Jakarta – Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Azimah Subagijo, menyatakan lembaganya sebagai refresentasi perwakilan publik harus dilibatkan dalam digitalisasi televisi yang sedang dilakukan pemerintah.

“Keterlibatan KPI ini harus dalam proses seleksi, penarifan, dan segala digitalisasi. KPI harus masuk tim pengendali dan pengawasan digitalisasi penyiaran,” kata Azimah dalam diskusi Terfokus bertema Problematika Siaran Televisi Digital di Indonesia, yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Yayasan Tifa, di Jakarta, Rabu (19/2).

Menurut Azimah, dari 15 poin Peraturan Menkominfo No.32/2013 tentang Penyiaran Digital, KPI sama sekali tidak dilibatkan. Padahal, selama ini di UU Penyiaran KPI selalu terlibat dalam perizinan penyiaran.

Azimah menegaskan KPI mendukung penuh digitalisasi penyiaran. Namun dengan kondisi saat ini, KPI, menurutnya, merasa perlu mengambil opsi akomodatif yakni mendukung dengan catatan KPI harus dilibatkan dalam tim digitalisasi.

Keterlibatan KPI, kata dia, diperlukan untuk memastikan adanya keberagaman isi siaran digital dan keberagaman pemilik izin penyiaran.

Dukungan DPR

Ketua  Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq, mengatakan pihaknya secara gambling telah menyatakan mendukung digitalisasi televise. Namun, Komisi I sepakat digitalisasi wajib memiliki payung hukum jelas berupa perundang-undangan.

Jadi, Komisi I DPR telah menginisiasi inisiatif revisi UU Penyiaran, untuk turut memasukan digitalisasi penyiaran yang saat ini hanya diatur Peraturan Menkominfo No.32/2013.

“Terus terang kami terkejut begitu mengetahui digitalisasi ini diatur peraturan menteri,” ujar Mahfudz Siddiq.
Ia mengaku sudah berbicara dengan Menteri Kominfo, Tifatul Sembiring, bahwa digitalisasi yang dipayungi peraturan menteri akan membawa konsekuensi tanggung jawab yang mesti dipikul kementerian bersangkutan.
“Saya personal khawatir karena kalau terjadi apa-apa, yang harus menjadi bertanggung jawab adalah menteri. Itu karena ini payungnya peraturan menteri,” ujarnya.

Mahfudz tidak menyebutkan secara spesifik apakah dalam revisi UU itu akan memasukan KPI dalam digitalisasi penyiaran. Dia hanya menyebutkan langkah pemerintah yang seakan ingin bekerja sendiri dalam digitalisasi penyiaran ini layaknya fase ABG (anak baru gede/remaja).

“Digitalisasi ini kan baru dirintis, jadi pemerintah seperti dalam fase “ABG”, mau jalan sendiri. Tinggal nanti semoga saja kalau terjatuh tidak ternyata membawa implikasi yang berlebihan,” tutur Mahfudz Siddiq.

Seperti diketahui Indonesia sedang dalam proses beralih dari penyiaran TV analog ke TV digital, yakni sistem yang mentransmisikan audio maupun video melalui pemprosesan digital dan sinyal multifleksing, sinyal yang sangat berbeda dengan yang selama ini digunakan televisi analog. Red dari Antara/SH

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.