Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah.

 

Jakarta – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), Nuning Rodiyah, meminta seluruh lembaga penyiaran menjadi media informasi pemilihan umum (Pemilu) yang independen dan berimbang. Keberhasilan penyelenggaraan Pemilu yang aman dan damai juga sangat bergantung dari informasi yang disampaikan media.

“Lembaga penyiaran harus mengedepankan kepentingan dan keutuhan bangsa ini secara menyeluruh di atas kepentingan kelompok atau pribadi. Informasi yang tidak berimbang dan sangat berpihak dikhawatirkan memunculkan percikan-percikan konflik, baik antar peserta Pemilu maupun masyarakat,” kata Nuning usai menjadi narasumber diskusi di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Rabu (31/1/2018).

Nuning menjelaskan, lembaga penyiaran berkewajiban menyiarkan informasi tentang Pemilu pada masyarakat secara adil dan berimbang. Sedangkan masyarakat memiliki hak mendapatkan informasi tentang Pemilu secara utuh dan professional.

“Ada juga hak peserta Pemilu untuk menggunakan media sebagai sarana komunikasi dan pendidikan politik. Selain juga hak dan kewajiban penyelenggara pemilu untuk menyosialisasikan setiap perkembangan Pemilu. Hal-hal itu harus direspon lembaga penyiaran secara adil dan berimbang,” kata Nuning.

Keberhasilan penyelenggaraan Pemilu tidak hanya menjadi tanggungjawab pihak penyelenggara tapi juga stakeholder terkait lainnya. Untuk mencapai hal itu, kata Komisioner bidang Isi Siaran ini, harus ada sinergi dengan stakeholder terkait untuk mengantisipasi dampak dari Pemilu tersebut.

“Kami juga menekankan adanya pengawasan bersama antara pihak kami, KPU, Bawaslu, dan Dewan Pers. Pengawasan tersebut menyangkut tahapan Pemilu khususnya tayangan Pemilu di lembaga penyiaran,” papar Nuning. ***

Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, memberi keterangan saat RDP di Komisi I DPR.

 

Jakarta - Penyiaran daerah perbatasan menjadi salah satu pembahasan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bersama Komisi I DPR RI. Rapat yang digelar di Ruang Rapat Komisi I itu berlangsung  pada hari Selasa (30/1).

Daerah perbatasan dinilai masih belum mendapatkan informasi yang berimbang dan merata. Sehingga perlu adanya pembangunan sistem penyiaran di daerah perbatasan. Informasi yang dimaksud adalah wawasan kebangsaan dan nasionalisme terhadap masyarakat perbatasan.

"Selama ini, masyarakat di daerah perbatasan cenderung lebih banyak memperoleh informasi dari negara tetangga." ungkap Agung Suprio, Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat.

Dengan lubernya informasi asing di daerah perbatasan, tidak mengherankan jika wawasan kebangsaan menjadi lambat diterima bahkan tidak sama sekali. Kerap kali menyebabkan disintegrasi ideologi. "Disintegrasi ideologi salah satu sebabnya dikarenakan minimnya informasi dan konten kebangsaan oleh lembaga penyiaran di daerah perbatasan." lanjut Agung.

Maka dari itu, Agung mengatakan bahwa selama ini KPI tengah menginisiasi dan merangkul institusi pemerintah seperti Kemenkominfo, TVRI hingga Lembaga Penyiaran Swasta. " Kami sudah menjalin kerjasama, sudah ada 4 wilayah yang berhasil dilakukan ujicoba penyiaran digital perbatasan. Tahun  2018 ada 12 titik daerah perbatasan." ungkapnya

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis.

 

Jakarta – Maju dan besarnya sebuah negara sangat tergantung dengan sikap generasi muda terhadap identitas bangsanya. Jika generasi muda Indonesia bangga serta hidup dengan identitas bangsanya, maka negara ini dijamin akan menjelma jadi bangsa yang besar. Pendapat tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat menerima kunjungan pengurus dan anggota Rumah Kepemimpinan di kantor KPI Pusat, Selasa (23/1/2018).

“Kalau kita hanya bisa ikut-ikutan dan mencontoh identitas bangsa lain, maka saya khawatir perkembangan bangsa ini tidak bisa seperti yang diharapkan. Bangsa yang sudah menjadi besar itu terbentuk karena generasi mudanya memiliki kebanggaan terhadap identitasnya,” jelas Andre, panggilan akrabnya.

Menurut Andre, menjadi diri sendiri itu penting karena hal ini menyangkut prinsip dan konsistensi yang akan mempengaruhi cara berpikir dan juga pada saat bekerja. “Kalian yang tergabung di Rumah Kepemimpinan adalah bagian dari generasi penerus bangsa ini dan ditangan kalianlah nasib dan hidup bangsa ini bergantung,” kata Andre penuh semangat.

