Jakarta -- Para anggota dari empat partai oposisi menyerahkan surat pandangan mereka untuk mendesak penghentian peraturan pelaksanaan pemisahan pengumpulan iuran penyiaran publik dari tagihan listrik rumah tangga kepada Mahkamah Konstitusi pada hari Selasa (25/07/2023) lalu.
Pihaknya menyatakan bahwa pemerintah segera meloloskan peraturan pelaksanaan UU Penyiaran terkait pemisahan iuran KBS dari tagihan listrik tanpa menerima pandangan publik, dan penekanan terhadap penyiaran publik melalui pemisahan iuran dari tagihan listrik menunjukkan mundurnya demokrasi.
Ditambahkan pula, kebebasan media dan nilai penyiaran publik tidak boleh diganggu oleh siapa pun, dan berharap agar Mahkamah Konstitusi mengeluarkan pandangan yang rasional.
Para anggota partai oposisi menyatakan bahwa umumnya proses legislasi sebuah rancangan UU diinformasikan selama lebih dari 40 hari, namun Komisi Penyiaran dan Komunikasi Nasional mempersingkat waktu tersebut hanya dalam kurun waktu 10 hari tanpa alasan apapun.
Selain itu, Ketua Komisi Penyiaran dan Komunikasi Nasional Han Sang-hyuk dipecat dengan tidak adil, dan anggota Komisi dari pihak partai oposisi tidak sengaja ditunjuk.
Oleh karena itu, Pelaksana Pengganti Ketua Komisi Kim Hyo-jae dengan cepat meloloskan peraturan pelaksanaan UU Penyiaran, dan hal tersebut melanggar UU Penyiaran yang menjamin netralitas dan independensi.
Menurut keputusan dari Mahkamah Agung dan Pengadilan Administratif Seoul, penggabungan iuran di dalam tagihan listrik dinilai sah.
Para anggota partai oposisi menyatakan bahwa Presiden melaksanakan hak veto dengan mudah, sehingga pihaknya tidak mampu membiarkan mundurnya demokrasi.
Mereka juga mengklaim bahwa Mahkamah Konstitusi membatasi Komisi Penyiaran dan Komunikasi Nasional yang dikelola secara sewenang-wenang oleh pemerintahan Yoon Suk Yeol, serta mendesak Mahkamah Konstitusi untuk mengeluarkan pandangan yang adil agar penyiaran publik dapat menjalankan peran publik. Red dari berbagai sumber