Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajak pemilik media Trans TV dan Trans 7 untuk menjadikan televisi sebagai bagian dari strategi budaya untuk membangun peradaban bangsa. Mengingat televisi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk karakter masyarakat lewat muatan siaran jika diarahkan pada tujuan yang benar. Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Bekti Nugroho menyampaikan hal tersebut pada pertemuan KPI Pusat dengan pemilik media Trans TV dan Trans 7 Chairul Tanjung, di kantor KPI Pusat, (27/8).

Selain itu, menurut Bekti, dirinya melihat visi misi dari Trans TV dan Trans 7 milik Chairul Tanjung sejalan dengan nilai-nilai yang diusung Chairul dalam buku autobiografinya, Si Anak Singkong. Karenanya Bekti berharap, semua program siaran yang dibuat Trans TV dan Trans 7 harus inline dengan visi dan misi tersebut. Pada pertemuan yang dipimpin Ketua KPI Pusat Judhariksawan, hadir pula komisioner lainnya, Azimah Subagijo, Agatha Lily, Fajar Arifianto, Amiruddin, Danang Sangga Buwana dan  Rahmat Arifin. 

Dalam kesempatan tersebut, Chairul Tanjung mengaku sepakat dengan teguran-teguran yang dilakukan KPI pada program-program siaran dari televisi miliknya yang melanggar regulasi. “Bagaimanapun juga, hal-hal negative yang berlebihan harus dieliminir,” ujar Chairul. Selain itu, pria yang kerap dipanggil CT ini menyampaikan harapannya pada KPI sebagai regulator penyiaran. Menurutnya selama ini masih ada komunikasi yang belum tune in antara KPI dan lembaga penyiaran. “Kalau komunikasi dibangun lebih baik lagi, maka lembaga penyiaran dan KPI akan menghasilkan unity yang lebih baik dalam menghasilkan program siaran yang berkualitas,” ujarnya. Bagaimanapun juga, tambah CT, tidak ada satupun lembaga penyuiaran yang berniat membuat buruk bangsa ini.

Ketua KPI Judhariksawan mengaku mengapresiasi kehadiran Chairul Tanjung ke kantor KPI Pusat. Kesamaan pemahaman tentang regulasi penyiaran selama sudah dilakukan KPI dengan membuka Sekolah P3 & SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) untuk praktisi lembaga penyiaran. Selain kerjasama KPI dengan televisi selama ini dalam melakukan pembinaan internal tentang regulasi penyiaran.

Selain itu Judha menyampaikan agenda KPI yang tengah melakukan evaluasi pada seluruh lembaga penyiaran yang akan melakukan perpanjangan izin penyelenggaran penyiaran di tahun 2016. Usai menayangkan cuplikan tayangan program Trans TV dan Trans 7 yang mendapatkan sanksi, Judha menyampaikan harapannya agar kedua televisi ini melakukan perbaikan. Mengingat grafik sanksi yang diterima keduanya menunjukkan adanya peningkatan.

Chairul sendiri menegaskan bahwa televisi miliknya telah mengubah target pasarnya, hingga lebih mengusung nilai-nilai yang edukatif dan inspiratif. CT menilai, dengan adanya perubahan target market tersebut, para produser harus membuat program siaran yang sesuai dengan karakteristik penonton, yang diyakini akan menjadi lebih berkualitas. 

Jakarta - Chairul Tanjung, pemilik televisi Trans 7 dan Trans TV mendukung pelaksanaan satu jam siaran lokal bersama pada jam produktif di waktu setempat.  “Yang penting semua televisi sepakat untuk menyiarkan pada jam yang sama!” ujar Chairul. Hal itu disampaikannya saat bertemu dengan jajaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di kantor KPI, (27/8).

