Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah menyiapkan Surat Edaran (SE) Nomor 6 tahun 2024 tentang Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024 di Lembaga Penyiaran. Rujukan ini untuk memastikan kontestasi politik di ranah penyiaran (TV dan radio) berjalan adil, berimbang dan netral. 

Saat membuka kegiatan sosialisasi SE bersama seluruh KPID yang digelar secara daring, Selasa (1/10/2024), Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan, edaran ini untuk memastikan pelaksanaan siaran kampanye dan iklan di lembaga penyiaran berjalan sesuai aturan dan perundangan yang berlaku. 

“Kami sudah menyiapkan surat edaran untuk lembaga penyiaran soal pilkada di lembaga penyiaran. Apa-apa saja yang harus dipatuhi lembaga penyiaran dan calon pasangan ada dalam surat edaran ini,” kata Ubaidilllah,.

Selain itu, Ubaid menambahkan, edaran ini juga untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran siaran pilkada di TV dan radio. Seperti soal keberimbangan siaran dan kesempatan yang sama untuk pasangan calon. 

Anggota KPI Pusat, Tulus Santoso menambahkan, edaran ini harus dipahami dan diterapkan secara benar sehingga pelaksanaan penyiaran pilkada di lembaga penyiaran berjalan baik dan minim pelanggaran. Lembaga penyiaran harus juga menyajikan informasi tentang pilkada secara terbuka, menyeluruh dan faktual, khususnya perihal para kontestan, 

“KPI berperan dalam menjaga ruang informasi di lembaga penyiaran untuk memastikan keberimbangan dan netralitas, sehingga lembaga penyiaran menyajikan informasi yang dibutuhkan masyarakat yang akan menentukan para pemimpin di masing-masing daerah,” katanya dalam sosialisasi tersebut. 

Selain itu, lanjut Tulus, informasi yang disampaikan secara luas, berimbang dan netral akan membentuk pemahaman dan edukasi yang jelas ke masyarakat terkait para calon pemimpin daerahnya. “Dengan demikian, kita ikut berkontribusi melahirkan kepala daerah yang mumpuni, bisa bekerja membangun daerah dan harapannya memiliki keberpihakan kepada masyarakat,” ujar Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat. 

Anggota KPI Pusat Aliyah berharap, Pilkada yang akan berlangsung di 37 Provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota berjalan aman dan tanpa gejolak. Karenanya, diperlukan sinergi yang kuat antar pihak khususnya KPID dalam pengawasan siaran pilkada di lembaga penyiaran khususnya di daerah. Adapun penayangan iklan kampanye pilkada di media massa cetak dan elektronik dimulai pada 10 Oktober hingga 23 November 2024. 

Dalam kesempatan itu, Aliyah menyampaikan telah menyampaikan aspirasi dari KPID terkait penggunaan media massa elektronik yang harus melibatkan KPID dan diakomodir melalui PKPU. “Kami sudah 2 kali bersurat ke KPU, tapi ini perlu diterangkan ke KPUD masing-masing. Dalam SE disebutkan klausul KPUD melibatkan KPID di daerah masing-masing,” tegasnya. 

Sementara itu, Tulus Santoso menambahkan, KPID bisa memberi daftar lembaga penyiaran apa saja yang berizin, bermasalah atau tidak untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan LP yang akan dijadikan mitra dalam penyelenggaraan pemilu. “Data ini sangat penting untuk memastikan lembaga penyiaran yang digunakan benar-benar legal dan tidak bermasalah,” tuturnya. 

Apresiasi KPID

Menanggapi surat edaran tersebut, beberapa perwakilan KPID menyampaikan apresiasinya. Menurutnya, SE ini bisa menjadi pedoman dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Mereka juga menyatakan sudah menindaklanjuti dengan berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Dewan Pers di wilayah masing-masing untuk bersama mengawal Pilkada Serentak dengan sukses. Meskipun demikian ada beberapa hal yang membutuhkan perhatian khusus. 

Anggota KPID Sulawesi Tenggara, Asman Hamidu, mengingatkan pentingnya bermitra dengan lembaga penyiaran yang berizin, netral, serta memiliki kelengkapan memadai untuk mendukung penyelenggaraan pilkada agar terjangkau ke semua wilayah, terutama di area yang terdiri dari laut dan daratan. 

Sejumlah KPID juga menyampaikan permasalahan terkait area blankspot dan tidak tersedianya lembaga penyiaran di beberapa area tersebut. Atas kesulitan ini, mereka berharap Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) bisa menjadi alternatif solusi. 

Terkait masalah itu, Aliyah memohon maaf karena ada usulan KPI yang tidak diakomodir oleh KPU. Pihak KPU menyebut bahwa masih memungkinkan bagi lembaga penyiaran untuk menyajikan pemberitaan melalui media baru dan streaming.

