- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 4549
(Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat menjadi nara sumber Webinar "Peran Penyiaran Komunitas Dalam Era Kenormalan Baru", (25/6) (Foto: Teddy Rantono/ KPI))
Jakarta - Peran radio komunitas dalam era kenormalan baru harus dioptimalkan dalam melindungi masyarakat, khususnya perempuan dan anak, agar tidak menerima dampak negatif dari pandemi Covid-19. Diantaranya dengan melakukan pemberdayaan masyarakat untuk menjaga ketahanan keluarga, baik dari segi perekonomian, kesehatan dan kesejahteraan. Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio menyampaikan hal tersebut dalam acara Webinar “Peran Penyiaran Komunitas Dalam Menyambut Era Kenormalan Baru” yang diselenggarakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bekerja sama dengan Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), (25/6).
Harus diakui bahwa semenjak pandemi ini aktivitas produksi dan penjualan barang yang dilakukan oleh kaum perempuan meningkat. Selain itu juga, tuntutan untuk kaum perempuan ikut mendidik anak di rumah juga semakin besar, ketika aktivitas *belajar* dipindahkan ke rumah. Agung menilai, radio komunitas punya kesempatan besar menunjukkan peran strategisnya dalam membantu masyarakat lewat pemberdayaan ekonomi ataupun peran pendidikan.
Sejak awal pandemi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mencanangkan program Belajar Dari Rumah (BDR) melalui TVRI. Namun, ujar Agung, KPI melihat program ini belum dapat menjangkau seluruh wilayah di Indonesia. Masih ada wilayah-wilayah “blank spot” yang tidak terjangkau program BDR tersebut. “Radio atau pun televisi komunitas punya peran mengambil celah kosong ini,” ujarnya.
Di sisi lain, Agung juga memahami kondisi dunia penyiaran secara umum pada masa pandemi mengalami penurunan pemasukan. “Bahkan beberapa radio swasta di daerah harus tutup karena tidak mampu menggung beban operasional yang tinggi,”ujarnya. Sangat dimaklumi kalau lembaga penyiaran berharap adanya insentif pemerintah untuk mengurangi beban yang mereka tanggung saat pandemi.
Terkait penyiaran komunitas, Agung melihat, meski ada perbedaan signifikan dengan penyiaran swasta dalam segi pendapatan, tetap juga membutuhkan insentif. “Memang penyiaran komunitas tidak tergantung pada iklan, melainkan dari iuran anggota,” papar Agung. Namun demikian, Agung menilai penyiaran komunitas juga pantas untuk mendapatkan pengurangan pajak atau pun kelonggaran dalam pembiayaan kewajiban lainnya, untuk tetap dapat bertahan menyelenggarakan siaran.
Agung mengapresiasi langkah Kemeneg PPPA yang menggandeng radio-radio komunitas untuk sosialisasi ke masyarakat di era new normal. “Tepat memang, kalau KPPPA bekerja sama dengan radio komunitas,” tegas Agung. Radio Komunitas tetap “die hard” dalam memberikan informasi kepada masyarakat sehingga dapat menjadi agen bagi kementerian untuk memaksimalkan pemberdayaan perempuan dan perlindungan untuk mereka dan anaknya. Bagaimana pun juga, radio komunitas adalah yang paling dekat, paling hangat dan paling akrab kepada pendengar,” tutur Agung.
Terkait kepentingan perempuan dan anak, Asisten Deputi Partisipasi Media KPPPA, Fatahillah, memaparkan data tentang meningkatnya kekerasan pada perempuan di masa pandemi. Selain itu, pandemi ini juga mengganggu perencanaan keluarga seperti terbatasnya akses kesehatan, terbatasnya akses terhadap alat kontrasepsi, ataupun keterbatasan pelayanan publik. Kondisi ini, ujar Fatah, membutuhkan strategi untuk mencerahkan masyarakat, apalagi jika bicara tentang kenormalan baru.
KPPPA sendiri, ujar Fatah, merangkul dunia usaha untuk memberikan bantuan dan advokasi bagi perempuan dan anak. “Bagaimana pun kebutuhan perempuan dan anak berbeda dengan kebutuhan masyarakat umum,” ujarnya. Pilihan KPPPA melakukan sosialisasi melalui radio-radio komunitas juga bertujuan agar pesan-pesan tersebut sampai kepada seluruh lapisan masyarakat. Harus diakui, tidak semua masyarakat dapat mengakses informasi melalui internet, ataupun fasilitas zoom. Radio masih menjadi media yang strategis untuk sosialisasi, lantaran daya jangkaunya yang cukup luas.
Dari JRKI sendiri, Sinam MS mengakui adanya geliat ekonomi perempuan di masa pandemi. “Kalau kita bisa berbelanja di sekitar kita, itu bagian dari mengapresiasi dan pemberdayaan ekonomi,”ujarnya. Namun demikian, radio komunitas juga membutuhkan support yang konkrit dari pemerintah. “Kalau tidak mungkin dihapuskan pajak untuk radio komunitas, minimal diberikan pemotongan pajak setengahnya, untuk membantu radio komunitas tetap bertahan menjaga kualitas informasi masyarakat di era new normal,” pungkasnya.