Pernyataan Chairul ini menyambung pemaparan Komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Azimah Subagijo, tentang pelaksanaan siaran lokal dalam sistem siaran jaringan. Dalam pemaparannya, Azimah juga menyampaikan tentang pelaksanaan siaran konten lokal yang dilakukan oleh Trans Tv dan Trans 7. Menurut Azimah, KPI dan Kemenkominfo telah sepakat bahwa pelaksanaan siaran konten lokal menjadi salah satu komponen penilaian dalam proses evaluasi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran yang akan dilakukan lembaga penyiaran tahun 2016.

“KPI berkepentingan mengevaluasi penayangan konten lokal sebanyak minimal 10 persen dari seluruh waktu siar,” ujar Azimah.  Sedangkan untuk Kemenkominfo, ujar Azimah, penilaian yang dilakukan adalah maksimal relay yang boleh dilakukan oleh anggotan jaringan dari induk jaringan sebanyak 90 persen. “Jika penayangan muatan lokal kurang dari 10 persen, berarti relay yang dilakukan lebih dari 90 %,” tegas Azimah. Dari evaluasi yang sudah dilakukan tentang hal ini, Azimah menyampaikan bahwa sebagian besar lembaga penyiaran menayangkan konten lokal pada jam-jam yang tidak produktif.

Selain itu Azimah menjelaskan mengenai komponen penilaian pelaksanaan siaran konten lokal dalam sistem siaran jaringan. Komponennya adalah durasi minimal, penggunaan sumber daya lokal, waktu penayangan muatan lokal di waktu produktif (06.00-22.00 waktu setempat), serta muatan konten lokal yang memiliki kedekatan dengan publik lokal. Secara khusus Azimah menyarankan pada Chairul Tanjung agar Trans TV dan Trans 7 menayangkan adzan Maghrib waktu setempat di seluruh anggota jaringan, agar ada kedekatan dengan masyarakat lokal.

Tentang siaran konten lokal ini, Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi SK yang juga Komisaris Trans Media mengaku telah bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. ATVSI meminta agar pelaksanaan siaran konten lokal ini dilakukan dengan waktu bertahap. Ishadi menjelaskan pula mengenai kesulitan yang ditemui pengelola televisi dalam menyiarkan konten lokal.

Pertemuan tersebut menyepakati setidaknya lembaga penyiaran punya jam siaran bersama untuk siaran konten lokal minimal 30% dari kewajiban 10% dari keseluruhan waktu siaran, di jam produktif pada waktu setempat. Chairul Tanjung menyambut baik usulan KPI tersebut dan mendukung siaran lokal bersama ini. “Selama seluruh televisi sepakat dengan siaran bersama konten lokal ini, Trans TV dan Trans 7 mendukung!” ujarnya. Azimah juga mengakui pentingnya slot bersama siaran konten lokal bagi lembaga penyiaran. Hal ini akan memudahkan lembaga-lembaga rating melakukan penilaian terhadap muatan televisi pada jam siaran bersama tersebut.

Evaluasi pelaksanaan siaran konten lokal dalam sistem siaran jaringan sendiri sudah dilakukan KPI kepada sepuluh lembaga penyiaran. Rencananya, pada September mendatang KPI akan menyampaikan hasil evaluasi tersebut kepada Kemenkominfo sebagai bagian dari proses evaluasi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran.

Jakarta - Chief Executive Officer (CEO) Trans Corp Chairul Tanjung bersama jajaran Trans TV dan Trans7 berkunjung ke kantor KPI Pusat. Chairul Tanjung yang biasa dipanggil CT mengatakan, salah satu alasan KPI berdiri untuk mengawasi dan memperbaiki kualitas siaran Lembaga Penyiaran Indonesia.

"Jadi kunjungan ini untuk silaturahmi sekaligus dialog, karena sejak KPI berdiri 12 tahun yang lalu, saya belum pernah ke kantornya. Hari ini, akhirnya bisa terlaksana dan bisa melihat sistem kerja di sini," kata CT di Ruang Rapat KPI Pusat, Kamis, 27 Agustus 2015. Turut hadir dalam kunjungan itu, jajaran pejabat dari Trans Corp seperti Ishadi SK, Titin Rosmasari, Andi Chairil, Alfito Nova, dan sejumlah produser lingkup Trans Media.

