Jakarta - Pers Indonesia harus melakukan konsolidasi guna memastikan akses informasi yang sesuai hak asasi manusia dapat terpenuhi bagi seluruh rakyat Indonesia.  Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis menilai, membanjirnya informasi yang di tengah masyarakat baik itu didapat melalui insitusi pers resmi ataupun media-media sosial yang menjadi kanal-kanal baru bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapat, merupakan tantangan tersendiri bagi dunia pers saat ini.  Hal tersebut disampaikan Yuliandre di sela-sela peringatan Hari Pers Nasional 2017 di Ambon, (9/2).
 
“Produksi berita-berita hoax atau berita palsu, telah menjadi ancaman bagi kehidupan berdemokrasi kita”, ujar Yuliandre. Untuk itu, sebagai salah satu pilar demokrasi, Pers harus memastikan informasi yang disampaikan ke tengah masyarakat telah teruji akurasi dan validitasnya. “Informasi yang valid dan akurat, akan membantu masyarakat mengambil keputusan yang tepat untuk kesinambungan kehidupan mereka”, ujar Yuliandre.
 
Pria asal ranah Minang ini mengutip pesan dari Presiden Joko Widodo dalam acara yang sama, bahwa media harus tetap menjunjung etika jurnalistik yang menuntut faktualitas, obyektivitas dan disiplin melakukan verifikasi.  Selain itu, Yuliandre berharap pers juga tetap mengedepankan independensi dan menjaga jarak dengan kekuasaan, agar tidak kehilangan daya kritis.
 
“Kita masih tetap membutuhkan hadirnya pers yang sehat agar mekanisme check and balance juga hadir, untuk menghasilkan tatanan demokrasi yang lebih berkualitas”, ujar Yuliandre.  Selain itu, tambahnya, pers Indonesia juga diharap berperan aktif dalam mengawal demokrasi yang memberikan kesejahteraan rakyat dan menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta seluruh lembaga penyiaran untuk ikut menciptakan suasana kondusif dalam masa peyelenggaraan Pilkada Serentak 2017. Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat edarannya yang ditandatangani Wakil Ketua KPI Pusat ke seluruh lembaga penyiaran, Rabu, 8 Februari 2017.

Upaya yang harus dilakukan lembaga penyiaran, menurut KPI dengan menyiarkan pemberitaan/informasi terkait Pilkada secara berimbang, proporsional dan mengedepankan netralitas. Kemudian, mengutamakan kemaslahatan masyarakat dengan mempertimbangkan kemungkinan dampak dari setiap pemberitaan, informasi, ataupun program siaran lain yang ditayangkan.

Selain itu, lembaga penyiaran diminta untuk menghindari pemberitaan, informasi, atau program siaran yang menghasut, mengadu domba perseorangan maupun masyarakat, bersifat fitnah, menyesatkan, bohong dan mendiskreditkan pasangan calon atau tokoh politik tertentu.

Mengenai hal-hal lain terkait penyiaran penyelenggaraan Pilkada, KPI Pusat meminta lembaga penyiaran agar tetap tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Edaran yang disampaikan KPI Pusat ini juga ditembuskan ke Presiden Republik Indonesia, Komisi I DPR RI, Menteri Komunikasi dan Informatika, KPU RI, Bawasalu, Dewan Pers dan KPI Daerah seluruh Indonesia. ***

Ambon - Semua orang memiliki hak yang sama utk mendapatkan informasi, termasuk yg ada di perbatasan, untuk itu perlu system distribusi informasi yang baik, salah satunya seperti hadirnya Lembaga Penyiaran di perbatasan. Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Pengelolaan Sturktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Agung Suprio di Ambon, Selasa (7/2).

Agung melanjutkan, sesuai Pasal 28F UUD 1945, setiap warga negara berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Namun, hal ini tidak benar-benar dirasakan oleh warga di daerah perbatasan.

"Yang ada justru, masyarakat yang hidup di perbatasan lebih mengenal produk atau konten media asing yang masuk ke Indonesia hanya karena mudah diterima dan murah," tegasnya.

Oleh karenanya, dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional 2017 yang disemarakkan di Ambon, Maluku, KPI dan PWI menggelar Dialog Publik Nasional bertajuk "Media Penyiaran Perbatasan Untuk Ketahanan Nasional"

Tema ini dipilih KPI karena beririsan dengan tema besar HPN 2017 yang akan digelar di Ambon yakni "Pers dan Maluku Bangkit dari Laut", mengingat sektor maritim adalah salah satu dari 9 Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK yang ingin membangun Indonesia dari pinggir, dari perbatasan, untuk ketahanan nasional.

Lebih lanjut Agung menambahkan, harus diakui bahwa saat ini di perbatasan belum terdapat media yang mampu membangun kemandirian masyarakat, media yang demokratis, adil dan mensejahterakan. 

Untuk menangani ketimpangan distribusi informasi ini, KPI, BNPP dan Kominfo sudah melakukan koordinasi. Agung menegaskan, dari hasil rapat KPI dengan BNPP-Kominfo dan TVRI pada 19 Januari 2017 menyebutkan bahwa pada 2017 Kominfo akan membangun sarana dan prasarana pemancar di 20 lokasi. Sementara itu, sebagai bagian dari partisipasi membangun wilayah perbatasan, TVRI pun telah mengusulkan sebanyak 53 lokasi untuk rehabilitasi pemancar stasiun transmisi. 

