Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah memberi atensi khusus terhadap lembaga penyiaran lokal dalam penyiaran kampanye Pilkada 2024. Harapannya jangan ada monopoli dari salah satu lembaga penyiaran televisi lain.

Anggota sekaligus Koordinator Bidang Pengembangan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) KPI Pusat, Muhammad Hasrul Hasan mengatakan, pesta demokrasi yang dihelat ini selayaknya bisa dinikmati oleh seluruh kalangan, dalam arti ini juga harus bisa menjadi stimulan bagi badan usaha penyiaran.

“Semua orang harus menikmati, jadi tidak mungkin ada Pesta Pilkada, sementara teman-teman TV lokal, dan teman radio lokal tidak hidup,” ujar Hasrul, Senin lalu.

Dia mengatakan KPU mesti peduli dengan kondisi saat ini, bagaimana KPU bisa membagi lembaga penyiaran ini degan lokal. “Memberi stimulan di tengah kondisi dunia bisnis penyiaran ini. Tentu Pilkada ini menjadi obat sementara buat teman-teman penyiaran untuk menyambung hidup. Kita harap KPU care dengan kondisi saat ini,” ujarnya.

Pihaknya, kata dia, telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) No 6 Tahun 2024 tentang Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil, Bupati, Walikota, dan Wakil Tahun 2024 di Lembaga Penyiaran.

Edaran inipun telah sejalan dengan Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Yang mana peran sentral dari penyelenggaraan Pilkada berada di daerah sehingga penyiarannya pun seharusnya tak luput melibatkan media lokal. KPI juga telah meminta agar KPU berkonsultasi melibatkan KPI di tingkat daerah dalam penyebarluasan informasi ini.

Sesuai dengan regulasi, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh KPU di daerah dalam penyiaran debat ini, KPU mesti menujuk lembaga penyiaran yang berizin. Kalau di Sulsel, ada Fajar TV yang memiliki izin. Kemudian menunjuk lembaga penyiaran swasta dan lembaga penyiaran publik.

Menurutnya sah-sah saja menunjuk TV nasional ataupun lembaga penyiaran publik negara jika mengacu ada regulasi. Akan tetapi, jangan ada kesan monopoli. KPU tak boleh melupakan peran lembaga penyiaran lokal.

“Lembaga Penyiaran TV maupun radio lokal, untuk distribusi informasi, karena lagi-lagi yang ingin kita beri pendidikan politik, yang ingin kita literasi adalah masyarakat kabupaten/kota yang ingin menggelar pilkada, jadi ketelibatan media lokal sangat penting,” tuturnya. 

Perihal data lembaga penyiaran di daerah atau lokal, Hasrul menyarankan KPU untuk melihat dan memastikannya di aplikasi smiled KPI. “Seluruh data lembaga penyiaran lokal ada di aplikasi tersebut. KPU bisa cek di aplikasi smiled KPI,” ujarnya. Berikut adalah link aplikasi smiled KPI. https://smiled.kpi.go.id Red dari berbagai sumber

 

 

Bengkulu – Radio Academy 1 Bengkulu yang diselenggarakan pada 16 hingga 17 Oktober 2024 lalu menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi dan praktisi radio di Provinsi Bengkulu. Mereka berbagai pengalaman dan pengetahuan selama mengurusi media dengar ini ke para peserta.

Nara sumber yang hadir antara lain, Direktur PT Kayumanis – Female Radio Chandra Noviardi, Akademisi Universitas Dehasen Bengkulu Yuliardi Hardjo Putra, Editor in Chief Suara Surabaya Media Eddy Prastyo, Station Manager Phoenix Radio Bali Dendan Ranggo Astono dan Direktur Pemberitaan Radio Sonora Viliny Lesmana.

Mengawali paparannya, Chandra Noviardi menyampaikan materi tentang ”Radio Programming”. Menurutnya, dasar model bisnis radio adalah tentang bagaimana radio menciptakan nilai/value bagi pendengar, menggunakan konsep exchange atau barter. 