Kunjungan diterima langsung oleh Ketua KPI Pusat Judhariksawan dan Komisioner lainnya seperti Agatha Lily, Azimah Subagijo, Sujarwanto Rahmat Arifin, Fajar Arifianto Isnugroho, Bekti Nugroho, Danang Sangga Buana, dan Amirudin serta Kepala Sekretariat Maruli Matondang. Judharisawan menjelaskan, KPI semula berencana mengundang seluruh pemilik dan jajaran petinggi Lembaga Penyiaran untuk sosialisasi perpanjangan izin sejumlah televisi untuk tahun depan di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Proses perpanjangan izin ini, menuruut Judha, akan sama pada periode sebelumnya, yakni Kominfo akan melibatkan KPI dalam rekomendasi perpanjangan izin. "Tapi Trans datang duluan, kami beritahukan saja sekalian. Nanti sosialisasi ini akan kami sampaikan ke seluruh Lembaga Penyiaran lainnya," ujar Judha. 

Dalam pertemuan itu CT mengatakan, pemilik televisi manapun tidak ada niat untuk melanggar aturan yang ada. Menurutnya, misi membangun Indonesia melalui televisi sesuai dengan tujuan KPI didirikan. Namun dalam pelaksanaannya, menurut CT, sering ada kelalaian dalam pelaksanaan di lapangan. "Barangkali ini masalahnya belum ada satu pemahaman antara KPI dan teman di pelaksana televisi ini sendiri," kata CT.

Di antara tugas KPI dalam Undang-undang Penyiaran adalah pengawasan dan memberikan teguran kepada Lembaga Penyiaran yang melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). Menurut Judha, dalam menjalankan tugasnya, KPI lebih mengedepankan pembinaan sebelum penjatuhan sanksi. "Ini dilakukan agar ada perbaikan untuk  tayangan berikutnya," ujar Judha.

Catatan-catatan pembinaan Lembaga Penyiaran dan teguran yang dikeluarkan KPI selama ini akan dikumpulkan dijadikan bahan evaluasi perpanjangan izin siaran. Menutut Judha, raport atau hasil evaluasi itu akan diserahkan ke Kominfo sebagai bahan rekomendasi perpanjangan, baik itu terkait isi siaran dan Sistem Siaran Jaringan.

Jakarta - Pemilik Televisi Trans TV dan Trans 7, Chairul Tanjung, berkomitmen untuk meningkatkan kualitas siaran televisi miliknya. Mengingat pada dasarnya semua lembaga penyiaran memiliki tujuan yang sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yakni menghadirkan muatan siaran yang berkualitas pada masyarakat. Hal itu disampaikan Chairul dalam pertemuan dengan jajaran komisioner KPI Pusat di kantor KPI Pusat (27/8).

Kepada Chairul Tanjung yang datang didampingi jajaran direksi Trans TV dan Trans 7 tersebut, KPI menayangkan cuplikan program-program siaran dari Trans TV dan Trans 7 yang mendapat sanksi dari KPI. Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyatakan bahwa KPI sudah memulai proses evaluasi kepada lembaga-lembaga penyiaran yang akan mengurus perpanjangan izin siaran tahun 2016.  Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara yang meminta KPI menyiapkan Rapor dari masing-masing televisi yang akan mengajukan perpanjangan izin tersebut.

Usai melihat cuplikan program dari kedua televisi miliknya yang mendapatkan sanksi dari KPI, Chairul Tanjung mengaku sependapat dengan KPI, bahwa hal-hal berlebihan seperti pornografi, kekerasan, berita kontroversi, pelanggaran privacy, dan pelanggaran perlindungan anak, harus dieliminir dari televisi. Dirinya bahkan meminta agar KPI memberikan duplikasi cuplikan tayangan yang mendapat sanksi tersebut agar dapat disosialisasikan kepada jajaran produser di televisi miliknya itu. “Agar para produser kami memiliki pemahaman yang sama tentang regulasi, mana yang boleh mana yang tidak,” ujarnya.

