Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano di acara Sosialisasi Pengaturan Kampanye Pemilu 2019, di Arya Duta, Jakarta Pusat, Rabu (3/10/2018).

 

Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 boleh membuat iklan di luar iklan yang difasilitasi pihaknya. Namun iklan yang dibuat itu bukan iklan kampanye.

Hal itu dinyatakan Anggota KPU, Wahyu Setiawan, di depan peserta Sosialisasi Pengaturan Kampanye Pemilu 2019, di Arya Duta, Jakarta Pusat, Rabu (3/10/2018).

Wahyu menjelaskan iklan yang difasilitasi KPU hanya iklan kampanye. Jadi, iklan kampanye yang dibuat oleh peserta Pemilu tidak diperbolehkan pihaknya. 

Iklan yang dibuat peserta Pemilu dilarang mengandung unsur definisi kampanye yakni adanya visi, misi, program dan citra diri peserta Pemilu. “Jadi, kami persilahkan siapa pun untuk buat iklan tapi bukan iklan kampanye. Tapi untuk tahu itu bukan iklan kampanye, kita harus lihat dulu iklan kampanye atau bukan,” kata Wahyu. 

Wahyu mengatakan KPU tidak mengatur iklan yang bukan kampanye. Aturan iklan yang bukan kampanye ada di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Menurutnya, pembuatan iklan bukan iklan kampanye harus sesuai dengan aturan yang relevan yakni Undang-undang Penyiaran.

Menanggapi pernyataan Wahyu, KPI menghormati KPU sebagai pelaksana pemilu dan akan menjadikan Peraturan KPU (PKPU) tentang kampanye sebagai acuan utama dalam pengawasan penyiaran, pemberitaan dan iklan kampanye. 

Akan tetapi, KPI menyayangkan pengaturan yang memungkinkan peserta pemilu membuat iklan asalkan tidak memenuhi unsur kampanye. Masalahnya, hal ini dapat berpotensi menimbulkan implikasi serius di kemudian hari. “Kebijakan ini semacam membuka kotak pandora,” kata Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, kepada kpi.go.id. 

Menurutnya, setiap peserta pemilu akan berlomba membuat iklan dan menayangkan sebelum masa kampanye di lembaga penyiaran dimulai. Peserta pemilu yang memiliki kemampuan finansial yang besar, atau memiliki akses ke lembaga penyiaran akan lebih diuntungkan.

Semoga sinyalemen ini tidak terbukti. Kalau pun terjadi, KPI akan membawa masalah tersebut untuk dibahas di gugus tugas pengawasan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye. 

KPI tidak memiliki landasan hukum untuk mengatur iklan yang dibuat oleh peserta pemilu, karena UU Penyiaran hanya mengatur tentang iklan niaga dan iklan layanan masyarakat. Tidak ada pengaturan tentang iklan politik. ***

 

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, saat menjadi narasumber dalam acara Sosialisasi Peraturan Kampanye Pemilu 2019 yang diselenggarakan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di Arya Duta, Jakarta, Rabu (3/10/2018).

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan lembaga penyiaran untuk bersikap adil pada seluruh peserta Pemilu 2019, baik dalam konteks liputan, pemberitaan maupun iklan kampanye. Sikap ini guna mewujudkan Pemilu 2019 yang adil, aman dan damai.

Permintaan itu ditegaskan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, saat menjadi narasumber dalam acara Sosialisasi Peraturan Kampanye Pemilu 2019 yang diselenggarakan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di Arya Duta, Jakarta, Rabu (3/10/2018).

Menurut Hardly, frekuensi publik tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu dengan hanya misalnya meliput peserta yang terafiliasi dengan media tersebut. Media harus memberi ruang yang sama bagi peserta lain. “Konklusinya adalah media pada pemilu jangan memihak. Tidak boleh menggunakan frekuensi public untuk kepentingan politiknya,” jelasnya. 

