Pontianak – Pemuda terbaik saat ini bukan lagi pemuda yang hanya memiliki tenaga fisik yang kuat dan memiliki prestasi akademik yang tinggi. Pemuda yang terbaik saat ini adalah pemuda yang memiliki kemampuan literasi media yang maksimal. Di tengah tingginya konsumsi media penyiaran, pemuda harus lebih cerdas dalam menyikapi arus informasi yang semakin hari tidak mudah dikendalikan.
 
Hal tersebut menjadi penutup kegiatan Kuliah Umum tentang Literasi media yang diselenggarakan oleh Prodi Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjung Pura, di Canopy Center Pontianak Kalimantan Barat, Jumat (28/10).
 
Hadir dalam acara ini Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat sebagai narasumber Mayong Suryo Laksono, Kaprodi Komunikasi Aaliyah Fitriyah Hanum serta dosen Komunikasi FISIP Untan Netty Herawaty dan Dewi Utami.
 
“Di tengah membanjirnya arus informasi dari media penyiaran dan media sosial, anda para mahasiswa punya peran vital dalam menghadang, menahan informasi yang tidak jelas. Anda punya kemampuan untuk mem-filter informasi yang tepat buat orang tua, adik, kakak, serta masyarakat. Anda adalah agen literasi media yang efektif,” papar anggota KPI Pusat Mayong Suryo Laksono di hadapan para mahasiswa prodi Komunikasi FISIP Universitas Tanjung Pura.
 
Tidak dapat dipungkiri media penyiaran memiliki nilai positif tapi juga mereka memiliki dampak negatif. Secara teori media bertugas memberikan informasi yang benar, mendidik dengan pengetahuan, memberikan hiburan yang sehat dan sebagai kontrol sosial. Di masyarakat, ada yang benci program tayangan yang tidak manfaat tapi tetap ditonton.
 
“Masyarakat kita saat ini belum mengerti sepenuhnya soal rating. Ada tayangan yang mereka benci mati-matian karena tidak bermanfaat. Tapi kebencian itu tidak membuat mereka dan juga anda untuk mematikan televisi. Inikan namanya benci tapi rindu. Ini salah satu tugas anda (mahasiswa) menjadi agen literasi media ditengah masyarakat,” katanya.
 
Mayong Suryo Laksono juga menjelaskan  pentingnya keterlibatan masyarakat dalam menciptakan siaran yang sehat. Penyiaran yang sehat bukan hanya tugas KPI semata. Mayong menyampaikan, masyarakat juga punya hak untuk menentukan program mana yang berkualitas dan tidak. “Yakni dengan memilih dan memilah mana tayangan yang tepat bagi anggota keluarga,” lanjutnya.
 
Pada akhir sesi, pembawa acara program Cinema Cinema di tahun 90 an itu menjawab pertanyaan mahasiswa perihal pengebluran terhadap beberapa tayangan yang tidak pada tempatnya. Bagaimana aturan pengebluran di KPI. Mayong menjelaskan, pengebluran bukan dilakukan oleh pihak KPI melainkan oleh quality control di televisi yang bersangkutan.
 
“Kita apresiasi mereka atas kekhawatiran potensi pelanggaran yang ada. Namun faktanya,  pengebluran itu tidak pada tempatnya. KPI bukan lembaga Komisi Pengebluran Indonesia. Tidak ada satu alat pun atau program di kantor kami yang dapat melakukan blur pada tayangan televisi,” kata Mayong mengakhiri kuliah umum. (MY)
(foto: FISIP UNTAN)

Jakarta – Rangkaian pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) di sejumlah daerah mulai menggeliat sejak diumumkannya peserta pasangan kepala dan wakil kepala daerah oleh KPUD setempat. Setelah itu, para peserta Pemilukada bergerak cepat mencari simpati publik (kampanye) baik itu secara langsung maupun lewat media. Pada masa-masa itu, aktifitas pemantauan menjadi pekerjaan besar lembaga pengawas seperti KPI, Bawaslu dan KPU agar proses penyelenggaraan Pemilukada serentak di 101 daerah berjalan sesuai harapan.

Dalam konteks itu, semua aturan mengenai kampanye harus ditaati setiap para peserta. Demikian halnya dengan media. Mengapa, karena media memiliki andil besar dan bisa mempengaruhi dan mengarahkan opini publik melalui informasinya. Intinya, isi siaran yang seimbang, adil dan baik tentunya berdampak kondusif dengan jalannya Pemilukada.

Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah mengatakan, pemilukada dan penyiaran memiliki kaitan kuat karena ini menyangkut adanya hak publik di dalamnya. Hak publik itu antara lain hak mendapatkan informasi yang benar, akurat dan berkualitas.

Persoalan ini juga berkaitan dengan kebutuhan peserta terhadap lembaga penyiaran sebagai penghubung mereka dengan publik. “Karenanya, antara peserta dan lembaga penyiaran saling bergantung dan berkepentingan,” kata Nuning di depan puluhan peserta FGD (fokus grup diskusi) tentang Pengaturan dan Pengawasan Penyiaran Kampanye Serentak di Media Penyiaran yang berlangsung di kantor KPI Pusat, Kamis, 27 Oktober 2016.

Menurut Nuning, berdasarkan kebutuhan dan hak publik tersebut seharusnya lembaga penyiaran bisa netral dan independen pada saat Pemilukada. Selain itu, lembaga penyiaran mesti mengikuti aturan dan batasan terkait penyiaran Pemilukada, baik itu menyangkut iklan, berita, talkshow dan lainnya berlandaskan peraturan KPU.

Apa yang disampaikan Nuning sangat beralasan dan searah dengan tujuan penyiaran sebabnya KPI Pusat sebagai lembaga negara yang bertanggungjawab melakukan pengawasan isi siaran terus mengupayakan adanya keberimbangan isi siaran terlebih pada saat masa-masa berlangsungnya kampanye hingga pelaksanaan pemungutan suara dan juga proses setelahnya.

Sementara itu, Kabag Humas KPU Pusat Robby Leo mengatakan, pihaknya meminta adanya keberimbangan informasi atau pemberitaan pemilukada atau kampanye di lembaga penyiaran. Selain itu, setiap pemberitaan kampanye harus mengikuti aturan yang ada dalam peraturan penyiaran sesuai dengan ketentuan dalam PKPU.

Terkait dengan penayangan iklan politik peserta Pemilukada, KPU tetap berpijak dengan aturan 14 hari sesuai ketentuan KPU. Kemudian, iklan politik atau kampanye di fasilitasi oleh KPUD setempat karena menggunakan APBD. Selain itu, KPUD bisa menentukan jumlah penayangan dan durasi dengan memperhatikan azas keberimbangan dan keadilan. “Materi iklannya sesuai dengan peraturan yang berlaku,” katanya.

Terkait pengawasan Pemilukada 2017, kata Robby, pihaknya bersama KPI akan bekerjasama dengan membentuk gugus tugas di semua daerah yang menyelenggarakan Pemilukada. Tim ini akan melakukan pengawasan terhadap aktifitas penyiaran menyangkut Pemilukada di semua daerah tersebut. “Akan ada MoU antara KPU dan KPI menyangkut koordinasi penyiaran monolog dan dialog,” paparnya.

Di tempat yang sama, menyangkut konten siaran kampanye, Wakil dari Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Pusat, Siti Kofifah meminta materi pembeirtaan kampenye tidak mengandung unsur SARA. Hal ini untuk menciptakan suasana kondusif. Selain itu, materi kampanye berbau SARA masuk dalam konteks pidana.

Persoalan lain yang menjadi tantangan Bawaslu adalah terkait pengaturan kampanye di media sosial. Selain itu, pengawasan di media sosial belum ada. Padahal, media ini memiliki rentangan jangkauan yang jauh dan sangat lebar. ***

Jakarta - Diantara tugas dan kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang disebutkan dalam regulasi adalah menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia. Karenanya keberadaan juru bicara bahasa isyarat di televisi harus dikawal realisasinya, guna memenuhi hak-hak warga negara penyandang disabilitas, khususnya bisu dan tuli. Hal tersebut disampaikan oleh Komisoner KPI Pusat bidang kelembagaan, Ubaidillah, saat bertemu dengan perwakilan organisasi penyandang disabilitas bisu dan tuli, Pusat Layanan Juru Bicara Bahasa Isyarat (PLJ) dan Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin), (19/10).