Selain itu untuk mendapatkan kesamaan pemahaman tentang regulasi penyiaran, Chairul berharap dapat membuat Sekolah P3&SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) secara inhouse bagi seluruh pekerja televisi miliknya, dengan arahan dari KPI Pusat. Namun demikian Chairul menyatakan bahwa masalah penggunaan jam siaran untuk acara semacam pernikahan Rafi Ahmad dan Nagita Slavina dapat didiskusikan lebih jauh.

Chairul menyampaikan pula tentang target pasar dari dua televisi miliknya yang bergeser ke arah middle up dengan mengusung nilai-nilai yang edukatif, inspiratif dan komunikatif. “Dengan begitu produser dituntut untuk membuat program siaran yang mengikuti target audience,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Komisaris Trans Media yang juga Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi SK ikut menyampaikan masukan kepada KPI.  “Kami mendukung KPI sebagai lembaga yang independen,” ujar Ishadi. Selain itu dirinya juga mengharapkan keadilan penegakan hukum agar para pekerja media dapat merasa terlindungi.

Atas pertemuan ini, Ketua KPI Pusat berharap Trans TV dan Trans 7 dapat melakukan perubahan muatan isi siaran menjadi lebih baik, selama setahun ke depan. “Harus diakui, grafik sanksi yang diterima Trans TV dan Trans 7 mengalami peningkatan ,” ujar Judha. Karenanya dia berharap, perbaikan kualitas siaran yang signifikan pada dua televisi ini. Selanjutnya, dalam proses evaluasi perpanjangan izin penyelenggaran penyiaran ini, KPI akan mengundang lembaga-lembaga penyiaran lainnya.

Jakarta – Umpatan dan celaan yang merendahkan martabat orang lain dari segi fisik, status atau profesi tidak boleh lagi ada di layar kaca meskipun hal itu untuk program candaan atau komedi. Kreatifitas dan kreasi dari artis atau komedian harus lebih cerdas dan berkualitas agar dampak candaan yang buruk tidak menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat.

“Rasanya tidak pas jika bahan lawakan mengedepankan hal-hal yang sensitif seperti merendahkan orang lain, baik itu secara fisik, profesi maupun status. Cobalah bahan-bahan lawakan atau cadaan yang mucul itu lebih bernas atau cerdas,” kata Komisioner bidang Isi Siaran, S. Rahmat Arifin saat membuka dialog dengan perwakilan ANTV guna membahas dua program acaranya yakni Pesbukers dan Baal Veer, Rabu, 26 Agustus 2015 di kantor KPI Pusat, Jakarta.

Menurut Rahmat, membuat orang tertawa itu sulit karena butuh ide yang tidak mudah. Tapi, alangkah bijaknya jika ide lawakan yang dimunculkan tidak melulu hal yang sifatnya merendahkan martabat orang lain atau ngerjain.

Selain lawakan, Rahmat juga meminta supaya tayangan yang segmennya untuk anak-anak dan remaja tidak menonjolkan hal yang sifatnya ngebully. Tontonan seperti ini tidak baik efeknya bagi anak-anak karena mereka mudah untuk meniru.

KPI sangat peduli terhadap perlindungan anak dan remaja yang direfresentasikan di dalam P3 dan SPS.  “Saya minta tolong agar intensitas dan kualitas dijaga betul. Konflik yang wajar saja. Kita pikirkan dampaknya pada anak-anak dan remaja,” kata Rahmat yang diikuti anggukan setuju Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily.

Sementara itu, pihak ANTV yang hadir dalam dialog tersebut diberi kesempatan menyampaikan penjelasan terkait beberapa adegan dalam program tersebut yang dinilai melanggar. Sebelumnya, di muka dialog, KPI Pusat menyuguhkan klip tayangan yang melanggar dari kedua program tersebut. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.