Wakil Ketua KPID Sumut Rachmad Karo-Karo (dua dari kiri) didampingi Komisioner Jaramen Purba (paling kiri), Mutia Atiqah (tiga dari kanan) dan Ramses Simanullang (dua dari kanan) foto bersama dengan Pimpinan LPB TV kabel PT Naomi Nauli Sejahtera Sibolga usai melakukan verifikasi faktual, Senin (5/12).

 

Sibolga - Selama dua hari berturut-turut pada 5 - 6 Desember 2016 lalu, empat Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Utara (Sumut) didampingi staf, melakukan verfikasi faktual terhadap keberadaan Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta untuk jasa penyiaran radio maupun Lembaga Penyiaran Berlangganan jasa penyiaran televisi.

Keempat Komisioner KPID Sumut yang melakukan verifikasi yakni Wakil Ketua Drs Rachmad Karo-Karo selaku pimpinan tim, Mutia Atiqah SS selaku Koordinatoor Bidang Perizinan, Ramses Simanullang SE MSi anggota Bidang Perizinan dan Drs Jaramen Purba MAP anggota Bidang Pengawasan Isi Siaran.

Lembaga Penyiaran yang dikunjungi untuk diverifikasi pada Senin (5/12) adalah Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) jasa penyiaran televisi melalui kabel PT Naomi Nauli Sejahtera beralamat di Jln Patuan Anggi No 53 Belakang Kota Sibolga. Kedatangan tim verifikasi dari KPID Sumut ke lembaga penyiaran ini diterima langsung oleh Direksi PT Naomi Nauli Sejahtera Sonny Liston Hutagalung dan Komisaris Dany Opsen Simangunsong serta staf administrasi dan operator.

Saat melakukan pertemuan dengan Komisaris dan Direksi PT Naomi Nauli Sejahtera, Wakil Ketua KPID Sumut Drs Rachmad Karo-Karo menjelaskan bahwa tujuan kehadirannya beserta rombongan ke Sibolga adalah untuk melihat langsung keberadaan beberapa lembaga penyiaran yang beroperasi di Kota Sibolga maupun di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah. Menurutnya, LPB yang sudah mengantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) Prinsip dari Menteri Kominfo RI Nomor 665 Tahun 2016 tanggal 8 April 2016, sebelum diberikan IPP Tetapnya  terlebih dahulu harus dilakukan verifikasi terhadap uji coba siaran yang sudah dilakukan sesuai dengan amanah Undang-Undang Penyiaran, Peraturan Menteri Kominfo maupun Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia.

Dari paparan Sonny Hutagalung dan Danny Simangunsong dilanjutkan tanya jawab dengan seluruh tim Komisioner KPID Sumut serta melihat keberadaan perangkat maupun program acara yang ditayangkan PT Naomi Nauli Sejahtera, Koordinator Bidang Perizinan KPID Sumut Mutia Atiqah SS menjelaskan hasil verifikasi yang dilakukannya akan disampaikan ke Kementerian Kominfo RI dan KPI Pusat di Jakarta untuk dilakukan proses lebih lanjut dalam pemberian izin bagi LPB ini.

Data administrasi maupun data teknik yang kami temukan di lokasi dan setelah diverifikasi, semuanya ada dan benar sesuai dengan permohonan awal yang diajukan pemilik LPB serta telah sesuai dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan, kata Rachmad Karo-Karo. Kita tentu berharap, LPB PT Naomi Nauli Sejahtera dan lembaga penyiaran lainnya di Kota Sibolga yang sudah memiliki IPP dapat berkiprah dan berkontribusi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial bagi masyarakat Kota Sibolga, ungkap Rachmad.

Tidak Beroperasi

Usai melakukan verifikasi di LPB PT Naomi Nauli Sejahtera, keempat Komisioner KPID Sumut berpencar menjadi dua tim untuk melanjutkan peninjauan ke sejumlah lembaga penyiaran di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah khususnya di kawasan Pandan.
Beberapa lembaga penyiaran di Kota Sibola yang dikunjungi Komisioner Mutia Atiqah SS dan Drs Jaramen Purba MAP yakni RRI Sibolga, PT Radio Suara Cakra, PT Radio Suara Swara Jupti Indah, PT Radio Gelora Remaja Sibolga. Sedangkan secara terpisah Wakil Ketua KPID Sumut Drs Rachmad Karo-Karo didampingi Ramses Simanullang SE MSi melakukan verfikasi lembaga penyiaran di Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah LPPL Radio Pemkab Tapteng, PT Radio Suara Sibolga Indah dan LPB melalui kabel.

