Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) meminta seluruh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) melakukan sosialisasi Siaran Pers Kementerian Komunikasi dan Informatika No.57/HM/Kominfo/02/2018 tentang Pengumuman Peluang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Radio Siaran Frequency Modulation (FM). Permintaan tersebut disampaikan KPI Pusat dalam surat edarannya yang dikirimkan ke 33 KPID, Selasa (28/2/2018).

Surat edaran yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, meminta KPID menginformasikan serta menjelaskan perubahan proses perizinan dari konvensional ke elektronik (e-licensing).

“KPI Pusat perlu menyampaikan beberapa hal terkait perizinan kepada seluruh KPID untuk menciptakan sinergitas dan kesepahaman bersama tentang proses perizinan lembaga penyiaran swasta radio,” kata Yuliandre Darwis dalam surat edaran.

Dalam surat itu disampaikan, apabila perubahan proses perizinan belum dipahami KPID, maka KPID dapat meminta informasi atau penjelasan pada KPI Pusat. ***

Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) berharap peluang usaha radio pada frekuensi FM yang dibuka oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memperhatikan tingkat keekonomian daerah. Harapan itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, disela-sela Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan tema “Implementasi Permenkominfo No.18 tahun 2016 dalam Menghadapi Peluang Usaha Penyelenggaraan Penyiaran” di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017).

Agung beralasan saat ini bisnis radio kondisinya sedang decline atau turun di tengah digitalisasi media.  “Jangan sampai peluang usaha yang dibuka Kemenkominfo menjadi mubazir atau dimiliki oleh pihak swasta yang tidak serius untuk mengembangkan bisnis radio,” katanya kepada para peserta FGD yang berasal dari KPID, PRSSNI dan JRKI.

Sementara itu, lanjut Agung, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) harus menyeleksi secara ketat para pemohon yang ingin memiliki frekuensi FM ini. Pada titik ini, KPID mempunyai tanggung jawab untuk memberikan rekomendasi kepada pemohon yang mempunyai daya dukung finansial dan konten yang berkualitas.

Menurut Agung, ketatnya seleksi untuk menyaring pemohon yang memang serius menjalankan usaha penyiaran radio. Jangan sampai ketika izin tersebut sudah diperoleh tapi dikemudian hari radionya justru mati di tengah jalan. “Kita tidak ingin mubazir atau jadi sia-sia izin yang sudah diberikan,” katanya.  

Agung Suprio juga menyarankan agar pemerintah provinsi memberikan prasarana dan sarana kepada KPID untuk menunjang kerja KPID dalam proses perizinan, apalagi pada tahun 2018, KPI dan Kemenkominfo sepakat bahwa proses perizinan dalam menyambut peluang usaha memakai e licensing.

Direktur Penyiaran Kominfo, Geryantika.


Sementara itu, di tempat yang sama, Direktur Penyiaran Kemenkominfo, Geryantika mengatakan, pihaknya akan segera menerapkan e licesing awal tahun 2018. Saat itu, proses permohonan izin sudah tidak lagi menggunakan hardcopy semuanya memakai softcopy.

“Mulai Januari nanti sistem permohonan yang lama sudah tidak lagi berlaku. Karena itu, kami harap semua daerah sudah mempersiapkan teknologi untuk mempermudah proses pelayanan ini,” katanya di depan peserta FGD.

Gery menjelaskan, keuntungan sistem ini akan mempercepat proses permohonan izin penyiara. Selain itu, birokasi yang memperlambat pelayanan dipangkas atau jadi lebih pendek. “Sekarang tidak perlu paraf-paraf cukup internal penyiaran sudah jalan, izinnya selembar menggunakan e lisencing. Percepatan e penyiaran ini akan menghilangkan interaksi pemohon dengan pihak yang melayani,” katanya.

Dalam kesempatan diskusi yang dimoderatori Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang, hadir Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin. Dalam kesempatan itu, Rahmat berharap penyederhanaan pelayanan perizinan penyiaran ini dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat pemohon. Meskipun begitu, dia meminta Kominfo untuk terus melakukan sosialisasi mengenai system sampai ke daerah. ***

 

Jakarta - Badan Legeslasi Dewan Perwakilan Rakyat masih terus membahas Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Penyiaran untuk pengganti UU nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Ada dua hal penting yang masih menjadi perdebatan dalam pembahasan RUU Penyiaran ini, yakni menyangkut single mux dan multi mux.

Terkait permasalahan itu, Komisioner KPI Agung Suprio mengatakan, apa pun yang akan digunakan, single mux atau multi mux harus ada pembatasan dan dikawal dengan baik oleh DPR.

"Kami tetap menggantungkan kepada DPR tentang pilihan single maupun multi mux. Yang jelas masing-masing harus dibatasi single ada pembatasannya. Multi ada pembatasannya," kata Agung di sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu, 21 Oktober 2017.