Dalam kesempatan tersebut Jumiati dari PLJ menyampaikan bahwa para penyandang disabilitas khususnya bisu dan tuli membutuhkan juru bicara bahasa isyarat pada beberapa program di televisi. Diantaranya adalah program berita, debat politik, komedi dan komedi. Dirinya menyampaikan kritik atas program berita di televisi yang muncul terlalu pagi atau terlalu malam. Padahal, ada beberapa stasiun televisi yang sempat menyediakan juru bicara bahasa isyarat untuk program berita, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran, Dewi Setyarini mengapresiasi masukan dari kelompok masyarakat berkebutuhan khusus ini.  “Kami akan mendorong kalangan industri untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan juru bicara bahasa isyarat”, ujarnya. Bagaimana pun juga, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) mengakomodir kehadiran bahasa isyarat untuk digunakan dalam mata acara tertentu untuk khalayak berkebutuhan khusus.

Bambang Prasetyo dari  Gerkatin menyampaikan bahwa penyandang disabilitas bisu tuli mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi melalui media penyiaran. Dalam beberapa kesempatan organisasinya mendatangi beberapa lembaga penyiaran, namun tanggapan yang didapat justru mengatakan bahwa penyediaan juru bicara bahasa isyarat adalah kewajiban pemerintah.

Sedangkan catatan penting yang disampaikan oleh Jumiati adalah juru bicara bahasa isyarat harusnya disediakan pada program peringatan dini bencana. Jumiati memberikan contoh pada negara lain seperti Filipina dan Jepang yang memiliki problem bencana alam yang sama seperti Indonesia.  Ketersediaan juru bicara bahasa isyarat untuk program peringatan dini bencana ataupun pasca bencana akan meningkatkan keselamatan para penyandang disabilitas bisu dan tuli atas dampak yang timbul dari bencana.

Ubaidillah menegaskan, bahwa KPI sudah meminta komitmen dari 10 (sepuluh) lembaga penyiaran yang mengajukan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) untuk menyediakan juru bicara bahasa isyarat guna memenuhi hak-hak masyarakat penyandang disabilitas. Karenanya Ubai berharap,  organisasi masyarakat penyandang disabilitas ikut memberikan rumusan tentang teknis penyediaan juru bicara tersebut. Termasuk diantaranya standarisasi penggunaan jenis bahasa isyarat yang disepakati oleh seluruh kelompok penyandang disabilitas bisu dan tuli.

Denpasar-Dari hasil pantaun langsung oleh KPID Bali diketahui dalam satu bulan ada sejumlah lembaga penyiaran swasta dengan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) dalam program siaran muatan lokalnya 70% nya adalah mata acara yang di putar secara berulang-ulang. Diketahui pemutaran dilakukan secara berulang dalam waktu satu minggu hingga dua mingu sekali.

Tiga tahun terakhir, pemantauan program siaran muatan lokal rutin dilakukan oleh KPID Bali pada 13 stasiun televisi swasta SSJ. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah siaran muatan lokal pada televisi SSJ sudah dilakukan minimal 10% sesuai aturan bidang penyiaran. Stasiun televisi SSJ adalah stasiun televisi yang mengantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) berjaringan di daerah Bali sejak tahun 2012 dimana induk jaringannya ada di Jakarta yaitu : Global TV, Trans 7, Trans TV, TV One, Metro TV, RCTI, NET TV, SCTV, INDOSIAR, MNC TV, ANTV, KOMPAS Dewata dan I NEWS/BMC.

KPI secara nasional sejak tahun 2012 terus mendorong lembaga penyiaran televisi SSJ dapat memenuhi minimal 10 % kontens lokal. Untuk wilayah Bali dari hasil pemantauan menunjukan durasi siaran kontens lokal diketahui masih belum memenuhi ketentuan minimal 10% dari total jam siaran.

Data menunjukan pada triwulan pertama 2015 secara keseluruhan rata-rata tayangan kontens lokal masih dibawah 10% yaitu rata-rata 3,87 % dan pada triwulan pertama 2016 durasi kontens lokal jauh meningkat menjadi rata-rata 7,42 %.

Sementara dari hasil pantaun tiga bulan terakhir tahun 2016, bulan Juli persentase kontens lokal rata-rata 6,69%, bulan Agustus 6,95% dan bulan Oktober 7,23 %. Berdasarkan jam tayang kontens lokal tersebut ditayangkan tersebar pagi Pk. 06.00 wita hingga sore dan dini hari sekitar Pk. 02.56 Wita hingga pagi Pukul 05.55 Wita. Siaran Trisandya walau termasuk kontes lokal, namun dalam perhitungan ini tidak dimasukan karena sudah menjadi program siaran rutin.