Rachmad Karo-Karo ketika dikonfirmasi melalui selulernya menjelaskan bahwa dari hasil verifikasi di lapangan, ternyata lembaga penyiaran yang telah diberikan hak menggunakan frekuensi siaran baik di Kota Sibolga maupun di Pandan Tapteng, beberapa diantaranya sudah yang tidak aktif lagi.  Bahkan ketika mengunjungi daerah Pandan, tim menemukan sebuah LPB di kawasan ini yang IPP Prinsipnya sedang masih dalam proses tapi sudah beroperasi. Hal ini tentu tidak dibenarkan, karena sesuai ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dinyatakan bahwa ‘sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran,’ tegas Rachmad Karo-Karo. Semua data ini tentu menjadi bahan bagi kami Komisioner KPID Sumut untuk dilakukan pembahasan sekaligus melaporkannya ke pemerintah termasuk kepada Menteri Kominfo, katanya.

Jakarta – Tim Verifikasi Faktual Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melaksanakan verifikasi terhadap Trans TV, lembaga penyiaran televisi pemohon izin perpanjangan penyelengaraan penyiaran, Selasa, 2 Februari 2016. Verifikasi dilakukan langsung di kantor Trans TV di kawasan jalan Tendean, Jakarta Selatan.

Komisioner KPI Pusat, Azimah Subagijo, Agatha Lily dan Sujarwanto Rahmat Arifin ikut dalam proses verifikasi tersebut. Tim diterima secara langsung jajaran pimpinan Trans TV antara lain Ishadi SK, Atiek Nur Wahyuni, Gatot Triyanto dan kepala divisi Trans TV lainnya.

Di awal pertemuan, pimpinan tim verifikasi faktual, Azimah Subagijo menyampaikan beberapa hal yang harus dilengkapi Trans TV terkait proses permohonan perpanjangan izin siarannya. Azimah juga meminta perhatian Trans TV terhadap pelaksanaan sistem siaran berjaringan atau SSJ.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Agatha Lily mengusulkan Trans TV membuat iklan layanan masyarakat (ILM) untuk kepentingan pengembangan masyarakat. Hal senada juga disampaikan S. Rahmat Arifin.
Usai pertemuan, tim verifikasi melakukan kunjungan ke bagian produksi dan control siaran Trans TV di gedung yang sama.

Di hari yang sama, selang satu jam setelah tim verifikasi terhadap Trans TV selesai melakukan tugasnya, tim verifikasi terhadap Trans 7 langsung melakukan tugasnya. Tim ini dipimpin oleh Komisioner KPI Pusat, Amirudin, yang didamping Komisioner KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho dan S. Rahmat Arifin. Mereka diterima langsung jajaran pimpinan Trans 7 di kantor Trans 7 yang satu lokasi dengan Trans TV. ***

Tarakan - Salah satu problem yg dihadapi warga masyarakat lokal yang bermukim di sekitar kawasan perbatasan antar negara adalah akses informasi. Kehadiran UU Penyiaran, UU Pers, dan UU Keterbukaan  Informasi Publik (KIP), sejauh ini belum sepenuhnya dapat menjamin mereka mendapatkan akses informasi yang mudah dan bermanfaat bagi kebutuhan mereka sehari-hari. Selama ini distribusi informasi memang masih terkesan elitis, hanya berputar-putar  di kawasan lain yang secara geo-politik dan geo-ekonomi sudah maju.

