BERITA ACARA RAPAT PIMPINAN NASIONAL KOMISI PENYIARAN INDONESIA TAHUN 2017
Pada hari ini, Rabu, 15 November 2017, bertempat di Hotel Santika, Depok, dilaksanakan Rapat Pimpinan Nasional Komisi Penyiaran Indonesia dengan rekomendasi sebagai berikut:
1. Meminta kepada Kementerian Dalam Negeri untuk segera mengeluarkan aturan sebagai dasar hukum kelembagaan dan penganggaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah;
2. Mendesak DPR RI untuk segera mengesahkan revisi Undang-Undang Penyiaran.
Jakarta - Bimbingan Teknis Sekolah P3SPS yang diselenggarakan KPI Pusat memasuki angkatan terakhir di tahun 2017, angkatan XXIV di bulan November dan angkatan XXV di bulan Desember. Sejak pembukaan pendaftaran angkatan XXIV bulan November 2017, tercatat lebih dari 50 calon peserta yang mendaftarkan diri.
Antusiasme praktisi penyiaran dan masyarakat untuk mengikuti kegiatan ini sangat tinggi sehingga melebihi kuota yang tersedia. Untuk itu, dengan ini panitia mengumumkan peserta Sekolah P3SPS angkatan XXIV yang dilaksanakan pada Selasa-Kamis, 21 - 23 November 2017. Pendaftar yang belum masuk angkatan XXIV akan diikutkan pada sekolah angkatan XXV, 5 - 7 Desember 2017.
Kepada peserta yang lolos, diharapkan kedatangannya di Ruang Rapat KPI Pusat pada pukul 08.30 dan membawa foto ukuran 3x4, dua lembar (satu lembar ditempel di sertifikat, 1 lembar untuk arsip). Adapun peserta Sekolah P3SPS angkatan XXIV adalah sebagai berikut:
1. Tri Septianingsih (Mahasiswi UKSWS) 2. Agus Efendi (Mahasiswa UIN SMH Banten) 3. Ashlikhatul Fuaddah (Mahasiswi UGM) 4. Yudie Rachman (Metro TV) 5. Cahyono Setiaji (Metro TV) 6. Restu Gayuh Nuswantoro (Wartawan) 7. Doddy Rosadi (Jawa Pos TV) 8. Eriek Yunaiser (MNC TV) 9. Theo Andrew (Trans7) 10. Gogor Pambudi D.P. (Trans7) 11. Nizar Iqnal Zainury (GTV) 12. Asep Sunandar (GTV) 13. Mugi Aditama (Radio TRAX FM) 14. Ayudanti Ineza Wibowo (Radio BRAVA) 15. Angelia Pravita (Radio COSMO) 16. Debur Riak Segara (Radio Hard Rock FM) 17. Tri Wahyudi (I Radio) 18. Azma Puri (Radio PASFM) 19. Siltami Ledi Marina (RCTI) 20. Syawali Ambia (RCTI) 21. Asril Darma (KPID Riau) 22. Fahrial (tvOne) 23. Cakra Kurniawan (tvOne) 24. Merlyn Watulangkow (KPID SULUT) 25. Armin Madika (KPID SULUT) 26. Anggara Irhas (RTV) 27. Wahyu Tirto (Radio ELSHINTA) 28. Gria Octaviano (Trans TV) 29. Albertus Sapto Pamungkas (Trans TV) 30. Dina Karina Septiyani (KOMPAS TV) 31. Tily Rheabela (KOMPAS TV)
Depok – Langkah bijak yang dilakukan Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo terhadap KPID Lampung dinilai dapat menjadi tolak ukur Gubernur lain dalam menyikapi persoalan kelembagaan dan anggaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). Salah satu penyebabnya adalah keinginan untuk melindungi dan memberi kenyamanan masyarakatnya dari informasi yang tidak pantas.
Menurut Ridho, kebijakan penguatan bidang penyiaran di Provinsi Lampung dilakukan dengan menguatkan kelembagaan KPID. Pemerintah Provinsi meningkatkan status KPID Lampung menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) agar anggarannya melalui APBD.
"UPTD ini dipimpin pejabat eselon III. Tapingan lihat eselonnya, tapi anggaran yang dialokasikan. Urusan anggaran itu bukan persoalan struktural, tapi kebijakan," kata Gubernur Ridho, saat menjadi narasumber dalam Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Hotel Santika, Depok, Jawa Barat, Rabu (15/11/2017).
Ridho menambahkan, pembangunan penyiaran merupakan salah satu kebijakan strategisnya. "Jadi, walaupun UPTD, tapi jika kebutuhannya besar, anggarannya akan juga besar. Kalau memang kebutuhannya Rp20 miliar, ya dianggarkan segitu. Sebaliknya, meski eselon II tapi kalau kebutuhannya Rp3 miliar ya cukup segitu," kata Ridho penuh semangat.
Sementara itu, Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan, kehadiran Gubernur Lampung pada Rapim KPI diharpakan menjadi inspirasi dan contoh bagi provinsi lain dalam membangun penyiaran.
