Makassar - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan (Sulsel) komitmen melakukan pengawasan ketat pada tahun politik 2019 mendatang. Dimana pada 17 April 2019 akan dilakukan Pemilu serentak, antara Pileg dan Pilpres.
Koordinator Bidang Kelembagaan KPID Sulsel, Riswansyah Muchsin mengatakan bahwa pihaknya berharap dukungan dan motifasi agar jalannya penyiaran menjadi lebih sehat dan lebih banyak memberikan warna.
“Karena kita ketahui bersama di 2019 ini, kan tahun politik ada pilpres dan ada pemilihan anggota legislatif yang baru. Sehingga tanpa dukungan dari semua pihak saya rasa kinerja akan mengalami hambatan,” kata Riswansyah Muchsin pada diskusi akhir tahun KPID Sulsel yang bertajuk “Dinamika Penyiaran 2018 di Sulsel”, di Hotel Demelia Makassar, Kamis (20/12/2018) kemarin.
Menurutnya, kerja KPID Sulsel, dalam menghadapi Pemilu tentu banyak hal yang harus di lakukan terutama dalam bidang pengawasan supaya tidak kebablasan.
KPID, kata dia, punya peran penting sebagai pembelajaran politik, terutama mensosialisasikan program program pemerintah atau program-program calon pemimpin di 2019 nanti.
“Tentu peran penyiaran lebih diutamakan dan ditunggu oleh publik, penguasaan kita pengawasan terhadap lembaga penyiaran di 2019. Untuk itu kita akan lebih selektif lagi dan lebih memperketat,” pungkas dia.
Dalam dialog itu hadir Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Herwanita, dan Koordinator Bidang Fasilitasi dan Infrastruktur Perizinan Andi Muhammad Irawan. Red dari GOSULSEL.COM
Serang – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Banten menggelar sosialisasi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dengan cara berbeda. Sosialisasi yang berlangsung di Aula Hotel Puri Kanaya, Kota Serang, Kamis (20/12/2018), dengan pendekatan kuis.
Ketua KPID Banten Ade Bujhaerimi mengatakan, sejak tahun 2012 KPID selalu mensosialisasikan P3SPS kepada lembaga penyiaran di provinsi Banten yang terdiri dari televisi dan radio. “Setiap tahun kita sosialisasikan P3SPS. Tahun ini metodenya berbeda dengan sebelumnya, melalui kuis,” ujarnya.
Menurut Pria yang akrab disapa Ade itu, kegiatan tersebut diikuti hampir 80 persen lembaga penyiaran di wilayah Banten. Kata dia, dengan metode sosialisasi melalui kuis ini ternyata mendapat respon positif dari para lembaga penyiaran yang mengikuti lomba. “Setelah kami lihat tadi, kami merasa ada kebanggaan karena peserta bisa menjawab pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan tentu seputar P3SPS,” terangnya.
Ade menjelaskan, berdasarkan hasil kuis dengan pembagian kelompok lomba, para peserta secara umum memahami pedoman penyiaran. Selain itu, kata Ade metode kuis dalam rangka mempererat hubungan sesama lembaga penyiaran dan termasuk dengan KPID. “Metodenya Kuis, kami buat fun dan happy untuk mempererat,” terangnya.
Komisioner KPI Pusat Ubaidillah yang hadir dalam kesempatan tersebut mengapresiasi metode sosialisasi P3SPS dengan menggunakan kuis. Sosialisasi P3SPS bertujuan agar lembaga penyiaran baik tv maupun radio bisa berkualitas, sehat, bermartabat, dan berkeadilan. Berdasarkan pemantauan KPI, selama ini masih banyak siaran-siaran yang menyimpang dari kehidupan sosial, hukum dan agama. Oleh karena itu, pengetahuan tentang P3SPS ini sangat diperlukan bagi SDM lembaga penyiaran.