Sementara itu, mereka sesungguhnya sangat membutuhkan ketersediaan informasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pengembangan kultur politik dan sosial budaya daerahnya. Informasi itu sangat diperlukan menjadi energi bagi upaya mencairkan modal sosial, modal ekonomi, modal politik, dan modal budaya, yang secara kolektif sudah mereka miliki. Hanya saja, seluruh modal tadi belum banyak disentuh dengan strategi distribusi informasi yang kuat  sehingga cenderung masih menjadi modal beku. Celakanya kalau kemudian modal-modal itu hanya disentuh oleh media lain dari negeri tetangga, maka bukan tidak mungkin dapat menyebabkan terbelahnya (segregasi) rasa kecintaan dan kebanggaan merekas sebagai WNI. Hal ini disampaikan Amirudin, Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran dalam forum Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) dengan lembaga penyiaran di Tarakan, Kalimantan Utara (2/10).

Menurut Amir, sekalipun tugas membagi dan mendistribusi sumber-sumber informasi adalah menjadi tugas utama negara, tetapi karena penyiaran adalah lembaga ekonomi yang sekaligus institusi budaya yang menggunakan ranah publik, milik publik yang dikuasai negara, maka, setiap lembaga penyiaran yang berdiri di kawasan perbatasan kiranya terkena kewajiban pula untuk menjalankan fungsi integrasi, perekat, dan distribusi informasi. Bukan hanya itu, media juga wajib menjalankan fungsi diplomasi penyiaran dalam kerangka mengembangkan  persaudaraan antarnegara melalui penyiaran, agar hubungan antarnegara berlangsung baik dan produktif di kawasan perbatasan antarnegara. “Lembaga penyiaran (LP) di kawasan perbatasan jangan sampai menyediakan informasi dan hiburan yang kalah kualitasnya dengan informasi dan hiburan yang disediakan  media dari negari tetangga. Atau bahkan menyediakan informasi dan hiburan sampah yang dapat melunturkan rasa kebanggaan (dignity) dan kecintaan sebagai WNI. Inilah tantangan dan sekaligus peluang bagi LP yang berada di wilayah perbatasan,” tegasnya.

Amirudin menambahkan, diharapkan media yang berada di sana  mau mengemban fungsi integrasi, dan sekaligus diplomasi penyiaran dalam kerangka mewujudkan penyiaran sebagai lembaga pemersatu, perekat hubungan antarnegara, pendistribusi informasi, dan penyedia hiburan yang bermanfaat sesuai kebutuhan kolektif masyarakat lokal di kawasan perbatasan.
 
Dalam forum tersebut Azimah Subagijo, Koordinator Bidang Pengelolaan Sruktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat,  juga menyampaikan hasil kajian Minat, Kenyamanan dan Kepentingan (MKK) Publik untuk Kabupaten Tarakan dan Kabupaten Tanjung Selor sebagai bahan pertimbangan pengembangan  penyiaran di kawasan perbatasan. Diantaranya, dari 70 responden hasil survey MKK ditemukan bahwa media yang masih dibutuhkan masyarakat adalah televisi (65.7%), media online (21.4%), koran (8.6%), sisanya majalah dan radio. Sementara jenis program yang paling disukai berdasarkan urutan teratas adalah program siaran: hiburan, politik, sosial budaya, kriminalitas, hukum/korupsi, dan religi.

Kemudian acara dengan format acara politik, ekonomi, sosial budaya, hukum/korupsi, kriminalitas, religi dan  dunia pertanian/perkebunan/perikanan yang paling diinginkan masyarakat adalah dalam bentuk format berita. Sementara format acara hiburan diinginkan hadir dalam bentuk film/sinetron. Lalu format acara anak, masyarakat masih menyukai program pencarian bakat. Dan untuk  format acara olah raga, yang paling disukai adalah program pertandingan siaran langsung (live).

Mengupas kajian mengenai kepentingan penonton, secara kognitif untuk variabel program yang menambah pengetahuan dan memuaskan rasa ingin tahu masih menjadi perhatian bagi masyarakat. Secara afektif, peringkat tertinggi adalah variabel program yang diharapkan dapat memberikan informasi dan peringatan, lalu diikuti oleh program yang menghibur tanpa harus berfikir keras serta program yang dapat menyalurkan emosi. Kemudian, secara integratif atau edukatif, (1) masyarakat suka pada program yang dapat meningkatkan hubungan dengan Tuhan; (2) program yang berisi upaya untuk meningkatkan keterampilan, dan (3)  program yang dapat meningkatkan daya kritis masyarakat.

