusung dia," ujarnya seperti dikutip pikiran rakyat dan antara.

Ia juga mengatakan iklan-iklan kampanye politik yang beredar sejauh ini di media cenderung 'memanipulasi' publik dengan hanya menyatakan bahwa partai tersebut adalah pilihan yang 'terbaik' tanpa menunjukkan bukti melalui rekam jejak.

"Semua iklan kampanye parpol cuma bilang 'partai saya adalah yang terbaik' padahal buktinya apa sih. Hal ini harus dibuktikan melalui rekam jejak mengenai apa saja yang selama ini telah dilakukan oleh partai tersebut. Tidak boleh memanipulasi masyarakat dengan hanya janji-janji agar dipilih," katanya.

Selanjutnya, Eko menilai bahwa KPU dan KPI memang akan sulit membuat batasan-batasan untuk isi iklan kampanye parpol karena hal itu berkaitan dengan kreativitas rancangan suatu iklan.

Namun, dia meyakini Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dapat digunakan untuk mengatur hal-hal apa saja yang patut dan tidak patut ditampilkan dalam iklan kampanye parpol.

"Jadi, peraturan itu bisa membatasi partai dan tokoh politik untuk tidak 'berbohong' kepada publik. Bohong itu misalnya dengan mengatakan kandidat partai itu sudah bekerja banyak untuk republik ini dan akan bekerja lebih banyak lagi bila dipilih. Ini menjadi suatu kebohongan karena belum ada pembuktian," kata Eko.

Lebih realistus Eko juga menekankan bahwa iklan politik seharusnya lebih bersifat realistis dan mendidik dengan mengajarkan substansi yang penting, seperti pemaparan alasan masyarakat harus ikut memilih dalam pemilu.

Selain itu, dia mengimbau partai-partai politik untuk menerapkan disiplin terhadap peraturan kepada para kandidat dan anggotanya."Politisi itu kan diusung oleh parpol sehingga ketaatan itu harus ditunjukkan dahulu oleh parpol. Jadi kalau si kandidat melanggar peraturan maka partainya tidak boleh membela karena parpol harus menjadi contoh dan alat untuk mendidik rakyat," ujarnya.

Terkait penetapan tarif iklan pemilu parpol, dia menganggap hal itu sebagai suatu upaya untuk meratakan kesempatan bagi semua partai politik peserta pemilu.

Namun, dia khawatir penetapan tarif iklan itu kurang efektif untuk membatasi 'kekuasaan' beberapa partai atau tokoh politik terhadap penggunaan media-media tertentu.

"Jadi, dengan penetapan tarif iklan yang sama itu tidak ada lagi kesan membedakan terhadap parpol 'papan atas' dengan parpol 'menengah ke bawah', namun yang jadi masalah adalah monopoli kepemilikan media itu sudah dikuasai oleh beberapa elit politik. Kalaupun mereka bilang sudah tidak memiliki lagi tapi pengaruh mereka pada medianya pasti masih ada," kata Eko. Red

Jakarta – Komisi I DPR RI kembali memberi apresiasi kepada KPI. Karenanya, Komisi I mendukung penguatan lembaga negara ini, baik KPI Pusat maupun KPID, sebagai penyelenggara penyiaran melalui penguatan kelembagaan, sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, program dan juga anggaran. Demikian disampaikan Ketua Komisi I DPR RI, Ramadhan Pohan, usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan KPI di Komplek MPR/DPR Senayan, Kamis, 7 Februari 2013.

Selain mendukung penguatan KPI, Komisi I juga meminta KPI Pusat untuk terus meningkatkan kinerja disemua bidang dan bekerjasama dengan KPID dan stakeholder terkait. “Upaya ini dalam rangka terlaksananya program kinerja KPI tahun 2013 dan mewujudkan visi terwujudnya sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat,” jelas Ramadhan membaca hasil rekomendasi dari rapat tersebut.

Sementara itu, sejumlah Anggota Komisi I DPR RI seperti Mardani menyatakan dukungannya kepada KPI dan berharap lembaga ini bisa bekerja lebih baik lagi. Menurutnya, KPI dapat disetarakan dengan komisi lainnya seperti KPK. Sayangnya, lanjut dia, anggaran yang dialokasikan ke KPI tidak sesuai dengan konstruksi hukumnya.

Hal senada juga disampaikan Gus Choi, panggilan akrab Effendi Choiri, yang mendukung serta memberi apresiasi 100% ke KPI yang menurutnya secara substansi tidak kalah dengan KPK. Namun begitu, lanjut, KPI harus melakukan upaya agar masyarakat tahu bahwa lembaga ini sudah menjalankan kinerjanya dengan baik.

Sebelumnya, di awal rapat, Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto mempersilahkan masing-masing Koordinator bidang (Azimah Soebagijo bidang Kelembagaan, Nina Mutmainnah bidang Isi Siaran dan Iswandi Syahputra bidang Infrastruktur Penyiaran dan Perizinan) KPI Pusat menyampaikan laporan serta jawaban atas pertanyaan sejumlah Anggota Komisi I DPR RI dalam RDP dengan KPI sebelumnya. Jawaban tambahan juga disampaikan Idy Muzayyad, Dadang Rahmat Hidayat, Judhariksawan, Ezki Suyanto, dan Yaziwan Uyun yang didampingi Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang. Red

Jakarta – Peraturan KPU terkait pemberian sanksi bagi pelanggar dalam kampanye di media penyiaran dinilai tidak tegas. KPU dan KPI dituntut membuat aturan yang tegas dalam memberi sanksi bagi pelanggar. Demikian disampaikan Anggota Komisi I DPR RI, Evita Nursanti, disela-sela rapat dengar pendapat Komisi I dengan KPI dan KPU, Kamis Sore, 7 Februari 2013.