Untuk itu, Ubaidillah berharap kepada lembaga penyiaran benar-benar mempersiapkan SDM nya dalam memahami P3SPS secara teks dan konteks. Ia berharap lembaga penyiaran memiliki standar internal masing-masing dalam menentukan program siaran. “Saat ini memang, beberapa lembaga penyiaran sudah membuat buku panduan ketika mereka merekrut karyawan baru dan memberikan training materi sesuai dengan P3SPS,” pungkasnya. (*)
Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini dan Nuning Rodiyah, menerima aduan dari Koalisi Masyarakat Disabilkitas Indonesia (KMDI) di Kantor KPI Pusat, Kamis (20/12/2018). Foto: Agung Rachmadyansyah
Jakarta -- Koalisi Masyarakat Disabilitas Indonesia (KMDI) menyampaikan keberatan mereka terhadap program acara di salah satu stasiun televisi. Koalisi yang terdiri atas 80 organisasi disabilitas dari beberapa wilayah Indonesia menilai bahwa sebuah tayangan talkshow pada sebuah tv swasta mengandung unsur penghinaan dan merendahkan martabat manusia.
“Kami merasa keberatan atas komentar salah seorang narasumber di acara tersebut yang melecehkan kelompok penyandang disabilitas mental. Narasumber dalam acara tersebut seolah menganggap kelompok disabel bukan bagian dari warga negara yang punya hak politik, dan ini tidak diklarifikasi oleh host. Kami minta KPI segera melakukan tindakan,” kata Pimpinan rombongan KMDI, Yeni Rosa Damayanti, kepada Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini dan Nuning Rodiyah, yang menerima langsung kedatangan mereka di Kantor KPI Pusat, Kamis (20/12/2018).
Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini mengatakan, perlindungan terhadap kelompok khusus termasuk kelompok disabel telah dijamin oleh regulasi penyiaran. Pihaknya akan memproses aduan ini sesuai dengan mekanisme yang berlaku. “Kami akan melakukan verifikasi terhadap tayangan yang diadukan dan jika ditemukan unsur pelanggaran akan ada sanksi,” jelasnya.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah mengapresiasi langkah Koalisi mengadu ke KPI terkait permasalahan disabilitas. Menurutnya, masalah disabilitas dalam penyiaran belum banyak dipahami dan belum menjadi perhatian lembaga penyiaran.
Menurut Nuning, KPI akan memberikan sanksi pada lembaga penyiaran bersangkutan jika tayangan tersebut terindikasi melanggar aturan P3 dan SPS. “KPI sangat memberi perhatian terhadap isu disabilitas. Kami berharap aduan ini menjadi pintu masuk bagi seluruh lembaga penyiaran untuk menjaga tayangannya bersih dari segala unsur pelecehan kepada kelompok disabel,” katanya.
Dalam kesempatan itu, perwakilan dari Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia (PJSI), Agus, mengharapkan lembaga penyiaran menaruh perhatian terhadap masyarakat disabilitas dengan menyiarkan tayangan sehat dan tidak diskriminasi terhadap kelompok manapun.
“Kami sangat terluka. Kata-kata tersebut tidak pantas diucapkan, apalagi dalam acara yang menjadi rujukan publik, karena hal itu dapat menimbulkan stigma buruk terhadap kelompok disabilitas mental di masyarakat,” tegasnya. ***
Komisioner KPI Pusat sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran, Hardly Stefano. Foto : Agung Rahmadiansyah
Jakarta – Infrastruktur dan sistem baru pengawasan siaran yang digunakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat sejak Januari 2018 telah mampu mengintegrasikan seluruh proses dan tahapan pengawasan yang berjalan selama 24 jam setiap hari. Mulai dari pemantauan secara real time, pengaduan, verifikasi, pembahasan potensi pelanggaran, sampai dengan putusan sanksi dinilai efektif dan efisien, baik dari hasil maupun proses.
Komisioner KPI Pusat sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran, Hardly Stefano mengatakan, dengan sistem baru ini sepanjang bulan Januari sampai dengan November 2018 tim pemantauan isi siaran telah mampu mendeteksi 33.802 scene potensi pelanggaran pada program siaran 15 televisi berjaringan nasional. Pada periode yang sama, KPI juga menerima 4.377 pengaduan masyarakat tentang konten siaran.
“Terhadap temuan awal pemantauan dilakukan pengelompokan substansi potensi pelanggaran dan verifikasi, dengan mempertimbangkan durasi, frekuensi, konteks dan value yang disampaikan. Sedangkan verifikasi terhadap pengaduan dilakukan dengan memastikan tanggal dan jam tayang program yang diadukan,” kata Hardly usai menyampaikan laporan kinerja akhir tahun bidang Isi Siaran KPI Pusat, Refleksi Akhir Tahun 2018 KPI, di Hotel Arya Duta, Rabu (19/12/2018).