Hardly menegaskan, media penyiaran harus tunduk pada aturan masa beriklan kampanye di lembaga penyiaran yakni 21 hari sebelum masa tenang. Jika ditemukan ada media yang menayangkan iklan kampanye di luar massa tersebut, KPI akan melakukan tindakan dengan terlebih dahulu membawanya ke gugus tugas pengawasan Pemilu 2019. 

“Media cetak, media elektronik, media dalam jaringan, media sosial, dan lembaga penyiaran dalam memberitakan dan menyiarkan pesan kampanye atau berita kampanye wajib mematuhi kode etik jurnalistik, pedoman pemberitaan dalam jaringan, P3SPS, dan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Hardly. 

Lembaga penyiaran harus memastikan akurasi informasinya melalui verifikasi berlapis alias cek dan ricek. Proposionalitas dan keberimbangan dalam seluruh program siaran dan menjadikan medianya sebagai wadah pendidikan politik bagi masyarakat. “Memperkuat demokrasi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pemilih dalam Pemilu 2019,” kata Hardly Stefano.  

Potensi masalah dalam pemberitaan di media penyiaran seperti penggiringan opini, berita hoax, tidak berimbang, maupun kurang proporsional harus diminimalisir dengan mengoptimalkan kerja gugus tugas pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye Pemilu 2019 yang terdiri dari KPI, KPU, Bawaslu dan Dewan Pers.

Peran gugus tugas, lanjut Hardly, harus melakukan pencegahan potensi pelanggaran di awal dengan sosialisasi peraturan dab kebijakan penyelenggara Pemilu pada seluruh pihak terkait. “Gugus tugas melakukan verifikasi bersama setiap potensi pelanggaran dan menindak secara bersama pada seluruh peserta Pemilu maupun lembaga penyiaran, apabila terbukti melakukan pelanggaran,” tutur Hardly di depan peserta sosialisasi yang datang dari perwakilan Partai Politik dan Tim Kampanye Calon Presiden (Capres) nomor urut 1 dan nomor urut 2.

Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, menyatakan siaran kampanye di media penyiaran sekarang sudah berjalan baik selaras dengan aturan. Hal ini dikarenakan ada penindakan di awal untuk meminimalisir potensi pelanggaran.   

Afif tetap mengingatkan media penyiaran untuk hati-hati tentang waktu beriklan kampanye di media. Pasalnya, kampanye di media cetak, elektronik dan media online itu dibatasi hanya 21 hari sebelum masa tenang, antara tanggal 23 Maret hingga 13 April 2018. 

“Ini harus hati hati untuk yang iklan di TV. Pencegahan itu penting untuk menjelaskan hal ini. Pelanggaran iklan kampanye di media penyiaran ini bias kena pidana. Biar kita sama sama menjaga kondusifitas, kita sampaikan pencegahannya,” kata Afif.

Sementara itu, perwakilan Dewan Pers menyatakan dukungan terhadap upaya penegakan asas proporsionalitas dan keberimbangan dalam setiap program acara terkait kampanye Pemilu 2019. Menurutnya, media harusnya menjadi media pendidikan politik, menguatkan kualitas dan mendorong partisipasi pemilu pada masyarakat. 

“Kami juga menekan media massa untuk memberikan kesempatan yang sama bagi peserta Pemilu dalam pemuatan dan penayangan iklan kampanye,” katanya. *** 

 

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, Mayong Suryo Laksono, Dewi Setyarini dan Nuning Rodiyah, diterima Ketua Dewan Pers, Yoseph  Adi  Prasetyo dan beberapa anggota,  Senin (1/10/2018) di Kantor Dewan Pers, Kebun Sirih, Jakarta. 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan koordinasi dengan Dewan Pers membahas pengaduan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat tentang pemberitaan yang ditayangkan di Metro TV, Senin (1/10/2018) di Kantor Dewan Pers, Kebun Sirih, Jakarta. 

KPI datang ke Dewan Pers dengan membawa rekaman tayangan Metro TV yang menjadikan pemberitaan Asia Sentinel sebagai sumber berita. Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, Mayong Suryo Laksono, Dewi Setyarini dan Nuning Rodiyah, dalam koordinasi tersebut diterima langsung Ketua Dewan Pers, Yoseph  Adi  Prasetyo dan beberapa anggota.