Menyoal potensi pelanggaran oleh peserta pemilu yang dilakukan melalui lembaga penyiaran, Tulus Santoso meminta kepada KPID untuk mengusahakan penyelesaian secara internal melalui pembinaan lembaga penyiaran. Dia menekankan untuk berhati-hati dalam menjatuhkan sanksi, karena pada prakteknya kegiatan jurnalistik di lapangan kadang dibenturkan dengan kondisi tertentu yang tidak diduga yang membuat lembaga penyiaran seolah melakukan pelanggaran.

“Misalnya ketidakhadiran kandidat pada acara debat atas kehendak kandidat sendiri karena ada kegiatan lain yang bersamaan atau alasan lain. Penting bagi KPI untuk menelusuri alasan di balik terjadinya pelanggaran tersebut. Pelanggaran ini yang termasuk dalam ranah penyiaran,” katanya.

Dalam sosialisasi ini, turut didiskusikan keberadaan media baru, persoalan slot iklan, pelibatan TV lokal, serta praktik pengawasan di wilayah dengan infrastruktur sulit dan rawan konflik. ***/Anggita

 

 

 

Bogor - Sinergi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers dalam gugus tugas, harus terjalin lebih baik lagi guna mendukung pemilu dan pemilihan yang berkualitas. Dalam Pemilu Februari lalu, terdapat 141.008 upaya pencegahan yang dilakukan Bawaslu, baik dalam bentuk identifikasi kerawanan, pendidikan, partisipasi masyarakat, naskah dinas pencegahan ataupun kerja sama publikasi. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyampaikan hal tersebut dalam diskusi kelompok terpumpun Evalusi Pengawasan Penyiaran Pemilu 2024 yang dilaksanakan KPI Pusat, (27/9/2024). 

Dia mengungkap titik rawan yang paling menonjol adalah politik Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) dan politik uang. Sedangkan data pengawasan siber menunjukkan adanya 355 konten internet yang diduga melanggar dengan konten ujaran kebencian yang diidentifikasi sangat menonjol. Kerawanan lain yang ditemukan Bawaslu adalah Pemilu di luar negeri yakni terkait daftar pemilih dan metode pemungutan suara. 

Evaluasi ini juga membahas kontribusi pers dalam penyelenggaraan Pemilu. Menurut Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, pemilu merupakan sarana perebutan kekuasaan yang legal. “Pada konteks ini pemilu menjadi sarana yang sangat penting agar masyarakat terdidik lewat cara-cara yang baik,” ujarnya. Undang-undang memandatkan pada dewan pers untuk menjaga keseimbangan agar pers tidak terjebak pada pemberitaan hal-hal prosedural dalam Pemilu. “Esensi demokrasi itu bagaimana menghadirkan kelompok termajinalkan mendapat tempat,” tegasnya. 

Ninik menyadari pesta demokrasi ini harus dapat berlangsung secara damai, namun bukan berarti tidak ribut. “Tidak bisa damai diartikan sebagai diam-diam saja saat terjadi berbagai pelanggaran,” tegasnya. Dia mengingatkan pula bahwa fungsi pers adalah memberikan dukungan informasi. 

Perwakilan KPU yang hadir dalam Evaluasi, adalah Dohardo Pakpahan selaku Kepala Bagian Hubungan Antar Lembaga. Dohardo mengatakan, Pemilu 2024 lalu mendapat perhatian sangat besar dari berbagai media massa, baik cetak, online ataupun penyiaran. Sebagai regulator penyiaran, dikatakan Dohardo, KPI telah melakukan pengawasan terhadap pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye agar semua dapat dipastikan tetap dalam koridor yang tepat. “Terbukti dari pemilu lalu, keberadaan isu sara sudah sangat minim sekali, berbeda dengan yang sebelumnya,” ujar Dohardo. 

Dohardo menyoroti tentang peredaran konten hoax menjelang Pemilu 2024.  Kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, berbuahkan 1971 konten hoax yang di-take down. Data lain yang didapat KPU yakni sebanyak 62% masyarakat pernah melihat informasi yang keliru di media,  dan 80% dari mereka percaya bahwa informasi yang beredar di masyarakat mampu memberi pengaruh terhadap pilihan politik. KPU mengapresiasi KPI yang mengeluarkan peraturan dan juga pedoman penyiaran kampanye yang lebih rinci, termasuk larangan adanya unsur provokatif dalam iklan kampanye. Dohardo berharap, kolaborasi lembaganya dengan KPI dapat terjalin lebih baik lagi demi menghasilkan kualitas demokrasi yang kuat dan berkualitas.