Dalam konteks tersebut yang bisa dipertukarkan adalah hal yang relevan dengan pendengar, baik itu dalam bentuk lagu, informasi, hiburan, pendidikan, dan sebagainya dalam bentuk program seperti talkshow atau lainnya, dengan kesediaan dan kesetiaan untuk mendengarkan radio. Kedua hal inilah yang kemudian bisa dipertukarkan dengan pengiklan untuk menghasilkan profit yang bisa menjamin keberlangsungan radio. 

Perubahan lansekap media mengakibatkan konvergensi media. “Pada media mainstream, media yang memiliki power, karena mereka yang menentukan jam tayang, durasi tayang, dan hal lain tentang tayangan. Namun pada media baru, konsumen atau audiens yang yang memiliki power, karena mereka yang menentukan atau memilih waktu tayang, media mana yang digunakan, dan hal lainnya.”, demikian pemaparan Chandra Noviardi. 

Maka dari itu, penting bagi media untuk melakukan segmentasi terhadap audiens untuk memudahkan segmentasi pasar yang bisa memilah khalayak berdasarkan latar belakang dan gaya hidup sehingga bisa menyusun pesan yang sesuai.

Setelahnya, Yuliardi Hardjo Putra menyampaikan paparan tentang “Konvergensi dan Hyperlink – Juru Sukses Radio di Era Digital”. Konvergensi media merupakan proses penggabungan berbagai teknologi dan media yang berbeda menjadi satu, sehingga batasan tersebut menghilang dan mengubah semua elemen informasi menjadi bentuk digital. Hal ini membuat konten media mengalir dengan lancar di antara berbagai media. 

Dalam ekosistem digital seperti saat ini, lanjut Yuliandri, diperlukan konvergensi dengan format digital, agar konten dapat bergabung dan diterima. “Radio satu-satunya media yang bisa dikonsumsi penuh saat beraktivitas. Jika mampu beradaptasi dengan ekosistem digital, radio tidak akan mati. Tantangan utamanya ada pada kemampuan pengelola meracik kreativitasnya, inovatif, serta mampu membaca peluang dan tantangan,” katanya di hari pertama kegiatan Radio Academy Bengkulu.

Hyperlink merupakan salah satu cara untuk memudahkan media untuk beradaptasi dalam ekosistem digital. Hyperlink merupakan teks yang menghubungkan antarhalaman situs internet (www). 

Dalam paparannya, Yuliardi menyampaikan tentang bagaimana radio bisa memanfaatkan media baru untuk melakukan siaran secara digital. Radio juga bisa memanfaatkan sindikasi media, yaitu pemberian lisensi atau distribusi konten kepada media lain untuk disiarkan atau dipublikasikan sehingga bisa menjangkau khalayak lebih luas.

Di hari kedua, narasumber Eddy Prastyo membuka kelas dengan materi berjudul “Menguatkan Pengaruh Lewat Jurnalisme Radio”.  Dia menceritakan pengalamannya sebagai jurnalis di Radio Suara Surabaya hingga medianya mendapatkan anugerah dari Dewan Pers, untuk perusahaan pers terbaik. Hal ini disebutkan sebagai bukti nyata bahwa jurnalistik bisa meningkatkan kemampuan radio, dan radio bisa mengambil perannya melalui citizen journalism. Untuk menyusun jurnalisme yang efektif, ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu trust, impact, dan pengaruh.

Dia juga memaparkan paradigma media massa “Bad News is Good News” seharusnya tidak lagi menjadi paradigma utama. Kita bisa membuat paradigma “Bad News is Not Good News” dan “Good News is Good News”. Bagi jurnalis, “No News is Bad News”, namun ada 2 faktor yang harus dipertimbangkan yaitu news value dan news judgement. Untuk mendapatkan kredibilitas, jurnalisme juga harus memenuhi syarat Accuracy, Balance, dan Clarity. 

Informasi diproduksi berdasarkan preferensi selera dan minat, prasangka yang menjadi dasar keputusan memilah informasi, nilai dan alasan pertimbangan, serta adanya inaccuracy. Produksi berita (dalam radio) berarti penyampaian informasi baru yang tidak hanya penting dan menarik perhatian dan minat khalayak, tetapi juga faktual dan berdampak.

