Jakarta - Memasuki bulan Ramadhan, KPI mengajak kepada masyarakat untuk ikut mengawasi program siaran televisi. Demikian disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad kepada wartawan.
“Partisipasi publik dalam bentuk pengawasan itu penting untuk tetap mengontrol program siaran TV agar tetap berada pada relnya,” ungkap Idy.
Dengan pengawasan itu pula, imbuh Idy, pada saat yang sama publik bias selektif dalam mengonsumsi program siaran yang baik dan berkualitas.
“Publik juga bisa melakukan pengaduan bila ditemukan program siaran yang kurang bagus,” kata Idy.
Respon publik ini penting untuk memberikan parameter dan ukuran terkait program siaran yang bagus dan kurang bagus. Karena KPI akan memberikan penghargaan kepada program siaran yang baik dan memberikan punishment terhadap program siaran yang kurang bagus.
“Nanti KPI akan publikasikan negative list terkait program siaran Ramadhan yang menurut masyarakat tidak bagus,” kata Idy.
Publikasi ini menurut Idy penting untuk memberikan pembelajaran baik bagi pengelola TV maupun masyarakat.
“Kalau bisa menciptakan program siaran yang bagus, kenapa harus yang jelek atau setidaknya kurang bagus,” sindir Idy. Memang membuat program siaran Ramadhan yang berkualitas memerlukan upaya lebih.
Jakarta – Kehadiran lembaga penyiaran publik lokal dinilai penting untuk mengisi ketiadaan siaran RRI maupun TVRI. Berdirinya lembaga penyiaran yang disokong oleh APBD ini dapat membantu mencukupi kebutuhan informasi bagi masyarakat setempat secara maksimal. Demikian dikatakan Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Siaran sekaligus Komisioner KPI Pusat, Azimah Subagijo, pada Anggota DPRD Kabupaten Bangli Provinsi Bali, Senin, 15 Juni 2015 di kantor KPI Pusat.
Mengapa keberadaan radio atau televisi publik lokal dinilai Azimah dapat memenuhi kebutuhan dan pelayanan informasi publik karena lembaga penyiaran lain seperti LPS (Lembaga Penyiaran Swasta) cenderung lebih komersil. “Masyarakat butuh informasi yang sifatnya sosialisasi dari pemerintah seperti soal kebijakan dan lain sebagainya dan ini bisa melalui lembaga penyiaran publik lokal,” katanya.
Memang ada LPK (Lembaga Penyiaran Komunitas) tapi distribusi informasinya kecil hanya untuk lingkup komunitas. “Adapun lembaga penyiaran berlangganan seperti televisi kabel siarannya lebih didominasi siaran asing,” tambah Azimah.
Keberadaan lembaga penyiaran publik lokal, baik radio maupun televisi, lanjut Azimah, selain dibantu dari segi pendanaan harus juga dibopong regulasi yang menguatkan yakni Peraturan Daerah (Perda). Peraturan daerah bagi LPP lokal untuk melengkapi mandatori administrasi yang diajukan Pemerintah cq Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
“Perda harus dibuat oleh DPRD untuk melengkapi syarat tersebut. Tanpa ada Perda, radio publik lokal kabupaten Bangli yang sudah mendapatkan izin penyiaran prinsip akan kesulitan mendapatkan izin penyiaran tetap,” kata Azimah khawatir.
Proses membuat Perda LPP Lokal memang tidak mudah dan cepat, kata Azimah. Jika proses membuat Perda diprediksi memakan waktu lama, sedangkan izin prinsip hanya berlaku 6 (enam) bulan. Pemda sebaiknya meminta perpanjangan untuk kali kedua kepada Menteri Kominfo selama 6 (enam) bulan.
“Tapi jangan terlalu mepet meminta perpanjangan tersebut. Sebaiknya satu atau dua bulan sebelum habis tenggat masa berlakunya,” jelas Azimah yang berharap DPRD mendukung langkah Pemda mendirikan radio atau televisi publik lokal.