Setelah dilakukan verifikasi terhadap temuan pemantauan diperoleh 533 potensi pelanggaran, sedangkan untuk pengaduan diperoleh hasil 831 pengaduan yang meliputi 120 program siaran yang berpotensi melanggar.
“Angka potensi pelanggaran program siaran ini terlihat sebagai angka yang besar jika kita hanya fokus pada program siaran yang dianggap bermasalah. Namun jika dibandingkan dengan keseluruhan program yang disiarkan oleh 15 televisi sepanjang Januari sampai November 2018, kita akan menemukan fakta bahwa presentase program siaran yang berpotensi melanggar angkanya sangat kecil. Masih jauh lebih banyak program siaran yang berada pada koridor regulasi,” jelas Hardly.
Estimasi program acara yang disiarkan oleh 15 televisi selama 11 bulan, kurang lebih 74.250 program acara. “Sehingga persentase program siaran yang berpotensi melanggar berdasarkan hasil verifikasi pemantauan real time, hanya sebesar 0,75% dari total program acara yang disiarkan. Untuk hasil verifikasi pengaduan jauh lebih kecil, 0,16% program siaran yang dianggap bermasalah. Artinya, lebih dari 99% program acara yang disiarkan oleh 15 stasiun televisi masih sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS),” lanjut Hardly.
Meskipun jumlah program siaran yang dinilai berpotensi melanggar tidak sampai 1% dari total jumlah program siaran, namun KPI tidak tinggal diam. Terhadap program siaran yang mengandung muatan yang dinilai melanggar P3SPS, sepanjang tahun 2018 ini KPI melakukan 144 tindak lanjut non-sanksi dan memberikan 44 sanksi kepada program siaran yang terbukti melakukan pelanggaran.
“Strategi KPI dalam menegakkan P3SPS adalah melalui pendekatan kebijakan deliberatif, yaitu membuka ruang dialog dengan seluruh pemangku kepentingan. Karena kami menyakini bahwa melalui dialog, maka teks regulasi dapat dimaknai secara kontekstual, sehingga berbagai upaya perbaikan dapat dilakukan secara substantif,” jelas Hardly.
Selain melakukan penindakan terhadap program siaran yang dinilai melanggar P3SPS, dalam rangka mewujudkan penyiaran yang sehat dan berkualitas, KPI juga memberikan penghargaan kepada program siaran yang dinilai dapat memenuhi kriteria sebagai tontonan yang menarik sekaligus mampu menghadirkan tuntunan positif kepada pemirsa.
“Sepanjang tahun 2018 ini telah diselenggarakan Anugerah Syiar Ramadhan, Anugerah Penyiaran Ramah Anak, dan Anugerah KPI. Melalui ketiga pagelaran anugerah tersebut, KPI mampu mengidentifikasikan 103 program acara televisi yang merupakan embrio terwujudnya penyiaran sehat untuk rakyat. 103 program acara tersebut telah dipublikasikan melalui website dan media sosial KPI agar dapat menjadi referensi bagi masyarakat dalam memilih program siaran yang akan ditonton. Peran serta masyarakat dibutuhkan untuk memilih dan menonton program yang berkualitas dan meninggalkan yang bermasalah dan tidak berkualitas,” tandas Hardly. ***
Sungailiat - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) melakukan monitoring dan evaluasi Lembaga Penyiaran Publik (LPP RRI) Sungailiat, Rabu (19/12/2018).
Tim monev KPID yang di pimpin Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Imam Ghazali ini di terima langsung para pejabat di lingkungan LPP RRI Sungailiat mulai dari Kabid Pemberitaan Lalang Gumilang, Kabid Siaran Ita Gustini dan Kabid LPU Isnaini.
Dalam kegiatan monitoring dan evaluasi ini pihak KPID melakukan diskusi terkait pengembangan pola siaran dan pemberitaan di LPP RRI Sungailiat termasuk pola pola penyiaran yang dilakukan di Programa 1, Programa 2, dan Programa 4. Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID Kepulauan Babel Imam Ghazali menuturkan, semua program yang telah dilakukan oleh lembaga penyiaran pertama di Republik Indonesia ini khususnya di LPP RRI Sungailiat sudah menampilkan konten konten yang positif untuk perkembangan dunia penyiaran dengan informasi yang membangun dan positif.
