altJakarta – Salah satu Pulau terluar Indonesia di wilayah barat Bengkulu, Pulau Enggano, ternyata belum sama sekali tersentuh siaran dari lembaga penyiaran (lokal maupun nasional). Bahkan, tidak ada satu pun radio yang bersiaran di pulau seluas 45 ribu hektar berpenduduk 2500 jiwa tersebar di enam desa yang untuk mencapainya harus ditempuh semalaman dengan menggunakan kapal laut dari kota Bengkulu.

Kondisi tanpa siaran lokal dan nasional yang dialami masyarakat di Pulau Enggano ditakuti bisa berubah menjadi ancaman bagi keamanan dan keutuhan wilayah NKRI. Pulau Enggano yang letaknya berada di tengah Samudra Hindia tersebut kerap disinggahi kapal-kapal asing.

Laporan tersebut diperoleh dari KPID Bengkulu disela-sela kunjungan kerja dan koordinasi mereka dengan KPI Pusat, Selasa, 9 Oktober 2012.

Terkait kondisi yang dialami wilayahnya, Wakil Ketua KPID Bengkulu, Kencanawati, meminta Pulau Enggano menjadi daerah yang diprioritaskan dalam program penyiaran perbatasan. Setidaknya, minimal ada siaran dari RRI yang bisa direlay dari kota Bengkulu.  “Kami takut ada siaran asing yang masuk ke sana,” katanya cemas.

Menanggapi hal ini, Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, meminta KPID Bengkulu membuat pemetaan secara lengkap daerah-daerah terpencil dan perbatasan untuk bahan bagi KPI Pusat bersurat ke Pemerintah Daerah. “Segera laporkan ke kami. Daerah-daerah blankspot seperti itu menjadi perhatian bagi tugas kita,” tegasnya di depan rombongan KPID Bengkulu.

Selain itu, Riyanto juga mengusulkan pendirian LPPL (Lembaga Penyiaran Lokal Publik) di wilayah Pulau Enggano untuk pemenuhan kebutuhan akan informasi dan juga hiburan. “Kami akan dukung dan saya harap KPID mau mendorong pendirian lembaga penyiaran itu,” katanya. Red

alt

Ketua KPID Banten, Wakil Ketua DPRD Banten, dan Ketua KPI Pusat.

Serang – Wilayah di Banten Selatan seperti Bayah, Malimping dan Pandeglang Selatan, ternyata masih banyak yang belum terjangkau siaran televisi nasional maupun lokal. Untuk memenuhi kebutuhan akan siaran televisi, masyarakat di tiga wilayah tersebut, harus membeli parabola. Sayangnya, setelah parabola ada, yang ditonton justru siaran negara lain.

Kenyataan tersebut terungkap dalam acara Sosialisasi Kelembagaan KPID Banten yang berlangsung di gedung Graha Pena Serang, Selasa, 2 September 2012.

Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten, Ely Mulyadi tidak menampik jika masyarakat di ketiga daerah tersebut sampai sekarang belum terjangkau siaran televisi nasional maupun lokal dan mereka lebih sering menonton tayangan siaran luar. Ironisnya, siaran-siaran asing yang mereka lihat justru tidak pantas. Hal ini makin diperparah karena tidak ada pengawasan terhadap siaran luar tersebut.

Menurut Elmu, panggilan akrab Ely Mulyadi, adalah tanggungjawab dari lembaga penyiaran dan kita memberikan informasi atau siaran kepada mereka disana. Keberadaan lembaga penyiaran khususnya televisi sangat penting di wilayah-wilayah tersebut.

Informasi yang didapat dari Anggota KPID Banten, Ade, lebih dari 100 kanal televisi luar bisa disaksikan masyarakat di tiga daerah blankspot tersebut melalui parabola. Dia juga membenarkan jika keseratus kanal tersebut hadir tanpa ada penyaringan. “Hanya ada satu televisi nasional yang siaran bisa menjangkau masyarakat disana yakni TVRI,” katanya.

Sementara itu, Ketua KPID Banten, Uib Muhibuddin menyampaikan, lembaga penyiaran yang sudah mendapatkan izin di wilayah Banten berjumlah 38 lembaga penyiaran. Dari ke 38 lembaga penyiaran tersebut, 7 (tujuh) diantaranya merupakan lembaga penyiaran televisi. Sayangnya, ke tujuh televisi tersebut belum menjangkau wilayah selatan Banten tersebut.

Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, berkomentar jika persoalan seperti di Banten Selatan banyak terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia khususnya daerah perbatasan dan terpencil. Diceritakan, masyarakat Bengkalis di wilayah Provinsi Riau didapati lebih sering mendengarkan radio dari negara Jiran, Malaysia. Bahkan, tidak tanggung-tanggung sebanyak 38 radio dari Malaysia yang bisa di dengar.

Dalam kesempatan itu, Riyanto turut menyampaikan bahwa jumlah lembaga penyiaran di Indonesia termasuk yang paling banyak di dunia. Sampai dengan 2012 ini, jumlah lembaga penyiaran yang sudah mendapatkan izin mencapai 2055 lembaga penyiaran, terdiri dari televisi dan radio. Jumlah tersebut belum lagi ditambah lebih dari 1000 lembaga penyiaran yang menunggu proses perizinan.

“Jika ditotal akan ada 3000 lembaga penyiaran yang akan mendapatkan izin. Ini luar biasa,” ujar Mochamad Riyanto. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.