Lebih lanjut kajian mengenai kenyamanan publik, (1) masyarakat masih antipati terhadap program yang mengandung unsur pornografi, cabul dan seronok; lalu (2) unsur pelecehan seks atau perkosaan;  dan (3) tidak mendukung isi siaran yang mengandung unsur penistaan pada nilai-nilai agama, dan terakhir (4) juga tidak setuju dengan muatan yang mengandung kekerasan, baik verbal maupun nonverbal.

Dalam sambutannya, Idy Muzayyad, Wakil Ketua KPI Pusat mengatakan, sebagai provinsi baru masyarakat Kaltara memiliki hak yang sama untuk perolehan informasi yang layak dan benar, pendidikan, hiburan yang sehat, perekat dan kontrol sosial. Disamping ada fungsi ekonomi dan kebudayaan, sebab dari fungsi ini diharapkan lembaga penyiaran yang hadir nanti dapat mendorong pertumbuhan ekonomi serta melestarikan budaya lokal masyarakat Tarakan.

Kemudian Fajar Arifianto Isnugroho, Komisioner Bidang Kelembagaan juga menyinggung peran penting SDM lembaga penyiaran lokal yang terampil dan berpengalaman dari daerah. Ia menyarankan agar pelatihan SDM lembaga penyiaran lokal lebih ditingkatkan lagi, sebab hal ini berpengaruh langsung terhadap kualitas isi siaran yang disajikan.

Danang Sangga Buana, komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran mengamini pendapat semua komisioner di atas. Ia pun mengingatkan dampak negatif isi siaran yang disebabkan lunturnya komitmen lembaga penyiaran terhadap amanah UU Penyiaran. Ini akan berpengaruh pada proses produksi konten lokalnya. Apalagi Tarakan merupakan pintu utama wilayah perbatasan. “Bagaimana agar 10% tidak disi dengan siaran seperti Jakarta, tapi harus dengan program-program lokal yang dapat memperkukuh integrasi bangsa dan memperkuat NKRI sebagai suatu upaya serius yang menjadi tanggung jawab kita bersama,” ujar Danang. (Int)

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator penyiaran mulai tahun ini akan memberlakukan kewajiban pencantuman format siaran pada setiap proposal permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Hal ini mengingat pencantuman format siaran itu merupakan amanat dari Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran pasal 33 ayat(2). Hal tersebut disampaikan oleh Azimah Subagijo (Komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran) dalam acara Diskusi Terbatas tentang Format Siaran di kantor KPI Pusat (11/11).

Azimah menilai pencantuman format siaran dalam proposal tersebut sangat penting. “Karena akan menjadi alat bagi KPI untuk menjaga keberagaman isi siaran yang diproduksi lembaga penyiaran”, ujarnya.  Keragaman siaran tersebut tentunya merupakan hal yang sangat penting sebagai salah satu syarat terciptanya penyiaran yang demokratis. Selain itu, untuk menjaga hak publik, sekaligus menciptakan iklim penyiaran yang sehat sesuai dengan tujuan diselenggarakannya penyiaran seperti yang diamanatkan undang-undang.

Secara umum, ujar Azimah, pencantuman format siaran ini nantinya akan diatur berdasarkan genre siaran yang paling dominan hadir di lembaga penyiaran tersebut. “Atau dapat juga berdasarkan segmen pemirsa yang dituju”, tambahnya.

Jika berdasarkan genre, KPI dalam diskusi ini menawarkan 7 (tujuh) format siaran. Yaitu; umum, hiburan, berita, informasi, pendidikan, agama dan ragam permainan atau kuis. Sedangkan jika berdasarkan segmen pemirsa, pengelompokannya dapat berupa sex, usia, kelompok masyarakat. Azimah menjelaskan, nantinya pemberlakuan format siaran ini akan disinkronkan dengan hasil survey minat kepentingan dan kenyamanan publik (MKK) di setiap provinsi.

