- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 26725
Gorontalo – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, menyinggung persoalan media digital yang belum memiliki payung hukum atau regulasi yang mengatur. Karenanya masyarakat harus memiliki peran aktif dalam memilah dan memilih setiap informasi dari media digital atau sosial.
Menurutnya, informasi yang berasal dari media sosial belum dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan validasinya seperti yang ada di media penyiaran.
“Ini pekerjaan rumah kita yakni pengawsan penyiaran di media digital yang belum punya payung hukum yang jelas. Untuk penyiaran free to air sudah bisa kita kategorikan tertib, tapi untuk media digital dibutuhkan peran aktif masyarakat untuk memilih dan memilah informasi yang tepat, kogkretnya setiap masyarakat harus aktif dalam melawan hoax,” ujar Yuliandre dalam acara Dialog Publik Nasional, di Provinsi Gorontalo, Senin (17/10/2018).
Acara yang dibuka oleh Asisten I Gubernur Gorontalo Syukri Botutihe dan dihadiri praktisi media, perwakilan pemerintah daerah, mahasiswa, dan para professional di Gorontalo, merupakan bagian dari edukasi dan sosialisasi tentang peran penting media penyiaran darlan membangun karakter bangsa.
Ketua KPI Pusat menegaskan, penyiaran yang sehat adalah hak masyarakat. Karena dengan menghadirkan pemberitaan dan informasi yang berimbang, maka akan terciptanya harmonisasi dalam masyarakat.
Sementara, Komisioner KPI Pusat Obsatar Sinaga menyampaikan pentingnya peran masyarakat menyambut era digital, peran ini harus dimaksimalkan baik itu infrastruktur dan literasi media di masyarakat.
“Dari 20 Negara, internet Indonesia berada di urutan kedua termurah, tapi bandwith dan kecepatan justru ketiga terendah dari tingkat digitalisasi 20 negara di berbagai benua. Baru 30% sampai 40% masyarakat Indonesia yang mendapat akses Internet,” kata Obsatar.
Anggota Komisi I DPR RI, Elnino M. Husein mengatakan penguatan penyiaran melalui KPI harus segera didorong dengan melakukan percepatan revisi UU No. 32 Tahun 200. “Revisi Undang-undang Penyiaran akan menentukan pembentukan karakter bangsa,” tambah Elnino.
Masyarakat sebagai Agent of Change
Selain soal media sosial, Yuliandre menambahkan pentingnya literasi media secara massif kepada masyarakat. Edukasi seperti ini sangat dibutuhkan dikarenakan perkembangan media yang pesat dari sisi kuantitasnya.
“Masyarakat semakin banyak disuguhi isi siaran yang beragam. Hanya saja, tidak semua sajian media berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan pengembangan serta perbaikan masyarakat,” katanya.
Menurut Andre, panggilan akrabnya, peran serta masyarakat sangat bergantung pada tingkat perhatian masyarakat terhadap dunia penyiaran. Semakin tinggi perhatian, maka semakin tinggi pula tingkat peranan mereka.
“KPI menginginkan adanya penguatan sinergi dengan masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap dunia penyiaran. Semakin banyak masyarakat yang peduli, maka akan meningkatkan posisi tawar masyarakat di hadapan lembaga penyiaran,” jelas Andre.
Andre menambahkan, dukungan dari DPR sangat dibutuhkan terutama untuk penguatan kelembagaan KPI. “Kami berharap Undang-undang Penyiaran yang baru segera disahkan. Karena majunya penyiaran Indonesia, salah satunya juga karena peran DPR,” katanya.
Menurut Andre, jika selera siaran publik makin baik hal ini akan berimplikasi dengan sajian siaran. “Masyarakat sebagai penerima suguhan siaran, merupakan mata rantai yang tidak bisa dipisahkan dan saling mempengaruhi,” paparnya.
Dialog publik ini juga menghadirkan narasumber lain seperti Mohamad Reza sebagai dosen komunikasi Universitas Negeri Gorontalo dan Komisioner KPI Pusat Ubaidillah. ***