Hardly Stefano menyampaikan, koordinasi dengan Dewan Pers merupakan bagian dari proses penanganan pengaduan terhadap program siaran jurnalistik. 

“Kami butuh masukan dari Dewan Pers. Ini untuk menjadi bahan pertimbangan KPI dalam membuat keputusan. Untuk itu kami sudah siapkan bahan untuk Dewan Pers,” kata Hardly membuka pertemuan koordinasi tersebut. 

Sementara itu, Stanley, panggilan akrab Ketua Dewan Pers mengatakan, akan mengkaji rekaman program siaran yang diberikan oleh KPI. Dewan Pers akan melihat sejauh mana potensi pelanggaran Kode Etik Jurnalistik yang dilakukan oleh Metro TV. Selanjutnya akan dilakukan proses ajudikasi terhadap permasalahan ini.

“Nanti kita akan panggil Metro TV, beserta dengan media online dan cetaknya.  Kita akan melakukan proses ajudikasi dengan mengundang para pihak  dan juga akan melibatkan KPI,” kata Stanley. 

Koordinasi seperti ini harus dilanjutkan ke depannya. Dalam waktu deka,t Dewan Pers dan KPI akan bertemu kembali untuk membuat keputusan terhadap program siaran Metro TV yang diadukan oleh DPP Partai Demokrat.  ***

 

Proses ajudikasi yang diprakarsai Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memutuskan pengaduan berita oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat terhadap Metro TV di Kantor Dewan Pers pada Rabu (3/10/2018).

 

Jakarta - Proses ajudikasi yang diprakarsai Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memutuskan pengaduan berita oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat terhadap Metro TV di Kantor Dewan Pers pada Rabu (3/10/2018) tidak terjadi karena pihak Metro TV menolak risalah yang disusun oleh Komisi Pengaduan Dewan Pers.

Pengaduan DPP Partai Demokrat yang diajukan ke Komisi Penyiaran Indonesia maupun Dewan Pers telah ditindaklanjuti dengan mengundang pihak Metro TV. Materi pengaduan adalah berita, talk show, dan editorial Media Indonesia yang mendasarkan pada berita di media online Asia Sentinel unggahan tanggal 10 September 2018 berjudul “Indonesia's SBY Government: 'Vast Criminal Conspiracy”.

Muatan berita, talk show, dan editorial itu dinilai telah merugikan nama baik mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Partai Demokrat.

Ketika pada tanggal 19 September 2018, Asia Sentinel mencabut berita tersebut dan meminta maaf atas kesalahan proses dan ketidakberimbangan narasumber, Tergugat, dalam hal ini Metro TV, menayangkannya dalam sejumlah berita pada tanggal 20 dan 21 September 2018, namun oleh Penggugat (DPP Partai Demokrat), pemberitaan itu dinilai tidak proporsional dan tidak memperhatikan aspek kerusakan yang diakibatkan oleh berita, talk show, dan editorial di hari-hari sebelumnya. Maka pihak Penggugat meminta hak jawab dan Tergugat juga meminta maaf kepada penonton dan masyarakat.

Atas risalah tersebut pihak Metro TV menolak. "Kami telah melakukan proses jurnalistik secara benar dan seimbang," kata Don Bosco Selamun menjelaskan pada bagian pertama proses ajudikasi pada pagi hari (3/10) itu. "Kami juga menampilkan wawancara beberapa pengurus Partai Demokrat seperti Syarif Hassan, Ferdinand Hutahean pada berita-berita kami, juga Didi Irawadi Syamsudin melalui wawancara telepon." Dalam memperkuat argumen kredibilitas Asia Sentinel, pihak Metro TV juga sudah melakukan serangkaian wawancara melalui surel dengan John Berthelsen, editor kepala Asia Sentinel dan penulis artikel tersebut.

Karena tidak terjadi titik temu, maka Dewan Pers akan melakukan Rapat Pleno untuk membahas lebih lanjut, apakah akan mengambil keputusan lagi atau mempersilahkan kedua Pihak menempuh jalur penyelesaian di luar Dewan Pers.