Agung mengatakan, apabila DPR memilih single mux, maka harus ada pembatasan agar peran pemerintah tidak menjadi lebih dominan. Sebab, potensi untuk mengintervensi stasiun televisi akan lebih besar untuk dilakukan. Seperti bisa melarang menayangkan acara tertentu hingga pencabutan saluran TV swasta secara paksa.

"Single mux pembatasannya pemerintah tidak menjadi dominan," ujarnya.
Sedangkan untuk multi mux, kata Agung, harus dilakukan pembatasan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi dominasi oleh pemilik modal.

"Kalau DPR memilih multi ini mesti ada peraturan turunannya. Misalnya 30 persen dalam saluran mux itu hanya boleh dimiliki oleh pengelola mux. 70 persen itu orang yang tidak berafiliasi dengan pengelola mux. Jadi menghindari adanya kekuatan (dominasi) dari pemilik modal," ujarnya.

Agung menambahkan, penggunaan sistem single mux ataupun multi mux harus ada peraturan turunannya yang mengatur lebih rinci. Baginya, intinya RUU Penyiaran yang akan disahkan oleh DPR harus memperhatikan kepentingan publik.

"Memperhatikan kepentingan publik. Itu intinya," ucapnya. Red dari viva.co.id

Syahrudin Buyung dari Dirjen PPI Kominfo.

 

Jakarta – Rencana dibukanya peluang usaha penyiaran oleh Kementerian Kominfo membuka harapan pemohon yang telah lama menanti izin siaran. Kesempatan ini juga dapat dimanfaatkan lembaga penyiaran yang ingin mendirikan usahanya di daerah yang belum ada lembaga penyiaran. Pasalnya, Pemerintah cq Kominfo memfokuskan pembukaan peluang usaha penyiaran untuk daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan.

“Kami memprioritaskan daerah-daerah yang belum ada lembaga penyiaran atau blankspot. Hampir separuh peluang usaha yang akan kami release nanti ditujukan untuk daerah-daerah tersebut,” kata Syahrudin Buyung dari Kominfo saat FGD tentang “Implementasi Permenkominfo No.18 tahun 2016 dalam Menghadapi Peluang Usaha Penyelenggaraan Penyiaran” di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2017).

Menurut Buyung, ada 700 kanal yang akan dibagi ke 200 wilayah layanan siaran. Separuhnya merupakan wilayah blankspot dan daerah itu menjadi wilayah persaingan baru lembaga penyiaran.

“Kami mempertimbangkan sisi ekonominya juga. Misalnya, secara ekonomi di daerah itu hanya ada ada 5 maka kita buka 5 kalau hanya 2 yang eksisting maka hanya 2 yang kami buka. Setiap kabupaten kita reserve sesuai undang-undang untuk RRI kita siapkan 20% setiap daerah untuk keperluan lembaga penyiaran public,” jelas Buyung.

Buyung juga menjawab soal keterlambatan pengumuman peluang usaha karena mempertimbangkan pemetaan kebutuhan untuk keperluan khusus seperti pertahanan dan keamanan. “Kita meminta TNI dan keamanan terkait melakukan kajian dan pemetaan untuk wilayah-wilayah perbatasan,” katanya.

Terkait rekomendasi kelayakan (RK) yang sudah dikeluarkan KPID akan dikembalikan dan harus mengajukan ulang dari awal jika peluang usaha penyiaran dibuka. Menurut Buyung, semua pemohon harus mengikuti dari awal proses yang ada dalam tahapan peluang usaha. ***

Jakarta - Menyongsong penggunaan e-Penyiaran yang mulai berlaku Maret 2017 ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)bersama KPI Pusat terus melakukan koordinasi dalam rangka pemutakhiran data perolehan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) Prinsip dan Tetap lembaga penyiaran TV dan Radio. Pemutakhiran data perizinan penyiaran ini sangat penting untuk mempermudah pelayanan kepada publik.

Menurut Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, pemutakhiran data perizinan menjadi keharusan karena kebutuhan masyarakat akan informasi yang cepat dan transparan serta terpercaya. Kecepatan dan transparansi ini merupakan keharusan sekaligus bentuk tanggungjawab negara kepada masyarakat. “KPI dan Kominfo terus memperbaiki kekurangan dari sistem yang berjalan saat ini,” katanya dala rapat yang berlangsung di bilangan Ciputat, Jakarta Selatan, Jumat, 24 Februari 2017.

Selain itu, rapat koordinasi yang dilakukan di Pusat TIK Nasional Kominfo Ciputat ini juga membahas singkronisasi data yang dimiliki oleh kedua institusi tersebut.

Menurut Rahmat, pencocokan data IPP antara KPI dengan Kominfo penting untuk menyediakan basis data yang terpercaya, agar bisa dipakai sebagai acuan pengambilan kebijakan bagi Pemerintah dan regulator, serta acuan data bagi masyarakat.

Kegiatan koordinasi KPI dan Kominfo ini merupakan agenda rutin setiap bulan hingga dihasilkannya data yang baik dan lengkap. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.