"Banyak daerah yang setengah hati membantu KPID. Dananya dalam bentuk hibah dan tentu tidak bisa setiap tahun, sehingga banyak KPID mati suri. Kami berharap semangat dan kebijakan Pak Gubernur Ridho dapat menular ke provinsi lain," kata Andre, panggilan akrabnya. ***
Anggota Komisi I DPR RI Elnino Hussein Mohi berbicara tentang draf RUU Penyiaran dalam RAPIM KPI 2017, (15/11).
Depok - Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang tengah dibahas di DPR RI, menyepakati adanya penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai instrumen negara yang bertanggungjawab melakukan pengawasan terhadap kualitas isi siaran. Hal tersebut disampaikan oleh anggota Komisi I DPR RI, Elnino Hussein Mohi, dalam Seminar yang dilaksanakan pada kegiatan Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2017, di Depok (15/11).
Penguatan terhadap KPI ini tercermin pada perubahan kelembagaan KPID yang diusulkan bersifat hirarki dengan KPI Pusat. Hal tersebut tentunya juga berimplikasi pada penganggaran KPID yang tidak lagi didanai oleh Anggaran Perencanaan dan Belanja Daerah (APBD). “Komisi I mengusulkan anggaran KPI didapat dari APBN, hibah dan USO penyiaran”, ujarnya.
USO atau universal services obligation diambil dari 1,5 persen dari keuntungan yang diperoleh seluruh televisi yang bersiaran di Indonesia. “Kami merencanakan, USO ini selain untuk membiayai LPP TVRI dan RRI, juga untuk KPI”, tambah Elnino. Dengan adanya perubahan yang signifikan pada struktur kelembagaan KPI dan KPID, Komisi I mengusulkan, bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya KPI dibantu oleh sekretariat jenderal.
Elnino yang juga anggota Panita Kerja (Panja) RUU Penyiaran memaparkan, bentuk penguatan lain terhadap KPI dalam draf RUU adalah munculnya sanksi denda untuk pelanggaran penyiaran yang ditetapkan melalui peraturan KPI. Selain itu, KPI juga memiliki tugas untuk melakukan audit terhadap pelaksanaan pemeringkatan program televisi, sosialisasi literasi media, mengevaluasi isi siaran secara berkala, serta memberikan evaluasi terhadap hasil uji coba siaran.
Hingga saat ini, posisi draf RUU tinggal menyisakan satu masalah yang belum mencapai kata sepakat dalam proses harmonisasi di Badan Legislatif (Baleg) DPR RI, yakni tentang pengelolaan multiplekser. “Komisi I sejak awal sudah sepakat pada pilihan single mux”, ujarnya. Bahkan, Elnino mengingatkan bahwa rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI tahun 2016 juga menyepakati single mux.
RUU yang diinisiasi DPR sejak Januari 2015, secara prinsip ingin mengembalikan frekuensi kepada negara. Frekuensi sebagai sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, memang sudah selayaknya dikelola sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. “Kita berpendapat bahwa rakyat itu bukan hanya ATVSI, ATVLI, atau ATVNI. Tapi seluruh rakyat Indonesia termasuk pengelola tv lokal, radio lokal, dan rumah-rumah produksi yang ada di seluruh Indonesia”, ujar Elnino.
Dirinya berharap draf Undang-Undang Penyiaran ini dapat segera ditetapkan sebagai RUU oleh DPR untuk kemudian diajukan kepada pemerintah. Sehingga kepastian pelaksanaan digitalisasi penyiaran yang memberikan kualitas teknis penyiaran lebih baik ke masyarakat, dapat segera direalisasikan. “Tentunya juga RUU ini memberikan penguatan kelembagaan KPI, baik dari segi anggaran, kewenangan ataupun masa jabatan, sehingga diharapkan kualitas isi siaran ke depan menjadi jauh lebih baik” pungkas Elnino.
Depok – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI Pusat), Yuliandre Darwis, meminta lembaga penyiaran bersikap netral dalam penyelenggaran Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) Serentak) 2018. Hal itu ditegaskannya saat memberi sambutan pembukaan Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2017 di Hotel Santika Depok, kota Depok, Jawa Barat, Rabu (15/11/2017).
Menurut Yuliandre, saat ini siaran politik mulai banyak beredar di media penyiaran. Seharusnya media penyiaran tidak terseret arus politik dan tetap memiliki posisi netral bagi masyarakat. “Tidak hanya penyelenggaran Pilkada 2018, kami juga meminta media bersikap netral pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden pada 2019 akan datang. Dunia penyiaran memiliki tantangan besar dalam menyikapi momen ini,” katanya di depan peserta yang sebagian besar Ketua KPI dan Kepala Dinas Infokom.
Siaran-siaran politik yang tayang di media penyiaran, lanjut Ketua KPI Pusat, tetap harus mengedepankan etika dan norma-norma yang berlaku. Pembelaan media yang terlalu jauh terhadap suatu golongan tertentu dapat menghilangkan kepercayaan publik yang plural dan majemuk.
“Prinsip-prinsip independensi, netralitas, bersikap adil, proporsional, dan seimbang harus dikedepankan Lembaga Penyiaran dalam kerja-kerja jurnalisme profesional yang diatur dalam UU dan norma-norma yang berlaku,” tandasnya. ***
Jeng Ana di acara tsb melakukan pembohongan terhadap publik dengan menafsirkan atau membaca hasil MRI dengan ngawur, tidak ada dasar medis sama sekali.