Maka sidang ajudikasi yang dipimpin oleh anggota Dewan Pers Imam Wahyudi dan Hendry Ch Bangun, dengan disaksikan komisioner KPI Mayong Suryo Laksono, Dewi Setyarini, dan Nuning Rodiah, menghadirkan Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan dan tim medianya, serta Pemimpin Redaksi Metro TV Don Bosco Selamun berserta jajaran pimpinan newsroom, berakhir tanpa kesepakatan.

“Rapat Pleno Dewan Pers nanti akan menghasilkan keputusan, apakah akan membatasi pengaduan ini dalam lingkup Dewan Pers atau menyerahkan kedua pihak untuk menempuh proses hukum,” kata Imam Wahyudi. MSL

 

 

Jakarta – Peristiwa gempa dan tsunami di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah, yang memakan banyak korban jiwa dan materi, membuat duka dan keprihatinan mendalam bagi kita semua. Peristiwa ini kita sadari juga menimbulkan dampak psikologis berupa trauma terhadap orang-orang yang mengalaminya, baik orang dewasa maupun anak-anak.

Kejadian luar biasa seperti bencana di Sulteng sangat mudah bagi kita menemukan dokumentasinya. Dokumentasi yang dibuat oleh masyarakat menjelang atau pada saat berlangsungnya suatu peristiwa bencana dapat diakses siapapun lewat kemajuan teknologi komunikasi. Bahkan, rekaman tersebut umumnya disiarkan lembaga penyiaran demi menambah informasi kepada masyarakat. Sayangnya, sering kali tidak melalui proses verifikasi yang memadai. Dibutuhkan batasan-batasan tertentu agar lembaga penyiaran tidak menambah atau menimbulkan dampak negatif terhadap korban bencana maupun masyarakat. 

Terkait hal itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan surat edaran yang meminta kepada seluruh lembaga penyiaran televisi untuk memperhatikan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 terkait kewajiban dan batasan dalam menayangkan peliputan bencana atau musibah pada program siaran jurnalistik antara lain:

Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, tujuan surat edaran ini agar lembaga penyiaran senantiasa mengingat dan berpedoman pada kaidah-kaidah penayangan liputan bencana di lembaga penyiaran. Pertimbang wajibnya adalah proses pemulihan korban, keluarga, dan masyarakat. 

Menurut KPI, kata Andre selaras dengan surat edaran yang dikeluarkan, lembaga penyiaran dilarang menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat, dengan cara memaksa, menekan, dan/atau mengintimidasi untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya.

“Lembaga penyiaran juga dilarang menampilkan gambar dan atau suara saat-saat menjelang kematian. Mewawancarai anak di bawah umur sebagai narasumber peristiwa bencana tersebut. Menampilkan gambar korban atau mayat secara detail dengan close up dan atau menampilkan gambar luka berat, darah, atau potongan organ tubuh,” jelas Andre.

Selain itu, lembaga penyiaran wajib menampilkan narasumber kompeten dan terpercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah. “Masyarakat harus diberikan informasi dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, benar dan jelas terkait kejadian tersebut. Setiap berita harus melalui verifikasi serta cek dan ricek agar masyarakat mendapatkan informasi yang tidak menimbulkan kegaduhan dan ketidakjelasan,” kata Andre. 

Berikut ini isi dari surat edaran KPI Pusat terkait kewajiban dan batasan dalam menayangkan peliputan bencana atau musibah pada program siaran jurnalistik antara lain:

1) Wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan/atau masyarakat;

2) Dilarang :

a. Menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat, dengan cara memaksa, menekan, dan/atau mengintimidasi untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya;

b. Menampilkan gambar dan/atau suara saat-saat menjelang kematian;

c. Mewawancarai anak di bawah umur sebagai narasumber;

d. Menampilkan gambar korban atau mayat secara detail dengan close up; dan/atau

e. Menampilkan gambar luka berat, darah, dan/atau potongan organ tubuh.

3) Wajib menampilkan narasumber kompeten dan terpercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.