Di samping itu, KPI sudah melakukan Rakor Penyiaran Perbatasan, Pemantauan Luberan Siaran Asing dan Bimtek SDM Penyiaran Perbatasan, "Ya, terakhir kami melakukan Pemantauan Luberan Siaran Asing di Morotai, Maluku Utara pada November 2016 lalu", ucap Agung.

Senada dengan Agung, Direktur Penyiaran Kemenkominfo Geryantika Kurnia mengatakan, wilayah perbatasan menjadi primadona bagi seluruh kementerian. Ada tujuh titik Pos Lintas Batas Negara yang dimungkinkan untuk dibangun sarana dan prasarana terpadu. “Dari tujuh pos tersebut saat ini baru terbangun satu site LPP TVRI Polemak, Jayapura pada Tahun 2015,” kata Geryantika.

Kegiatan Dialog Publik Nasional ini juga mengundang beberapa narasumber lain, diantaranya adalah Dewan Kehormatan PWI Pusat Wina Armada Sukardi, Perwakilan TVRI Ambon Akbar Saidi dan Komisioner KPI Pusat Ubaidillah sebagai moderator. (DQ)

Jakarta - Kebutuhan pemenuhan translasi bahasa isyarat pada program siaran di televisi harus mengikutsertakan partisipasi stasiun televisi.  Dalam 7 (tujuh) komitmen yang ditandatangani pemilik televisi saat proses perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran 10 (sepuluh) televisi swasta yang bersiaran jaringan secara nasional, penggunaan bahasa isyarat dalam program siaran berita menjadi salah satunya klausul yang harus dipenuhi. Hal tersebut menjadi bentuk pemberian perlindungan dan pemberdayaan khalayak khusus, terutama kalangan tuna rungu wicara. Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran, Dewi Setyarini menjelaskan hal tersebut dalam Rapat Koordinasi yang dilaksanakan di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan kementerian/ lembaga lainnya. 

Dalam kesempatan tersebut, perwakilan dari organisasi tuna rungu menyampaikan apresiasi pada lembaga penyiaran yang telah menyediakan bahasa isyarat saat penyelenggaraan debat kandidat Pilkada DKI beberapa waktu lalu. Namun demikian, menurut mereka masih diperlukan keseragaman dalam penyediaan bahasa isyarat agar tidak membuat bingung para penyandang disabilitas tersebut. Panji Surya Putra Sahetapy bahkan berpendapat sebaiknya disediakan pula close caption atau tekspada layar televisi untuk memudahkan mereka yang memiliki kesulitan pendengaran untuk mengerti apa yang sedang diperbincangkan di layar kaca. Surya memberikan contoh di beberapa negara yang memiliki aturan kewajiban untuk memberikan close caption pada program siaran tertentu, dan bukan lagi bahasa isyarat.  “Sehingga kebutuhan informasi bagi penyandang tuna rungu wicara dapat terpenuhi”, ungkap Surya. 

Selama ini, penyediaan bahasa isyarat baru dilakukan oleh TVRI dengan adanya dukungan anggaran dari Kementerian Sosial Republik Indonesia. Dewi  menilai, dibutuhkan payung hukum yang dapat memaksa lembaga penyiaran untuk menyediakan secara mandiri perangkat-perangkat kebutuhan informasi bagi khalayak khusus tersebut. Mengingat hal ini menjadi salah satu dari tujuh komitmen yang akan dilaksanakan oleh lembaga penyiaran, KPI akan menjadikannya sebagai bahan evaluasi tahunan atas kinerja penyelenggaraan penyiaran pengelola televisi

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat peringatan ke dua stasiun televisi yakni RCTI dan Trans TV. Hal ini terkait dua program siaran yakni program siaran “One Championship” di RCTI dan program siaran “Bioskop Trans TV: The Punisher” dinilai berpotensi melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012. Hal itu disampaikan KPI Pusat dalam peringatannya ke Trans TV dan RCTI, 31 Januari 2017.

Dalam surat peringatan untuk Trans TV, KPI Pusat menjelaskan program siaran “Bioskop Trans TV: The Punisher” yang ditayangkan pada tanggal 14 Januari 2017 mulai pukul 19.29 WIB tidak memperhatikan ketentuan tentang perlindungan remaja dan penggolongan program siaran yang telah diatur dalam P3 dan SPS. Program Siaran tersebut menampilkan beberapa potensi pelanggaran, yaitu adegan kekerasan seperti pemukulan, penggunaan senjata tajam serta tubuh dalam kondisi berdarah-darah dengan intensitas yang cukup sering. Selai itu, muatan tersebut ditayangkan mulai pukul 19.29 WIB. Jika Trans TV ingin menayangkan muatan tersebut, KPI Pusat meminta agar ditayangkan pada jam tayang dewasa, yakni pukul 22.00-03.00 waktu setempat.

Sementara itu, di surat peringatan KPI Pusat untuk program siaran “One Championship” yang tayang tanggal 14 Januari 2017 mulai pukul 23.13 WIB, KPI menilai tayangan tersebut tidak memperhatikan ketentuan tentang pelarangan adegan kekerasan yang telah diatur dalam P3 dan SPS.

Program siaran tersebut secara eksplisit menampilkan pertandingan yang memuat adegan kekerasan hingga tubuh salah satu peserta pertandingan berdarah-darah. KPI Pusat menilai muatan tersebut tidak dapat ditayangkan karena menimbulkan kengerian bagi khalayak yang menonton. Berdasarkan hal tersebut, KPI Pusat memutuskan untuk memberikan peringatan.

Peringatan ini merupakan bagian dari pengawasan KPI Pusat terhadap pelaksanaan peraturan serta P3 dan SPS oleh lembaga penyiaran, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran). ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.