Jakarta -- Badan penyiaran National Public Radio NPR hari Rabu (12/4) mengatakan tidak akan lagi memasang konten beritanya di 52 akun Twitter resmi sebagai protes terhadap kebijakan situs media sosial itu melabeli kantor berita independen Amerika itu sebagai “media yang didanai pemerintah.”

NPR adalah organisasi berita besar pertama yang tidak akan menggunakan Twitter.

Platform media sosial milik Elon Musk itu awalnya melabeli NPR sebagai ”media yang berafiliasi dengan negara,” label yang sama terhadap saluran propaganda di China, Rusia dan negara-negara otoriter lainnya.

Twitter kemudian merevisi label itu menjadi “media yang didanai pemerintah.”

Tetapi NPR mengatakan label itu juga menyesatkan karena NPR adalah perusahaan swasta nirlaba yang memiliki independensi editorial; dan hanya menerima kurang satu persen dari US$300 juta anggaran tahunannya dari Corporation for Public Broadcasting, yang didanai pemerintah federal.

Kepala Eksekutif NPR John Lansing mengatakan dengan tidak memasang laporan berita di Twitter, jaringan itu melindungi kredibilitasnya dan akan terus memproduksi jurnalisme tanpa “bayangan negatif.”

Dalam email kepada staf yang menjelaskan keputusan itu, Lansing menulis “hal ini akan merugikan pekerjaan serius yang Anda semua lakukan di sini, untuk terus membagikannya di platform yang menghubungkan piagam federal untuk media publik itu dengan mengabaikan standar dan independensi editorial.”

Ia mengatakan meskipun Twitter menghapus deskripsi NPR pun, jaringan itu tidak akan segera kembali ke platform tersebut. “Di titik ini saya kehilangan kepercayaan pada pengambilan keputusan di Twitter,” ujar Lansing dalam sebuah artikel yang dipasang oleh NPR. “Saya perlu waktu untuk memahami apakah Twitter dapat dipercaya lagi.”

Label Serupa pada VOA dan BBC

Twitter juga memberikan label yang sama pada Voice of America, kantor media independen yang didanai pemerintah Amerika; dan BBC Inggris. Seperti juga NPR, Twitter melabel VOA dan BBC sebagai “media yang didanai pemerintah,” deskripsi yang lebih umum digunakan untuk menggambarkan saluran propaganda yang dikontrol oleh pemerintah.

VOA masih menggunakan Twitter, dengan mengatakan label terhadap media berita itu memberikan kesan seakan VOA tidak independen.

Direktur Hubungan Masyarakat VOA Bridget Serchak mengatakan “pelabelan didanai oleh pemerintah itu berpotensi menyesatkan, dan dapat ditafsirkan sebagai “dikendalikan oleh pemerintah. Yang pasti tidak demikian dengan VOA.”

“Firewall editorial kami, yang ditegaskan dalam undang-undang, melarang campur tangan apapun dari pejabat pemerintah di tingkat mana pun, dalam liputan berita dan proses pengambilan keputusan editorialnya,” ujar Serchak lewat email.

“VOA akan terus menekankan perbedaan ini dalam diskusi kami dengan Twitter karena label baru di jaringan kami ini menimbulkan kekhawatiran yang tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan, tentang akurasi dan obyektifitas liputan kami,” tambahnya.

VOA didanai oleh pemerintah Amerika dan merupakan bagian dari Badan Media Global USAGM, tetapi independensi editorialnya dilindungi oleh peraturan dan firewall.

BBC mengatakan pihaknya “adalah dan selalu independen.”

Para pendukung kebebasan pers juga keberatan dengan pelabelan Twitter terhadap NPR, VOA dan BBC. “Kebingungan antara media yang melayani kepentingan umum dan media propaganda sangat berbahaya, dan merupakan bukti lebih jauh bahwa platform media sosial itu tidak kompeten untuk mengidentifikasi apa itu jurnalisme dan bukan jurnalisme,” ujar Vincent Berthier, Kepala Divisi Teknologi di Reporters Without Borders dalam sebuah pernyataan. Red dari berbagai sumber

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.