Dendan Ranggo Astono dengan materinya “Pikat Hati Pendengar Melalui Musik” mengatakan tentang perubahan lansekap media di era digital. Disebutkan bahwa tingkat penetrasi internet di Indonesia tahun 2024 mencapai 79,5% atau sebanyak 221.563.479 jiwa; ada peningkatan sebesar 2,67% dibandingkan tahun 2022-2023. Termasuk di dalamnya adalah pergeseran radio konvensional ke platform digital.

Menurutnya, pendengar kini lebih banyak mengakses musik melalui layanan streaming, aplikasi musik, dan media sosial, sehingga terjadi fragmentasi selera musik. Personalisasi pada platform digital menciptakan bubble musik yang spesifik untuk setiap individu. Kecenderungan musik yang sama atau kebebasan memilih lagu tersebut menjadi sebuah keajegan atau monotonisme, yang pada akhirnya menjadi alasan bagi pendengar memilih atau kembali pada radio, yaitu memberikan efek kejutan. Keberadaan penyiar di radio menjadi sosok teman yang menjadi magnet tersendiri yang akan selalu dicari oleh pendengar.

Langkah pertama pendirian radio umumnya diawali dengan memperdengarkan lagu-lagu. Hal ini merupakan cara memahami preferensi target audiens, dilanjutkan dengan Batasan genre lagu, usia lagu, tempo, dan sebagainya. Pemilihan lagu berdasarkan tren musik juga menjadi dasar rancangan sekuens dan playlist sesuai kebutuhan program. Termasuk di dalamnya bagaimana merotasi lagu agar sirkulasinya sehat dan selalu up to date. “Luangkan cukup waktu untuk menyeleksi music dengan hati-hati, karena bagi banyak radio, musik adalah cara utama memikat pendengar,” kata Dendan.

Sementara itu, Viliny Lesmana memaparkan materi berjudul “Radio, Someone Still Loves You” di penghujung kelas. Dia menyampaikan selama 10 tahun terakhir terjadi peningkatan pengguna internet dari 70 juta menjadi 213 juta. Saat ini terdapat 5 generasi yang berbeda dalam masyarakat, berarti ada 5 generasi yang perlu dipenuhi kebutuhannya terhadap konten siaran. Penggunaan media sosial yang menerpa semua generasi bisa dijadikan sarana bagi radio untuk mendapatkan exposure. 

Dia juga memandang perlunya kecermatan melihat perubahan preferensi pendengar saat memilih media yang mereka gunakan. Sebagai contoh, massifnya Pembangunan transportasi di Jakarta, berdampak pada preferensi pendengar terhadap media digital. Meski survey Nielsen menunjukan penurunan pendengar radio, namun durasi mendengar terus mengalami peningkatan. Di kalangan anak muda, sumber informasi pertama berasal dari sosial media, radio, media daring, televisi, dan media cetak. Hal ini menjadi bukti bahwa radio masih menjadi preferensi yang dominan.

Ada 4 pilar dalam radio yaitu konten (on air, off air, dan digital), coverage area (semakin luas cakupan siaran, semakin baik), polusi, dan sales marketing. Sementara untuk content management dilandasi visi dan misi, content value, dan brand positioning radio. “Jika dikelola dengan baik, maka kita mampu memuaskan pendengar, mendapatkan pendengar baru dan ini baik untuk keberlangsungan industri radio,” pungkasnya. Anggita

 

 

 

Bengkulu – KPI Pusat, KPID Bengkulu beserta narasumber kegiatan Radio Academy 1 Bengkulu membagikan perangkat radio secara gratis kepada masyarakat. bagi-bagi radio secara gratis ini dalam upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi dan siaran, serta meningkatkan jumlah pendengar radio. 

“Jika ada 400 radio yang dibagikan, maka akan ada 400 pendengar radio”, kata Anggota KPI Pusat, I Made Sunarsa, saat menyerahkan secara langsung perangkat radio di dua titik di wilayah Kota Bengkulu, Kamis (17/10/2024).

