- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 1163
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta lembaga penyiaran khususnya Trans TV lebih selektif menampilkan isi konten acara infotainment maupun variety show yang kecenderungannya mengarah pada konflik. Isu-isu negatif dari public figure atau selebriti sebaiknya tak usah ditampilkan dan lebih bijak diganti hal-hal berprestasi.
Harapan tersebut disampaikan Anggota KPI Pusat Tulus Santoso di sela-sela acara pembinaan untuk dua program acara (Pagi-pagi Ambyaaar dan Insert Pagi) Trans TV yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Kamis (2/11/2023) lalu.
“Dari pada menampilkan konflik, lebih baik menampilkan tokoh-tokoh atau artis yang berprestasi yang juga menarik untuk diangkat. Jadi ketika penonton menyaksikan bisa mendapatkan sesuatu yang baik. Jadi ada unsur edukasinya,” tambah Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat.
Tulus menyampaikan, dari pantauan KPI Pusat isi program infotainment lebih sering memuat konten tentang konflik pribadi para selebriti. Terkadang konflik yang terjadi tidak besar, lantas kemudian dibesar-besar dalam konten tersebut. Bahkan, para selebriti kurang dikenal juga masuk bahasan di program.
“Kami berharap hal ini bisa diperbaiki. Perlu pertimbangan dari lembaga penyiaran untuk mengangkat tokoh yang tidak akan menimbulkan kesulitan bagi lembaga penyiaran. Tidak semua hal patut difasilitasi,” ujar Tulus.
Hal senada soal kehati-hatian penayangan konten konflik pribadi dalam tayangan infotainment turut disampaikan Anggota KPI Pusat Aliyah. Menurutnya, ada ketidakpatutan yang mesti dipahami ketika hal itu menyangkut persoalan privasi. Jangan sampai ketika itu ditayangkan justru membuat konfliknya makin berlarut.
“Pertengkaran saling menyaut tidak seharusnya ditayangkan. Jangan sampai hal-hal seperti ini ditonton oleh anak-anak,” kata Aliyah.
Sementara itu, Anggota KPI Pusat Muhammad Hasrul Hasan menyayangkan prinsip-prinsip jurnalistik dalam program infotainment dalam membuat produk jurnalistik cenderung diabaikan. Menurutnya, untuk sebuah produksi jurnalistik harus ada etiknya seperti soal keberimbangan.
Hasrul juga menyoroti fenomena yang terjadi sekarang bagaimana televisi justru menjadikan media sosial sebagai sumber informasi. Padahal sebelumnya, informasi televisilah yang menjadi rujukan media sosial.
“Kita tidak harus buru-buru menayangkan di televisi. Ada P3SPS (pedoman perilaku penyiaran dan standari program siaran) KPI yang harus kita pahami. Kualitas program juga harus diperbaiki. Jangan hanya kita mengejar rating dan share,” pintanya.
Dalam pembinaan itu, hadir perwakilan Trans TV dan tim produksi di dua program acara tersebut. Mereka mengatakan seluruh masukan KPI Pusat akan menjadi bahan pertimbangan untuk perbaikan internal. ***