Dari 13 stasiun SSJ yang dipantau hingga bulan September 2016 sebagian sudah ada yang mampu memenuhi kontens lokal minimal 10% yaitu pada bulan Juli ada 6 stasiun (40%), bulan Agustus 5 stasiun (33,33%) dan bulan September 5 stasiun (33,33%). Sementara dua stasiun TV yaitu; Bali TV dan TVR I BALI dalam perhitungan ini dipisahkan karena status ijin Bali TV adalah Lembaga Penyiaran Lokal dan TVRI Bali adalah Lembaga Penyiaran Publik. Kedua stasiun televisi tersebut sudah menayangkan kontens lokalnya diatas 10%.

Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Ni Putu Suaryani berharap, kedepan durasi kontens lokal oleh stasiun TV SSJ dapat terus ditingkatkan, mulai minimal 10%, kami juga banyak menerima aduan kontens lokal di tayangkan secara berulang-ulang dan penyangan kontens lokal pada jam malam hingga subuh, ucap Suaryani.

Pemantauan isi siaran oleh KPID Bali dilakukan untuk mengetahui sejauh mana lembaga penyiaran SSJ melakanakan aturan bidang penyiaran yaitu wajib menayangkan minimal 10 % kontens lokal. Penayangan kontens lokal juga sejalan dengan mandat UU No. 32/2002 tentang Penyiaran yaitu pentinganya keragaman isi dalam program siaran (diversity of contens) –dalam hal ini termasuk muatan lokal.

Staf monitoring siaran KPID Bali Putu S. Mardawa mengatakan, data siaran muatan lokal tersebut belum di bedakan berdasarkan ruang lingkup dan penggolongan program siaran seperti ketentuan dalam Peraturan KPI No. 2/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran, hal itu membutuhkan kajian yang lebih komprehensif lagi, terang Mardawa.

“Kendala kami saat monitoring adalah peralatan komputer yang sering eror, sehingga peralatan monitoring butuh perawatan rutin karena menyala 24 jam untuk memantau seluruh stasiun,”imbuhnya.

Seperti diketahui Ijin Penyelenggaran Penyiaran Televisi berlaku 10 tahun dan dapat diperpanjang. Terkait hal ini Ketua KPID Bali AA. Gede Rai Sahadewa mengatakan, dunia penyiaran sangat kompleks karena memadukan sisi kepentingan industri dan kepentingan publik, hal itu mengharuskan KPI melakukan monitoring isi siaran secara rutin. UU menyebutkan penilaian isi siaran terkait dengan aspek perizinan yaitu seperti yang tertuang dalam pasal 33 ayat 3 UU No. 32/2002 tentang Penyiaran yang menyebutkan; “Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran berdasarkan minat, kepentingan dan kenyamanan publik”. Data ini hanya gambaran umum saja, tentu sangat terbuka untuk dikaji kembali, pungkas Sahadewa .

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memberi peringatan kepada RCTI, MNC TV, I-News TV dan Global TV terkait intensitas penayangan iklan “Partai Perindo” yang dinilai tidak wajar, Senin, 17 Oktober 2016.

Menurut penjelasan KPI Pusat dalam surat peringatannya ke empat stasiun televisi tersebut, tayangan iklan dengan muatan mars Partai Perindo berpotensi mengganggu kenyamanan publik akibat intensitas tayangnya yang berlebihan.

Selain itu, siaran iklan Partai Perindo tidak memperhatikan ketentuan tentang perlindungan kepentingan publik yang diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012.

KPI Pusat juga menerima banyak aduan dari masyarakat perihal tayangan iklan Partai Perindo. Berdasarkan data pengaduan masyarakat yang KPI Pusat terima, siaran iklan Partai Perindo dinilai sangat sering ditayangkan.

Dalam empat surat peringatan itu, KPI Pusat menjelaskan bahwa peringatan yang dilayangkan merupakan bagian dari pengawasan KPI Pusat terhadap pelaksanaan peraturan serta P3 dan SPS oleh lembaga penyiaran, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 

KPI Pusat berharap RCTI, Global TV, MNC TV dan I-News TV segera menindaklanjuti aduan masyarakat tersebut dan senantiasa menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan dalam penayangan sebuah program siaran. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.