Dalam kesempatan itu, Andre mendorong peran Rumah Kepemimpin mengawasi dan memberi kontribusi bagi perkembangan dunia penyiaran di tanah air. “Saya juga meminta kalian melakukan literasi media untuk masyarakat. Masyarakat harus tahu bagaimana memilih tayangan yang tepat dan memang manfaat,” katanya. ***

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, saat menyampaikan laporan kinerja KPI Pusat tahun 2017 dalam RDP dengan Komisi I, Selasa (30/1/2018).

 

Jakarta -- Komisi I DPR RI menyampaikan apresiasi atas kinerja KPI Pusat selama tahun 2017.  Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Asril Hamzah Tanjung, usai mendengarkan laporan Evaluasi Pencapaian Program Kerja Tahun 2017 oleh Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I dengan KPI Pusat, Selasa (30/1/2018).

“Kami juga mendorong agar pencapaian kinerja KPI Pusat terus meningkat pada tahun mendatang,” kata Asril di depan sembilan Komisioner KPI Pusat yang hadir dalam RDP yang dinyatakan terbuka untuk umum.

Asril juga mengapresiasi alat pemantauan baru yang dimiliki KPI Pusat. Dia berharap, alat tersebut dapat membantu KPI Pusat dalam meningkatkan pengawasan terhadap isi siaran lembaga penyiaran.



Dalam kesempatan itu, Komisi I DPR RI mendesak KPI Pusat untuk melakukan langkah strategis sehingga kedudukan KPI lebih kuat,  mampu melakukan fungsi pengawasan program/isi siaran dengan lebih optimal. 

“Kami harap KPI Pusat bisa memberikan sanksi secara lebih cepat dan tegas, sehingga tidak ada tayangan media penyiaran yang tidak sesuai dengan karakter dan moral bangsa Indonesia,” tambah Asril.

Terkait isi siaran, Anggota Komisi I DPR RI Bachtiar Aly meminta KPI Pusat melakukan upaya peningkatan mutu siaran dengan mengembangkan siaran-siaran yang bernilai Pancasila. “TV dan radio tidak hanya sekadar menyiarkan, tapi harus ada idiologi yang berpihak kepada NKRI. KPI perlu menyampaikannya dengan bahasa lain kepada lembaga penyiaran,” jelas politisi dari Fraksi Partai Nasdem ini.

Menurut Bachtiar Aly, KPI harus melakukan pengawasan ketat terhada kultur perusahaan stasiun TV di Indonesia. Hal ini untuk memastikan apakah insan di balik tayangan TV itu memang setia pada ideologi bangsa.

“KPI perlu mengawasi corporate culture lembaga dan perusahaan penyiaran. Bisa saja berkedok begini, tapi yang dilakukan lain. Apakah corporate culture ini identik dengan pemilik TV. Dia punya ideologi tertentu lalu pemirsa di brainwash,” tambah Bachtiar.

Sebelumnya, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menyampaikan laporan kinerja KPI Pusat selama tahun 2017. Dia juga menjelaskan serapan anggaran lembaganya yang mencapai lebih 97 persen.***

 

Jakarta - Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran dinilai sangat mendesak untuk segera direvisi. Hal ini dikarenakan perkembangan tekhnologi dan informasi yang kian pesat, sementara di sisi lain, digitalisasi penyiaran di negara-negara lain sudah berlangsung.

"Di negara tetangga, digitalisasi sudah diberlakukan. Migrasi penyiaran dari analog ke digital, itu adalah sebuah keharusan. Kita tinggal menunggu payung hukum yang sekarang masih digodok di DPR." ungkap Agung Suprio, Koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat saat menghadiri rapat pembahasan “Migrasi Penyiaran  Analog ke Digital” di kantor Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), (24/1).

Selain itu, Agung menjelaskan jika penyiaran berbasis digital akan mendorong upaya demokratisasi. "Dengan penyiaran digital, setiap orang akan berpotensi menjadi pemilik televisi sehingga konten dan informasi akan semakin beragam." lanjutnya.

Persoalan lain tentang pengelolaan sistem penyiaran, adalah tentang pilihan penggunaan single mux operator dan multi mux operator. Agung menjabarkan, apapun pilihannya harus berdasarkan pada tiga prinsip yakni, tidak diskriminatif, profesional dan pengalaman.

"Di beberapa negara Eropa, tiga prinsip itu penting. Kalau di Indonesia, frekuensi milik negara untuk digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jadi, prinsip diatas menjadi spirit pengelolaannya." jawabnya tegas. Sementara itu, terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran di DPR, Agung optimis DPR akan segera menemukan titik temu dalam pembahasan RUU tersebut.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.