Menurutnya, peningkatan jumlah pendengar melalui pembagian radio gratis diharapkan bisa mendorong kreatifitas dan keberagaman isi siaran. “Radio akan makin termotivasi menghadirkan program yang lebih beragam dan menarik karena menyesuaikan dengan kebutuhan dan minat masyarakat, sehingga terjalin interaksi yang intens dan bisa menguatkan peran radio membangun masyarakat yang informatif,” jelas I Made Sunarsa.

Selain itu, pembagian radio gratis juga menjadi sarana edukasi bagi masyarakat tentang pentingnya mendapatkan informasi yang tepat, melalui media yang diawasi dan dibina oleh lembaga negara. Maraknya berita palsu yang muncul di media, pengelolaan radio yang baik dapat menjadi sumber informasi yang terpercaya. 

“Radio kami bagikan secara gratis ke masyarakat karena radio merupakan media konvensional di bawah pengawasan KPI, jadi informasinya bebas dari hoax”, kata Anggota KPID Bengkulu, Fonika. 

Radio menjadi media yang membantu masyarakat dalam mengakses informasi terbaru, edukasi, sekaligus sebagai sarana hiburan. Melalui beberapa program, radio bisa menjembatani masyarakat dengan masyarakat lainnya, atau masyarakat dengan pemerintah. Jangkauannya bisa mencapai daerah terpencil dan seluruh lapisan masyarakat.

“Nanti sambil jualan, Ibu dengarkan berita ya jadi tahu ada informasi apa dari radio”, kata Anggota KPI Pusat Mimah Susanti yang ikut membagikan radio kepada seorang pedagang di pasar Bengkulu.  

Meningkatkan akses terhadap siaran radio berarti meningkatkan peran media dalam membangun kesadaran sosial, mendukung pendidikan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Inisiatif ini mencerminkan pentingnya media sebagai pilar demokrasi dan alat pemberdayaan masyarakat dalam era modern. Anggita

 

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Universitas Budi Luhur (UBL) melakukan penandatanganan nota kesepahaman dan kerja sama atau MoU (memorandum of understanding), Jumat (18/10/2024) di Ruang Theater Universitas Budi Luhur, Jakarta. MoU ini diharapkan makin menguatkan partisipasi masyarakat khususnya kalangan akademika dalam pengawasan dan peningkatan kualitas penyiaran di tanah air.

Penandatanganan MoU ini dilakukan langsung Ketua KPI Pusat Ubaidillah dan Rektor Universitas Budi Luhur, Agus Setyo Budi. Usai penandatanganan Ketua KPI Pusat menyampaikan jika pihaknya banyak menjalin kerja sama dengan pihak kampus karena melihat betapa pentingnya peran kalangan akademika dalam meningkatkan kualitas penyiaran terutama dari aspek sumber daya manusia.

“Kami harap kerjasama ini saling menguatkan dan saling mendukung satu sama lainnya,” kata Ubaidillah di depan Rektor serta mahasiswa yang ikut menyaksikan penandatangan MoU tersebut.

Usai menandatangani MoU, Ketua KPI Pusat kemudian didaulat menjadi nara sumber utama dalam seminar bertemakan “Fenomena Post Truth Sebagai Tantangan Literasi Media di Era Digital”.

Dalam paparannya, Ubaid menekankan pentingnya melakukan verifikasi terhadap informasi dan pemberitaan yang berasal dari media sosial atau media baru. Untuk memastikan kebenaran informasi tersebut melalui siaran TV dan radio.  

Menurutnya, keberadaan media ini menjadi tantangan dan perlu diatur. Media baru bergerak begitu cepat dan dinamis. Sedangkan aturan yang memayungi belum ada. Tidak seperti media penyiaran yang diatur UU Penyiaran No.32 tahun 2002 dan siarannya diawasi KPI. 

“Kewenangan KPI mengawasi lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas dan lembaga penyiaran berlangganan. Adapun media baru belum diawasi KPI,” ujar Ubaidillah.

Sementara itu, Rektor UBL Agus Setyo Budi, menyampaikan apresiasi ke KPI yang berkenan menjalin kerja sama dengan pihaknya. Menurutnya, keberadaan KPI sebagai lembaga negara yang independen harus dijaga dan dipertahankan. 

