- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Dilihat: 2290
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) siap melakukan pengawasan secara maksimal terhadap siaran dan iklan politik jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di lembaga penyiaran. Hal ini untuk memastikan proses Pemilu di media massa (TV dan radio) berjalan dengan baik, adil, seimbang, proporsional dan menyejuknya.
“Pengawasan ini menjadi salah satu program prioritas kami dan pemantauan ini dilakukan secara langsung secara 24 jam setiap harinya,” kata Anggota KPI Pusat, Aliyah, dalam diskusi bertajuk “kebebasan, Etika dan Netralitas Pers” yang diselenggarakan Dewan Pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Selain pemantauan, KPI juga memberikan catatan hasil dari pemantauannya kepada KPU (Komisi Pemilihan Umum) mengenai data lembaga penyiaran yang terindikasi tidak memiliki izin siaran pada saat Pemilu. Hal ini dilakukan untuk proteksi dini guna meminimalisir media yang dirasa akan menyesatkan informasi. Kasus ini paling banyak terjadi di daerah.
“Jadi ada lembaga penyiaran yang tidak berizin dan perlu pengamatan yang jeli apakah konten yang dimuat itu berbau sosialisasi atau kampanye,” ujar Aliyah.
Berkaca Pemilu 2019, ditemukan iklan kampanye partai politik seolah-olah memberikan ruang kepada salah satu kandidat peserta Pilpres (Pemilihan Presiden) dan hal ini terindikasi menjadi temuan dugaan pelanggaran. Bahkan, lanjut Aliyah, pernah ditemukan satu iklan komersil yang menghadirkan tokoh dari salah satu pasangan calon tersebut.
Menghadapi Pemilu mendatang, KPI bersama dengan Tim Gugus Tugas terus menyamakan persepsi terkait dengan definisi pedoman sosialisasi Pemilu di luar tahapan kampanye.
Dalam kesempatan itu, Ketua Dewan Pers dua periode (2010-2013 dan 2013-2016), Bagir Manan, meminta para kandidat agar memberikan informasi dan gagasan dalam program pemilu kepada masyarakat. “Jangan hanya memajang gambar senyum atau pose kebangsaan, namun ketika tampil di media justru minim ide dan gagasan,” ujarnya.
Dia menilai media dan fungsi pers saat ini telah berjalan dengan baik. Selain itu, media memiliki peran layaknya dua mata pisau jelang Pemilu 2024 mendatang. Satu sisi media bisa sebagai pengawas jalannya Pemilu, tapi di sisi sebaliknya media juga menampung dan dimanfaatkan oleh kepentingan yang merusak fungsi media itu sendiri. “Oleh karena itu, media juga harus bisa mendorong lahirnya aktor intelektual sesuai dengan kapasitasnya,” tuturnya. Syahrullah