- Detail
- Dilihat: 5552
Batam – Jangan beranggapan persoalan luberan siaran asing di wilayah perbatasan sebagai suatu hal biasa saja alias sepele. Lamban tapi pasti, dikemudian hari dampaknya akan menjadi serius. Peringatan tersebut dipaparkan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dalam Workshop Penyiaran Perbatasan Sesi I yang di gelar di ruang serba guna Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga (Dis Pora) kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Kamis, 4 Juni 2015.
Untuk mencegah terjadinya ancaman laten tersebut, kata Judha, penanganan cepat sekaligus serius harus segera dilakukan semua pihak yang terkait dengan cara strategi terobosan. Ada beberapa strategi yang disampaikan antara lain mengkaji ulang kebijakan open sky yang awalnya dinilai cukup efektif menyelesaikan persoalan di daerah blankspot. “Isu kaji ulang ini sudah disering dibicarakan di DPR. Ini juga harus dibarengi dengan penataan penggunaan antena parabola bagi penduduk,” tambahnya.
Selain itu, mendorong berdirinya lembaga penyiaran komunitas atau LPK dan juga lembaga penyiaran lokal atau LPP di daerah perbatasan dengan kemudahan fasilitasi pengurusan dan prosedur lainnya. “Perlu perkuat literasi media yang bertema kebangsaan dan tidak salahnya juga melakukan diplomasi penyiaran perbatasan dengan negara tetangga,” kata Judha yang menganggap perlu menghidupkan kembali kerjasama program siaran antar negara seperti yang pernah dilakukan TVRI dan RTM melalui program Titian Muhibah.
Pandangan serupa juga disampaikan Azimah Subagijo, Komisioner sekaligus Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat. Menurutnya, perlu dibangun pagar-pagar maya untuk membendung masukannya aliran siaran negara lain ke wilayah Indonesia. Upaya ini juga untuk mencegah invasi geopolitik melalui media yang biasa berselimut program-program fiksi dan juga program lainnya.
Memang upaya itu cukup berat selain ditambah tidak adanya informasi dari siaran nasional hal ini makin diperparah dengan rendahnya tingkat kesejahteraan dan keamanan. “Kawasan perbatasan juga rawan sengketa wilayah karena aktivitas invasi geopolitik,” jelas Azimah dalam presentasinya yang berjudul “Indentifikasi Isu Strategis dan Rencana Aksi Penyiaran Perbatasan”.
Azimah memandang selain strategi yang dikatakan Ketua KPI Pusat perlu juga penanganan urusan konten dengan membentuk pemantauan isi siaran dan luberan siaran asing melalui kelompok-kelompok pemantau.
Hal lain yang tak kalah pentingnya yakni dengan membuat Bimtek SDM Penyiaran Perbatasan, koordinasi penyusunan dan penerapan regulasi soal perbatasan yang berujung pada terselenggaranya Rakor Penyiaran Perbatasan.
Di tempat yang sama, Pengamat Intelijen Wawan Purwanto, salah satu narasumber workshop sesi pertama mengatakan jika pengelolaan soal perbatasan harus didukung semua pihak terkait. Menurutnya , ini bentuk koordinasi dalam menyelesaikan persoalan kebangsaan sekaligus bentuk kewaspadaan dan juga pencegahan terhadap luberan siaran asing.
Dari sisi teknis, Wakil Ditjen SDPPI Kementerian Kominfo Gusti A. Laksamana menjabarkan kondisi transmisi negara tetangga yang berdaya besar sehingga mampu menerobos wilayah Indonesia bahkan melebihi perkiraan. “Seperti yang ada di Sebatik. Transmisi mereka punya daya kuat,” katanya.
Satu hal yang juga disayangkan Gusti adalah Indonesia selalu kalah cepat untuk menduduki yang ada di perbatasan. “Praktis hanya satu atau paling banyak tiga kanal saja yang bisa kita duduki di daerah perbatasan.” ***