- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 5590
Polewali - Media Penyiaran menggunakan spektrum frekuensi yang merupakan milik publik. Penggunaan ranah publik ini, mengharuskan adanya komitmen lembaga penyiaran melakukan literasi bagi masyarakat.
Hal itu dikemukakan Komisioner KPI Pusat Aswar Hasan dalam paparannya pada Webinar bertajuk "Literasi Media dan Daya Dukung Lembaga Penyiaran Lokal", yang dilaksanakan Forum Masyarakat Peduli Media (FMPM) bekerjasama dengan Program Studi Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam (IAI) DDI Polman, Sabtu (25/07/2020) siang.
Menurut Aswar, literasi dalam perspektif media penyiaran itu penting, mengingat sifatnya yang wajib. "Karena frekuensi yang digunakan itu adalah miliknya publik. Dia dipinjamkan melalui proses administratif melalui KPI atau KPID, sehingga sebenarnya frekuensi yang digunakan oleh media penyiaran adalah sebenarnya bersifat pinjaman. Nah, oleh karena itu harus digunakan semaksimal mungkin demi kepentingan masyarakat," jelasnya.
Literasi itu, lanjut Aswar, adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat. "Sehingga informasi yang disiarkan oleh media itu dapat dicerna dan dimanfaatkan secara baik bagi kepentingan masyarakat itu sendiri," ungkapnya.
Wakil Ketua DPRD Sulbar, Usman Suhuriah, juga mengungkapkan hal senada. Menurutnya, literasi saat ini memang menjadi kebutuhan, di tengah kondisi yang dihadapi saat ini, di mana terjadi simpangsiur informasi.
"Hakekat dasar dari literasi media itu memang hadir untuk mengedukasi para pendengar atau pembaca di dalam hal-hal apapun yang berkaitan dengan informasi ini," kata Usman.
Direktur Fajar TV Makassar, Muhammad Yusuf AR, yang juga tampil sebagai narasumber mengakui, hingga saat ini defenisi literasi media masih lebih dominan sasarannya diarahkan pada pemirsa atau pendengar. Padahal baginya, literasi juga sangat penting bagi pekerja media yang merupakan pihak yang justru bertanggungjawab terhadap produksi medianya.
"Yang harus diedukasi untuk literasi terhadap media adalah pekerja media. Kita sudah terlalu lama percaya dan sangat percaya pada media bahwa media adalah sumber informasi seluruhnya baik dan bermanfaat bagi orang lain dan bagi kita," kata Yusuf.
Padahal, kata dia, kenyataannya tidak seperti itu. Terutama setelah era reformasi, di mana begitu banyak bermunculan pekerja media, dan bahkan media itu sendiri yang menjadi sangat mudah untuk dibuat.
Arah literasi itu sendiri bagi Yusuf, terangkum dalam apa yang disebutnya empat "B" atau empat benar atau kebenaran. "Yang pertama memahami media dengan benar. Kemudian menyikapi media dengan benar, kemudian memihak kepada isi media yang benar. Lalu yang keempat ini ada pada pekerja media, bukan pada pemirsa memproduksi siaran yang benar dan bermanfaat," katanya.
Webinar ini juga menghadirkan Kepala LPPL Radio Mammis FM Anugrawaty M Sila yang menjelaskan peranan lembaga penyiaran publik lokal dalam mendorong kegiatan literasi. Kegiatan ini dipandu moderator Pegiat Literasi Sulawesi Barat Agung Hidayat Mansur.
"Dari webinar, kita semua sadar bahwa dibutuhkan penguatan kerja literasi media semakin massif baik dari dukungan civil society, pemerintah, KPI, dan khususnya lembaga penyiaran, terutama akan komitmen memperhatikan aspek konten lokal," kata Ketua FMPM Sulawesi Barat, Firdaus Abdullah, sekaligus Komisioner KPID Sulbar Periode 2015-2018, saat memantik diskusi webinar tersebut. Red dari siaran pers FMPM