Dalam diskusi ini juga dihadiri oleh pemateri dari ANTV, Kiki Zulkarnain, serta komisioner KPI Pusat lainnya, Amiruddin dan Danang Sangga Buwana. Muncul pula pertanyaan pada diskusi ini mengenai kemungkinan terjadinya perubahan format siaran setelah dikeluarkannya izin penyelenggaran penyiaran, akibat faktor bisnis dan minat masyarakat yang berubah. Atas pertanyaan ini Azimah berpendapat, seharusnya lembaga penyiaran memperhitungkan, dalam rencana bisnisnya, tentang kecenderungan dan minat masyarakat. Termasuk pilihan format siaran yang akan dipilih nanti disesuaikan dengan lamanya izin penyelenggaraan penyiaran yang didapat. “Kalau di tengah jalan, pada periode izin tersebut, terhadi perubahan format lantaran pasar dan minat masyarakat yang berubah, jangan-jangan yang perlu dievaluasi itu adalah periode izin penyelenggaraan penyiaran yang 10 tahun untuk TV dan 5 tahun untuk radio, bukan format siarannya”, tegas Azimah.

Sebagai gambaran, televisi swasta yang sudah ada saat ini diatur oleh regulasi izinnya selama 10 tahun dan dapat diperpanjang. “Namun televisi yang sudah hadir di tengah masyarakat sebelum undang-undang penyiaran disahkan, rata-rata sudah bersiaran lebih dari empat belas tahun”, pungkasnya.


 

Banyuwangi - Momentum menyongsong migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital merupakan saat yang tepat untuk menata ulang proses perizinan dalam penyelenggaraan penyiaran. Hal-hal yang belum optimal saat proses perizinan analog, diharapkan dapat ditata lebih baik lagi. Apalagi model bisnis di era penyiaran digital nantinya akan menjadi lebih kompetitif dibanding sekarang. Salah satu contohnya, dalam satu cakupan wilayah, dimungkinkan hadir lembaga penyiaran swasta (LPS) antara enam puluh sampai tujuh puluh buah. Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran Azimah Subagijo, dalam Workshop KPI Pusat : Menata Sistem Penyiaran di Era Konvergensi Media, di Banyuwangi (25/8).

Selain itu, menurut Azimah, KPI juga berkepentingan menata sistem penyiaran di Indonesia secara keseluruhan. “Sebagai representasi publik, KPI harus memastikan kepentingan masyarakat yang diutamakan dalam penyiaran digital nanti,” ujarnya.

Dengan hadirnya banyak LP pada penyiaran digital ke depan, masyarakat haruslah mendapat manfaat yang optimal. “Bukan sekedar mendapat informasi yang membanjir lewat saluran-saluran televisi yang hadir dengan jumlah berlipat-lipat,” tuturnya. Namun juga terbukanya lapangan pekerjaan, tumbuhnya industri kreatif yang menopang industri penyiaran, perekonomian daerah yang berkembang, sumber daya manusia yang terserap di bursa kerja, serta kearifan lokal yang semakin mendunia lewat penyiaran. Kesemua ini, ujar Azimah, akan menjadikan masyarakat semakin produktif dan berdaya. Selain tentu saja, konten-konten penyiaran harus yang mencerahkan, tambahnya.

Penataan pada masa transisi dari analog ke digital ini diperlukan untuk mencegah kekurangan-kekurangan yang selama ini terjadi, tidak terulang ke depannya. Karenanya KPI berupaya menata sistem penyiaran ini sejak hulu, agar hanya lembaga penyiaran yang memiliki kapasitas baik yang mendapatkan amanah pengelolaan frekwensi. Selain itu, ketika sudah memperoleh izin, maka KPI juga berkewenangan melakukan pengawasan.

Kepada peserta workshop yang merupakan anggota KPI Daerah, Azimah mengimbau untuk dapat bersikap tegas pada lembaga penyiaran yang memohon izin penyelenggaraan penyiaran (IPP). Salah satunya dengan tidak mengeluarkan rekomendasi kelayakan pada pemohon IPP yang sejak awal terindikasi tidak dapat bertahan lama dalam bisnis penyiaran ini.

Sikap tegas ini, ujar Azimah, sebenarnya merupakan upaya KPI menjaga iklim persaingan usaha yang sehat  serta menjamin profesionalisme sebagaimana amanah Undang-Undang Penyiaran. Saat ini KPI Pusat sedang menyiapkan buku pedoman pelayanan perizinan penyiaran untuk menjadi panduan bagi komisioner KPI Pusat maupun daerah dalam memberikan layanan perizinan penyiaran yang prima.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.