"RRI adalah media pertama dan menjadi media acuan dalam hal pengembangan pembangunan informasi sesuai tugas dan fungsi serta keberadaannya," kata Imam Ghazali, Kamis (20/12/2018).
Dirinya berharap, media publik ini harus tetap eksis dan konsisten dalam memberikan informasi yang variatif dan innovatif yang dapat membangun pemikiran positif kepada publik.
"RRI sudah berada pada garisnya sebagai media yang kredibel dan konsisten dalam menyampaikan informasi yang sehat, dan ini harus dilakukan secara intens dan berkesinambungan," pungkasnya.
Sementara itu diharapkan, dalam tahun politik seperti ini, RRI harus menjadi acuan dalam menjaga netralitas sebagai media publik yang sesuai dengan visi misinya. Red dari KBRN
Dalam suatu episode yang berjudul "Ulang tahun Poli" dalam musim pertama serial animasi "Kiko" terdapat suatu adegan yg secara tidak langsung mencela umat beragama. Dalam adegan tersebut, Poli, si ikan ninja, sedang berulang tahun dan dia sudah menyiapkan pesta ulang tahunnya dirumahnya, namun teman-temannya tidak kunjung datang. Polipun menunggu dan terus menunggu. Dalam bagian ini terjadi adegan cliché yang mana Poli didatangi berbagai orang (Sekitar 3 totalnya) yang bukan temannya semasa menunggu. Polipun berkali-kali kecewa karena saat pintu dibuka ternyata yang datang bukan teman-temannya. Adegan yang saya rasa mencela umat beragama secara tidak langsung terjadi disini. Salah satu dari berbagai orang-orang yang mendatangi rumah Poli saat dia sedang menunggu teman-temannya adalah seseorang yang tampak dan berbicara seperti pendakwah agama (tidak ada agama spesifik yang disebutkan atau dicirikan). Pendakwah agama itu datang ke rumah Poli untuk memperingatkannya untuk kembali kejalan yang benar dan mengingat hari akhir. Saat pendakwah agama itu melihat bahwa Poli sedang mengadakan pesta, ia juga menanyakan Poli kenapa dia malah mengadakan pesta dan tidak membaca kitab suci. Dalam cerita, Poli, selain merasa kesal dan jengkel, juga menyebut sang pendakwah agama itu sebagai "orang aneh" dan menutup paksa pintu rumahnya, setelah mengusirnya. Saya yakin bahwa adegan ini tidak layak untuk ditayangkan dalam kartun anak-anak, karena adegan ini secara tidak langsung mempromosikan sekularisme. Sekularisme sendiri, berdasarkan poin pertama dari Pancasila, BUKAN merupakan keyakinan atau budaya Indonesia, dan sudah seharusnya ditiadakan. Pendakwah agama dalam adegan itu sendiri memang digambarkan seperti orang yang terlalu fanatis dan otaknya sedikit miring, namun bukankah hal ini dapat dikatakan sebagai celaan juga? Seorang pendakwah agama memang selalu mendedikasikan diri mereka penuh pada agamanya, ini adalah hal yang wajar dan baik, namun kartun ini seperti ingin menunjukkan bahwa pendakwah agama itu stereotypenya seperti orang gila yang keberadaannya menganggu. Saya rasa hal ini tidak dapat dimaafkan. Kemudian, Poli yang sama sekali tidak memperdulikan pendakwah agama itu, dan malah jengkel kepadanya secara tidak langsung jelas menunjukkan bahwa ia tidak suka beragama. Adegan ini tidak merujuk pada agama spesifik apapun, tapi merujuk pada agama in general atau pada umumnya. Jadi adegan ini dapat dibilang menghina semua umat beragama di Indonesia. Saya harap masalah ini tidak disepelekan dan dapat ditindaki dengan serius. Saya benar-benar menghargai penyediaan formulir pengaduan ini, saya mengucapkan terimakasih banyak pada pihak KPI atas kerja kerasnya selama ini. Salam sejahtera.
Pojok Apresiasi
Gebriel Coryza Karay
Program reality show yang mengahrukan, penonton dapat lebih bersysukur setelah melihat bahwa banyak hal yang harus di syukuri dalam hidup karena masalah orang lain bahkan bisa 10xlipat lebih berat daripada masalah kita tersebut termasuk utuk masalah hutang. Program ini pun dapat membantu meringankan beban hidup khususnya rakyat kecil dan sangat menginspirasi.