Dalam kesempatan itu, Azimah mengingatkan hal teknis yang harus diperhatikan seperti jangkauan siaran radio yang melebihi wilayah layanan atau kategorisasi yang ditetapkan. Kabupaten Bangli masuk dalam kategori B jadi siaran radionya hanya beradius 12 km. “Jika siarannya melebihi radius yang ditetapkan akan menimbulkan masalah teknis dengan wilayah layanan lain,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bangli Provinsi Bali, I Nyoman Basma, di awal pertemuan mengatakan radio publik lokal Bangli sudah memperoleh izin prinsip dari Kemen Kominfo. Namun, infrastruktur untuk radio tersebut sedang dalam tahap pembangunan. “Kami ingin tahu apakah kami akan kena sanksi jika tenggat waktu tersebut habis,” katanya. ***
Jakarta – Tim Seleksi (Timsel) Calon Anggota KPID Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) menyambangi kantor KPI Pusat, Kamis, 11 Juni 2015. Kunjungan ini untuk memantapkan proses seleksi pemilihan Calon Anggota KPID Sulbar yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat diterima langsung Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin.
Berikut dokumentasi pertemuan antara KPI Pusat dan Timsel Calon Anggota KPID Sulbar di kantor KPI Pusat:
Jakarta - Meningkatnya jumlah Lembaga Penyiaran Lokal menumbuhkan keragaman jenis program siaran di Indonesia. Peningkatan jumlah Lembaga Penyiaran Lokal juga berdampak pada jumlah konten yang disajikan kepada publik. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang salah satu tugasnya mengawasi isi siaran Lembaga Penyiaran perlu mengimbangi perkembangan jumlah konten lokal dalam pengawasannya.
Untuk mencapai tujuan itu KPI Daerah Banten berkunjung ke Kantor KPI Pusat, Jakarta dalam rangka mengikuti pelatihan singkat pengawasan isi siaran. Kunjungan dipimpin oleh Komisioner KPID Banten Bidang Isi Siaran Cecep Abdul Hakim dan Adi Muhtadi, beserta 12 Tenaga Analis Isi Siaran, serta jajaran Sekretariat KPID Banten. "Dengan kunjungan dan pelatihan pengawasan isi siaran ini semakin meningkatkan kapasitas teman-teman dalam pengawasan isi siaran dari Lembaga Penyiaran yang bersiaran di Provinsi Banten," Cecep di Ruang Rapat KPI Pusat, Jumat, 12 Juni 2015.
Kunjungan diterima oleh Kepala Sekretariat KPI Pusat Maruli Matondang dan jajaran Sekretariat, serta Koordinator Pemantauan dan Monitoring, Bagian Isi Siaran KPI Pusat R. Guntur Karyapati.
Maruli mendukung upaya KPI Daerah dalam meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga pemantau isi siaran. Menurutnya dengan peningkatan kapasitas pemantauan bagian isi siaran membantu masyarakat untuk mengetahui program siaran yang sesuai dengan kaidah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang selama ini dijadikan acuan dalam menilai sebuah tayangan atau siaran. "Dalam amanat Undang-undang salah satu tugas KPI adalah memastikan informasi yang layak dan benar bagi masyarakat," ujar Maruli.
Sedangkan Guntur menjelaskan dasar hukum pemantauan isi siaran KPI yang tercantum dalam Pasal 8 ayat 2 dan Pasal 32 ayat 3 huruf e Undang-undang No. 32 Tahun 202 tentang Penyiaran. "Dalam Pasal 8 disebutkan secara garis besar, tugas KPI adalah menetapkan standar program siaran, menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran, mengawasi pelaksanaan P3SPS, memberikan sanksi terhadap pelanggaran P3SPS, dan meneliti, menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap lembaga penyiaran," ujar Guntur.