“Peraturan KPU tidak punya gigi. Supaya tidak ompong, sanksinya harus dipertegas. Peraturan apapun kalau sanksinya tidak tegas, tidak akan ada gunanya,” kata Anggota DPR dari Fraksi PDI P ini.

Evita juga menyinggung iklan ARB dan menanyakan iklan tersebut masuk dalam kategori apa. Menurutnya, peraturan KPU terkait iklan seperti itu tidak ada. “Hanya iklan parpol yang tidak boleh. Iklan seperti ini juga harus diatur,” katanya.

Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto menjelaskan, dalam hal pemberian sanksi pihaknya menginduk pada UU Penyiaran. Jika sanksi itu berupa denda, harus ada peraturan pelaksananya. “Sanksi tertinggi KPI dalam UU adalah pengurangan durasi jam siaran atau penghentian sementara. Untuk pencabutan izin siaran harus melalui keputusan pengadilan,” tukasnya.

Sementara itu, Ketua KPU, Husni Kamil Manik akan memastikan kembali apakah iklan yang memuat tokoh parpol selama ini melanggar aturan atau tidak. Namun, KPU menyatakan tidak bisa memberi sanksi pidana terkait pelanggaran tersebut, misalnya pemberhentian parpol sebagai peserta pemilu.

“Sanksinya hanya pemberhentian kampanyenya. Kewenangannya sudah dijelaskan dalam UU No 8 Tahun 2012 dan PKPU No 1 Tahun 2012,” kata Husni.

Menurutnya, KPU tidak menguasai untuk urusan konten kampanye di lembaga penyiaran. Tapi, kata Husni, peraturan KPU ini mendekati apa yang akan dioperasionalkan.

Anggota KPI Pusat sekaligus PIC Penyiaran Pemilu, Idy Muzayyad menegaskan, pihaknya dan KPU akan sesegera mungkin membuat ketentuan mengenai penyiaran Pemilu. “Mudah-mudahan secepatnya peraturan tersebut sudah jadi,” katanya.

Sebelumnya, Idy menyampaikan pokok-pokok rancangan dari ketentuan penyiaran seperti soal jajak pendapat, penghitungan cepat (quick count), dialog dan debat, pengaturan iklan kampanye, batasan frekuensi iklan kampanye, dan pengaturan jenis iklan non spot.

Diakhir rapat, Komisi I DPR RI menuntut agar KPU dan KPI melaksanakan fungsi pengawasan penyiaran iklan pemilu secara optimal. KPU dan KPI juga diminta berkoordinasi dengan Bawaslu dan Dewan Pers guna membahas peraturan penyiaran kampanye pemilu di media massa. Red

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menandatangani nota kesepahaman bersama atau MoU tentang pengawasan kampanye di media penyiaran. Penandatangan MoUdilakukan langsung Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, dan Ketua Bawaslu, Muhammad, di kantor Bawaslu Pusat, Rabu Siang, 6 Februari 2013. Sebelumnya, pada 31 Januari 2013, KPI telah menandatangani MoU dengan KPU terkait persoalan yang sama.

Dalam sambutannya, Mochamad Riyanto mengatakan, KPI berkepentingan melakukan MoU dengan Bawaslu demi kepentingan bangsa dan negara. Kerjasama ini bertujuan memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang terkait dengan penyelenggaraan Pemilu 2014 dan pendidikan politik bangsa.

Lebih dalam, kata Riyanto, kerjasama ini adalah untuk melakukan pengawasan pemantauan sekaligus dalam konteks penegakan hukum. “Khususnya dalam pengawasan pemberitaan, penyiaran dan pemantauan Pemilu serta membantu fungsi Bawaslu sebagai pengawas Pemilu” lanjutnya di depan tamu undangan dan perwakilan partai politik peserta Pemilu 2014. 

Kerjasama ini dinilai bermanfaat bagi masyarakat karena di dalam MoU termaktub mengenai edukasi, sosialisasi, pelatihan dan penyuluhan bersama kepada para pemangku kepentingan penyiaran, dunia profesi dan pendidikan, serta masyarakat umum di bidang pengawasan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye Pemilu.

Sementara itu, Ketua Bawaslu, Muhammad, menganggap penandatangan kerjasama  ini sebagai bentuk upaya kedua belah pihak melakukan pengawasan Pemilu nanti khususnya untuk pengawasan kampanye di media penyiaran. Bawaslu juga mengapresiasi KPU yang sudah menandatangani MoU dengan KPI. “Ini kita respon agar ke tiga lembaga ini bisa bekerjasama dengan efektif. Ini tujuannya satu titik yakni pengawasan kampanye,” tukasnya.

Bawaslu berharap semua kontestan Pemilu untuk ikut menciptakan sekaligus menjaga kualitas proses demokrasi yang akan berlangsung pada 2014. “Kosern kami untuk mencegah terjadinya pelanggaran. Saya juga berharap hal ini bisa di breakdown ke tingkat bawah,” paparnya.

Dalam penandatangan MoU tersebut, turut hadir PIC Pengawasan Pemilu sekaligus Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat, Mochamad Riyanto. Hadir juga Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Manik. Red

 
Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.