Jakarta – Naskah Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, baik yang disusun Komisi I DPR maupun Badan Legislasi DPR belum berpihak pada perlindungan anak. Salah satu hal yang tidak berpihak pada kepentingan perlindungan anak adalah bagian tentang iklan.
Ketua Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), B Guntarto di Jakarta, Rabu (5/7) mengatakan, iklan adalah materi yang harus diwaspadai oleh anak karena daya persuasinya yang dapat memengaruhi anak yang belum tumbuh daya kritisnya dalam mengonsumsi isi siaran. Dia menduga Baleg telah menghapuskan kata “rokok” pada ketentuan tentang iklan yang dilarang.
Padahal, naskah yang disusun Komisi I mencantumkan “rokok” sebagai salah satu produk yang dilarang diiklankan melalui media penyiaran. “Pasal 137 ayat (2) huruf (i) pada naskah versi Baleg hanya berbunyi ‘materi siaran iklan dilarang mempromosikan minuman keras dan zat adiktif lainnya’,” tuturnya.
Menurut Guntarto, Komisi I sudah tepat membuat naskah yang melarang iklan rokok bersama-sama dengan minuman keras dan zat adiktif lainnya. “Dalam kajian media dan anak, rokok umumnya dikelompokkan bersama dengan alkohol dan narkoba serta masuk dalam kelompok isi media yang menimbulkan efek negatif atau antisosial,” katanya. Red dari Koran Jakarta dan Ant/E-3
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menolak seluruh gugatan yang diajukan Partai Berkarya dan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia kepada Pengadilan Tata Usaha Negara atas Surat Edaran Komisi Penyiaran Indonesia nomor 225/ K/ KPI/ 31.2/04/2017 tanggal 21 April 2017. Hal tersebut disampaikan KPI Pusat dalam sidang lanjutan penyampaian jawaban terhadap gugatan Tata Usaha Negara (TUN) antara Partai Berkarya dan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia sebagai penggugat dan KPI sebagai tergugat, (4/7).
Melalui kuasa hukum yang dipimpin oleh Sehat Damanik, SH., KPI menyampaikan bahwa dalil gugatan yang disampaikan penggugat sangatlah keliru dan tidak mendasar. Hal ini dikarenakan bahwa, surat edaran bukan obyek sengketa TUN. Selain itu, Sehat menjelaskan pula bahwa obyek sengketa dalam gugatan ini adalah surat edaran yang melarang lembaga penyiaran menayangkan iklan/ mars/ himne partai politik di luar masa kampanye. Ruang lingkup dari obyek sengketa ini hanya terhadap lembaga penyiaran yang terdiri atas stasiun televisi dan stasiun radio, selaku internal penyiaran. KPI menilai bahwa penggugat tidak memiliki kepentingan untuk mengajukan gugatan TUN terhadap obyek sengketa.
Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Hardly Stefano Pariela menyampaikan bahwa dalam jawaban gugatan tersebut dijelaskan kondisi mendesak yang menyebabkan dikeluarkannya surat edaran. Diantaranya dalam kurun waktu dari tahun 2016 hingga tahun 2017 terdapat partai politik yang sangat gencar mengiklankan mars atau himne partainya di beberapa lembaga penyiaran. Berdasarkan data yang ada ternyata penyiaran iklan partai politik juga hanya diiklankan di lembaga penyiaran tertentu, yang pemiliknya juga merupakan pendiri partai politik yang beriklan tersebut. Penayangan mars atau himne tersebut dilakukan secara masif di beberapa lembaga penyiaran dengan durasi 60 (enam puluh) detik. Mengingat seringnya iklan partai politik tersebut muncul dalam ruang siar, maka timbul keresahan masyarakat yang disampaikan melalui jalur pengaduan ke KPI dengan meminta agar tayangan iklan partai politik dihentikan.
KPI sendiri sudah melakukan beberapa kali pertemuan dengan lembaga penyiaran yang meminta agar dilakukan penghentian atas penayangan iklan partai politik tersebut, namun pada pelaksanaannya iklan tersebut tetap muncul. Beberapa pertimbangan hukum juga disampaikan KPI dalam jawaban gugatan tersebut, diantaranya Undang-Undang nomor 8 tahun 2012, Peraturan KPI nomor 1 dan 2 tahun 2012, serta Undang-Undang nomor 32 tahun 2002.