“KPI itu mengawasi stasiun televisi seluruh indonesia selama 24 jam. Seperti layaknya menjadi juri. Menjadi juri itu tidak mudah. Menjaga netralitas juga tidak mudah. Mendalami konten penyiaran berbau rasial, bias gender juga tidak mudah,” katanya. 

Namun demikian, sebagai lembaga pengawas, KPI selalu belajar dan aktif berinovasi. “Ini yang menjadi keuntungan KPI. Selain juga menjaga dan me-maintaince update informasi media,” tandasnya. ***

 

 

Bengkulu – Perkembangan teknologi menuntut media penyiaran termasuk radio untuk adaptif. Penyesuaian ini tak bisa dihindari karena jika mengelak radio akan ditinggalkan pendengarnya. 

“Radio harus adaptif dengan teknologi jika ingin bisa menarik pendengarnya,” kata Anggota KPI Pusat, Aliyah, saat mengisi pembekalan kelas di kegiatan Radio Academy Bengkulu, Rabu (16/10/2024). 

Selain meminta agar adaptif, Aliyah juga mengingatkan radio soal regulasi yang harus dijadikan pedoman dalam penyiaran selama Pilkada Serentak. Dia menyebutkan, kampanye di lembaga penyiaran akan dimulai pada 10 hingga 23 November 2024 mendatang, Sebelum periode ini, dia meminta radio jangan mengundang narasumber yang nantinya menyampaikan pesan yang mengarah pada kampanye, mengandung visi misi dan ajakan, paparan program, dan citra diri.

Aliyah mengatakan, pihaknya telah melakukan sosialisasi tentang aturan penyiaran ke masyarakat. “Saya berharap lembaga penyiaran radio memberikan informasi politik yang tidak berat sebelah. Penting sekali untuk menjaga netralitas dan pesan yang proporsional,” tambahnya. 

Sementara itu, Anggota KPI Pusat sekaligus penanggung jawab kegiatan Radio Academy, I Made Sunarsa, mengharapkan perubahan pada peserta setelah diadakannya kegiatan Radio Academy. 

I Made Sunarsa yang Koordinator Bidang Kelembagaan KPI Pusat juga menegaskan pentingnya keberlanjutan usaha radio, khususnya di Bengkulu. “Radio di Bengkulu memerlukan peningkatan kapasitas, baik dari segi kualitas program maupun model bisnis, agar dapat bertahan dan berkembang. Inilah yang menjadi tujuan utama Radio Academy,” ujar Sunarsa.

Program Radio Academy yang bekerja sama dengan PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia) ini dirancang untuk memberikan pelatihan kepada praktisi radio di seluruh Indonesia. Melalui Radio Academy, diharapkan radio di Bengkulu tidak hanya mampu bertahan di tengah arus digital, tetapi juga terus berkembang dan mengemban fungsi sosial yang penting, termasuk sebagai media informasi terkait kebencanaan dan pelestarian budaya.

“Radio merupakan media massa tertua yang sudah ada sejak perjuangan kemerdekaan Indonesia. Keberadaannya sangat penting, tidak hanya sebagai penyebar informasi, tetapi juga sebagai perekat sosial dan pelestari seni budaya. Di tengah tantangan global dan persaingan dengan media digital, penyelenggaraan siaran yang berkualitas semakin dibutuhkan,” tambah Sunarsa.

Radio Academy di Bengkulu difokuskan pada dua tahap. Radio Academy 1 berfokus pada peningkatan kapasitas dalam hal pemrograman radio, sementara Radio Academy 2 mengajarkan aspek penjualan dan pemasaran. Kegiatan ini diharapkan dapat membantu pengelola radio di Bengkulu meningkatkan kualitas program siaran mereka sekaligus mengembangkan strategi bisnis yang efektif.

“Melalui program ini, kami berharap radio di Bengkulu tidak hanya mampu melestarikan budaya dan memberikan hiburan sehat, tetapi juga berperan vital dalam penyebaran informasi yang penting, seperti mitigasi bencana,” ujar I Made Sunarsa. Anggita dan berbagai sumber

 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.