Dalam melakukan pemantauan isi siaran, menurut Guntur, KPI Pusat memiliki sistem baku. Mulai dari langsung menonton/atau mendengar siaran lembaga penyiaran, kemudian Tenaga Analis memberikan kode pelanggaran, verifikasi siaran, dan penentuan jenis pelanggaran hingga putusan dari rapat pleno Komisioner KPI Pusat. "Dengan proses melalui proses itu, hasil pemantauan benar-benar harus bersih dari unsur subyektivitas seorang tenaga pemantau. Di sinilah kemampuan dan kapasitas seorang tenaga pemantau dilihat dalam menilai isi siaran,” ujar Guntur.
Setelah selesai pembahasan teori dan prosedur pemantauan isi siaran, peserta pelatihan langsung praktik di ruang pemantauan KPI. Peserta langsung praktik dalam memantau isi siaran, pemberian kode jenis pelanggaran, verivikasi tayangan sebagai bahan bukti, pembahasan jenis pelanggaran sebelum diajukan ke Komisioner sebagai bahan rapat pleno sebagai puncak dari rapat keputusan lembaga.
Jakarta - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI ) Pusat, Judhariksawan, menyatakan bahwa kualitas program acara televisi masih di bawah standar berkualitas. Hal tersebut merupakan kesimpulan dari Survei Indeks Kualitas Program Televisi yang digelar KPI dengan 9 (sembilan) perguruan tinggi di 9 (sembilan) kota serta bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI).
Pada survei yang digelar periode Maret-April 2015 ini, memperlihatkan nilai indeks kualitas program acara secara keseluruhan adalah 3,25. Sedangkan, indeks standar minimal KPI untuk program berkualitas pada survei ini adalah 4,0. Standar dari KPI ini didasarkan pada kesesuaian program siaran dengan tujuan, fungsi dan arah penyelenggaraan penyiaran sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Dalam survei ini terdapat 9 (sembilan) jenis program acara yang dinilai oleh para responden yang merupakan panel ahli di masing-masing kota.
KPI menyoroti 3 (tiga) program siaran yang mendapatkan nilai indeks jauh di bawah standar KPI, yakni: program infotainment, sinetron dan variety show. Sedangkan untuk program religi dan wisata/budaya, indeks kualitas yang didapat di atas 4, dan menunjukkan program ini berkualitas.
Melihat hasil keseluruhan dari survei ini, KPI meminta lembaga penyiaran memperbaiki kualitas program siarannya. “Infotainment, sinetron, dan variety show yang mendapat indeks kualitas rendah, justru berada di waktu-waktu utama (prime time) siaran televisi,” ujar Judha. Sedangkan sebaliknya, untuk siaran budaya dan religi yang berkualitas, justru kuantitasnya tidak sebanyak tiga program tadi.
Menyikapi hasil survei ini, KPI akan segera memanggil seluruh lembaga penyiaran untuk meminta peningkatan kualitas pada tiga program siaran yang berkualitas rendah. Selain itu, KPI juga meminta asosiasi-asosiasi periklanan untuk ikut mempertimbangkan hasil survei ini dalam menempatkan iklan-iklannya. Sehingga program-program yang berkualitas baik, dapat terjamin keberlangsungannya di layar kaca, karena mendapat dukungan dari pengiklan.
KPI mengapresiasi penilaian masyarakat yang tercermin dalam survei indeks kualitas program siaran televisi ini. Hal ini sejalan dengan data penjatuhan sanksi yang dikeluarkan oleh KPI pada tahun 2014. Sepanjang 2014 lalu, sanksi yang dikeluarkan KPI didominasi oleh program sinetron dan variety show. Sedangkan aduan dari masyarakat yang masuk ke KPI pada 2014 juga didominasi oleh program sinetron dan variety show.
Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi akan kembali digelar KPI setiap dua bulan sepanjang tahun 2015. Hasil keseluruhan dari survei ini akan menjadi pertimbangan KPI dalam proses evaluasi perpanjangan izin bagi lembaga-lembaga penyiaran yang akan habis pada 2016 mendatang.
Televisi sebagai media yang selalu menyajikan berbagai kebutuhan khalayak atas informasi dan hiburan sering menggunakan pelawak (komedian) sebagai daya tarik isi siaran. Pada segmen kuis berhadiah via telephone interaktif yang dipandu oleh Komeng, Adul dan Kenta pada program Bukanya Tuh Disini di NET TV terjadi lawakan yang menurut saya pribadi gak lucu dan cenderung mengarah kepada representasi bullying atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia lain.
Salah satu adegan yang menurut saya tidak baik ditampilkan yaitu ketika Komeng melakukan lawakan slapstick seperti mendorong Adul hingga jatuh atau bahasa kerennya “nge-jorokin”, dan dengan sengaja menjatuhkan properti yang cukup berat ke kaki lawan mainnya (Adul). Menurut saya, hal ini seperti menggambarkan sebuah imaji bahwa dengan sengaja melukai orang lain kemudian bersikap antipati atas nama humor adalah hal yang wajar dan tidak perlu dibawa ke hati.
Dalam segmen kuis interaktif tersebut, Komeng melakukan berbagai perilaku yang terlihat seperti merendahkan martabat lawan mainnya. Mungkin maksud Komeng, dengan adegan tersebut Ia dapat menciptakan suasana humor yang tidak tegang dan santai, namun melakukan lelucon fisik dengan gaya slapstick seperti itu tidak membuat saya tertawa justru iba dengan adegan tersebut. Kedekatan Komeng dan Adul di layar kaca dapat diamati dari berbagai sumber seperti youtube dan lain-lain. Kedekatan mereka menurut saya tidak bisa dijadikan alasan ketika Komeng melakukan lawakan yang merendahkan karena ketika in frame dan kamera sudah on seharusnya para entertainer bekerja secara profesional dan tidak melupakan etika ketika beradegan di depan kamera.
Menurut saya, yang dilakukan Komeng dan Adul bukanlah lawakan yang pantas ditampilkan kepada khalayak, apalagi pada pukul 17:00 menjelang buka puasa dimana cukup banyak khalayak atau pemirsa seperti keluarga, dimana ada khalayak berusia anak dan remaja yang juga menyaksikan program siaran televisi sambil menunggu berbuka puasa.
Penggunaan bintang komedi seperti Komeng serta karakter lawakannya yang “unik” dan “nyeleneh” itu harusnya mampu memberi nilai tambah bagi program siaran televisi juga bagi khalayak atau pemirsa setia televisi di rumah anda. Saran saya agar para talent (entertainer) dapat lebih diarahkan oleh segenap tim yang bertanggung jawab saat siaran yang tayang secara LIVE ini agar menampilkan lawakan yang lebih berkualitas dan mampu menghibur khalayaknya dengan lawakan yang bermutu pula menghibur dengan tidak merendahkan harga diri dan martabat manusia lain.
Ini tidak sepenuhnya sebuah aduan kepada KPI untuk menghentikan atau memberi sanksi, namun ini merupakan bentuk saran dan unek-unek dari seorang pemirsa yang juga punya hak untuk menikmati konten informatif dan atau konten hiburan yang berkualitas. Mungkin mereka (entertainer) kurang di-brief, atau mungkin saja lawakan slapstick seperti itu memang sudah harus kita tinggalkan bersama-sama. Terima kasih.
Pojok Apresiasi
Ahmad rohsad
Acara ini sangat meninspirasi untuk saya dan keluarga saya. Karena sangat baik untuk pelajaran saya dan adik adik saya.. Dalam usia masih kecil mereka yang ikut dalam hafiz indonesia tersebut sudah bisa menghafal alquran. Sangat menginpirasi sekali. Dan sangat bagus.. Terima kasih