KPI juga menilai bahwa surat edaran ini tidaklah menyebabkan usaha memberikan pendidikan politik pada masyarakat tercederai karena adanya pembatasan dan pelarangan. “Partai politik tentunya memiliki kebebasan untuk melakukan pendidikan politik pada rakyat dalam bentuk lain, selain penayangan iklan kampanye di televisi dan radio”, ucap Hardly. Selain itu, berdasarkan Undang-Undang nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik, iklan partai politik tidaklah termasuk dalam pendidikan politik.
Hardly menegaskan bahwa surat edaran yang menjadi obyek sengketa tersebut diterbitkan dalam rangka menjaga agar penyiaran yang dilakukan dengan menggunakan frekuensi publik, tidak dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu.
Jakarta - Salah satu tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran. Berkaitan dengan hal itu KPI membuka "Sekolah P3SPS - Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS)" untuk praktisi penyiaran, mahasiswa, dan masyarakat umum. Sekolah P3SPS Angkatan XX akan dilaksanakan pada 11 - 13 Juli 2017, bertempat di Kantor KPI Pusat, Gedung Bapeten lantai 6, Jalan Gajah Mada No. 8 Jakarta Pusat. Pendaftaran peserta diterima paling lambat 7 Juli 2017, pukul 12.00 WIB. Formulir pendaftaran dapat diunduh dalam tautan ini (Unduh Formulir). Formulir yang sudah diisi dikirimkan ke alamat email Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.. Selama kegiatan berlangsung KPI Pusat menyediakan seminar kit, konsumsi dan sertifikat. Demikian disampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Ketentuan lain:
Pendaftar yang diterima untuk mengikuti Sekolah P3SPS secara mutlak ditentukan KPI Pusat. Calon peserta yang diterima, langsung dihubungi panitia.
Sekolah P3SPS digelar setiap bulan sekali dengan jumlah peserta maksimal 30 orang. KPI Pusat akan mengumumkan jadwal pendaftaran untuk mengikuti Sekolah P3SPS setiap bulannya.
Informasi lebih lanjut hubungi Hafida: 0812 5205 8616
Radio Australia untuk pertama kalinya mulai mengudara dari kompleks studio Australian Broadcasting Commission (ABC), Sydney pada tanggal 20 Desember 1939, dengan pidato peresmian disampaikan oleh Perdana Menteri Robert Menzies.
Sedangkan siaran pertama dalam Bahasa Indonesia dimulai pada tanggal 10 Agustus 1942. Betapa sukar dan berbahayanya rakyat Indonesia mendengarkan berita ketika itu, mengingat bahwa daerah Kepulauan Nusantara sudah lima bulan diduduki tentara Jepang.
Namun, melalui siaran Radio Australia, pada kenyataanya cukup banyak yang dapat mengikuti jalannya pertempuran di luar Indonesia, terutama di kawasan Pasifik, sehingga para pendengar dapat mengetahui berbagai perkembangan perang.
Mulai dari gerak maju pasukan sekutu sewaktu memukul mundur pihak Jepang dari berbagai daerah, mendengarkan berita kembalinya Jenderal MacArthur ke Filipina, pendaratan sekutu di Okinawa, penggempuran kota Tokyo dan pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, yang juga sekaligus menjadi babak akhir Perang Pasifik, yang ditandai dengan menyerahnya Jepang.
Dari siaran Radio Australia juga para pendengar mengetahui berbagai peristiwa yang berlangsung di Australia waktu itu, di antaranya kegiatan warga Indonesia di Melbourne, Sydney, Brisbane dan kota-kota lainnya menjelang kemerdekaan Indonesia, termasuk di antaranya soal dukungan kaum buruh pelabuhan Australia terhadap tuntutan kemerdekaan Indonesia dengan jalan memboikot kapal-kapal Belanda, khususnya yang membawa senjata.
Perang beralih ke kawasan Pasifik pada bulan Desember 1941. Sekitar awal tahun 1942 Filipina sudah diduduki Jepang. Sedangkan pada tanggal 8 Maret, tentara Jepang mulai memasuki Indonesia. Siaran dalam Bahasa Jepang dimulai pada bulan Mei 1942, khususnya diarahkan pada satuan-satuan tentara Jepang di Asia Tenggara dan kepulauan Pasifik.
Pemerintah Hindia-Belanda telah mengungsi ke Australia. Kota Melbourne dijadikan pusat kegiatan Pemerintah Hindia-Belanda, dengan dibentuknya Jawatan Penerangan, NIGIS (Netherlands Indies Government Information Service), lengkap dengan bagian-bagian penerangan, pers, serta percetakan dan bagian monitoring, antara lain bagi kepentingan sekutu. Bagian ini berkedudukan di Melbourne dan Broome, Australia Barat.
Pada tahun 1945 Jepang menyerah. Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus, dan NIGIS pun bubar. Dengan resmi pada tanggal 1 Maret 1946 siaran dalam Bahasa Indonesia dikelola oleh Departemen Penerangan Australia dan menjadi Seksi Indonesia, yang merupakan bagian badan Radio Australia – nama baru untuk Suara Australia.
Dengan tercapainya kemerdekaan Indonesia, makin penting pulalah hubungan Australia dengan negara baru itu sebagai dua bangsa bertetangga yang perlu saling mengenal dan bekerjasama.
Pada tanggal 1 April 1950, Radio Australia dikelola oleh ABC selaku badan nasional sampai sekarang melayani dan menyiarkan berbagai bahasa etnis di dalam masyarakat multikultural di Australia. Australia adalah satu-satunya negara yang mengakui pertama kali Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sayangnya, seiring berlalunya waktu, jam siaran Radio Australia semakin berkurang hingga akhirnya siaran langsung Bahasa Indonesia ditutup pada bulan Juli 2013. Dan, siaran berbahasa Indonesia dari Radio Australia hanya tinggal kenangan. Red dari berbagai sumber
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) berencana mendeklarasikan bulan Juli sebagai Bulan Media Ramah Anak. Rencana deklarasi bulan Juli sebagai Bulan Media Ramah Anak disampaikan KPI Pusat saat melakukan audiensi dengan Menteri PPPA, Yohana Yembise, di Kantor Menteri PPPA, Rabu (21/6/17).
Menurut Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, yang hadir di audiensi itu, deklarasi itu dimaksudkan agar sepanjang bulan Juli semua media penyiaran bersih dari tayangan berbau kekerasan, eksploitasi anak, dan pornografi.
“Kami juga berharap porsi tayangan atau siaran untuk anak dan remaja dapat ditambah seperti program musik anak, cerita anak dan yang lainnya,” tambah Dewi yang didampingi Komisioner KPI Pusat Mayong Suryo Laksono dan Ubaidillah.
Menteri PPPA Yohana Yembise menyatakan mendukung deklarasi Bulan Media Ramah Anak. Menurutnya, gerakan tersebut dapat memberikan penyadaran terhadap media khususnya penyiaran untuk lebih ramah terhadap anak-anak.
Menurut Yohana, media penyiaran khususnya televisi memiliki peran sangat penting dalam tumbuh dan kembang anak. Sayangnya, sampai saat ini masih sedikit media penyiaran televisi yang ramah terhadap anak-anak. “Anak-anak banyak yang menyampaikan hal itu dan bahkan sudah disampaikan ke Presiden,” katanya.
Minimnya siaran yang ramah anak dinilai Yohana sangat bertolak belakang dengan jumlah anak Indonesia yang mencapai angka 87 juta jiwa. “Melihat jumlah anak yang demikian, seharusnya media penyiaran televisi memperbanyak program untuk anak seperti yang pernah ada di periode masa lalu dimana siaran anak seperti music anak, cerita anak dan film anak cukup melimpah,” jelas Yohana.
Selain itu, kata Yohana, perhatian terhadap anak-anak itu sangat penting karena sesuatu negara akan hebat dan maju itu tergantung dari perkembangan anak-anaknya. “Mereka itu yang akan melanjutkan negara ini. Masa depan bangsa itu akan terlihat dari kondisi anak-anaknya sekarang. Dan karena itu, supaya bangsa ini dikemudian hari bisa maju dan berkembang harus ada langkah yang positif untuk mereka,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Yohana juga menyampaikan target pemerintah bahwa pada tahun 2030 sudah tidak ada lagi kekerasaan terhadap anak dan menjadikan Indonesia sebagai negara layak anak.
Disela-sela audiensi itu, Dewi Setyarini juga menyampaikan rencana pemberian Anugerah Penyiaran Anak kepada lembaga penyiaran yang konsen terhadap isu isu anak. Rencananya, acara akan diselenggarakan pada 28 Juli 2017 mendatang. Acara pemberian Anugerah Penyiaran Anak akan diselenggaran di Kantor KPI Pusat. ***