Terkait independensi media dalam Pemilu disoroti oleh Nuning Rodiyah yang hadir sebagai narasumber. Tantangan independensi antara lain banyaknya pengisi program siaran yang menjadi peserta pemilu, pemilik media penyiaran yang terafiliasi dengan peserta pemilihan atau partai pengusung, penyampaian informasi oleh lembaga penyiaran yang sarat dengan framing. Selain itu, pengawasan yang dilakukan untuk media lokal masih terbatas pada penayangan iklan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye, ujarnya. 

“Sebenarnya yang dapat menindak pasangan calon tetaplah KPU, karena posisi KPI dan Bawaslu memberi rekomendasi terkait pelanggaran yang dilakukan pasangan calon di lembaga penyiaran,” ungkapnya. Nuning juga melihat potensi pelanggaran siaran lainnya adalah blocking segment yang jauh lebih mudah dinilai. “Tinggal lihat saja kecenderungan pembawa acara condong kemana,” pungkasnya. 

Diskusi ini juga dilengkapi dengan data pengawasan yang dilakukan KPI Pusat pada Pemilu 2024. Hadir dalam evaluasi tersebut Ketua KPI Pusat Ubaidillah, Koordinator dan anggota Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat Tulus Santoso dan Aliyah, dan juga Koordinator Bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) Muhammad Hasrul Hasan.

 

Bogor - Kesetaraan aturan pada para pelaku penyiaran, baik di ranah free to air atau pun di platform internet sangat mendesak untuk direalisasi. Industri penyiaran Indonesia saat ini, membutuhkan adanya level playing field untuk tumbuhnya industri secara sehat. Komitmen lembaga penyiaran di Indonesia sudah jelas, dalam melawan ujaran kebencian di tengah masyarakat yang ramai diedarkan melalui internet. Hal ini juga disebabkan adanya regulasi konten yang berlapis untuk televisi dan radio, tidak saja melalui undang-undang penyiaran dan aturan turunannya, tapi juga lewat aturan dari kementerian dan lembaga lain yang juga memiliki keterkaitan kepentingan pada lembaga penyiaran. Hal ini disampaikan Gilang Iskandar selaku Sekretaris Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) saat menjadi narasumber Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang bertajuk Cerdas Bermedia Menuju Penyiaran Berkualitas, (27/9). 

Dalam kegiatan yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Gilang mengungkap adanya tekanan politik yang luar biasa oleh para pihak yang tidak mau adanya aturan terhadap konten di platform internet. “Indonesia terus menerus hanya dijadikan pasar,” ujarnya. Padahal, ujar Gilang, lembaga penyiaran ini merupakan aset bangsa yang harus dilindungi baik lantaran kontribusinya terhadap perekonomian atau pun juga terhadap ketahanan budaya. 

“Kalau bicara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), itu harga mati. Karena kami tidak akan menyiarkan konten yang memecah belah bangsa,” tegasnya. DI satu sisi, televisi adalah motor penggerak ekonomi karena kuatnya pengaruh terhadap masyarakat terhadap konsumsi produk yang diiklankan. Gilang juga menjelaskan, sekalipun media dengan platform internet terus mendominasi, tetap saja e-commerce masih disiarkan di televisi. Hal ini dikarenakan kesadaran para pengiklan, bahwa televisi masih memiliki magnet yang besar bagi publik. 

Sejalan dengan pernyataan Gilang, Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan Evri Rizqi Monarshi juga menyampaikan bahwa dari data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menunjukkan bahwa televisi masih menjadi rujukan masyarakat dalam mencari validitas informasi. “Jadi bisa saja, publik banyak mengakses konten media sosial. Tapi rujukan terpercaya bagi masyarakat, masih kepada media mainstream, termasuk televisi,”ujarnya. 

Pada kesempatan tersebut Evri juga menyampaikan pada mahasiswa, bahwa hingga saat ini kewenangan KPI masih pada pengawasan di media free to air, yakni televisi dan radio. Regulasi yang ada sekarang belum memberikan wewenang pada KPI untuk melakukan pengawasan konten internet termasuk media sosial. Sekalipun, ujar Evri, aduan masyarakat pada KPI saat ini juga banyak ditujukan pada konten-konten media sosial. “Segala insiden yang terjadi di internet, yang sedang ramai jadi pembicaraan, juga diadukan kepada KPI,” terang Evri.

 

Menyambung diskusi dalam GLSP, Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan Amin Shabana juga menyampaikan keresahannya terhadap muatan di internet yang kerap kali membuat kapitalisasi terhadap kasus-kasus kontroversial. Amin menyinggung perseteruan antara Ibu dan anak yang menjadi pesohor di media. Para pembuat konten (content creator), ujar Amin, menjadikan penggerebegan dan perseteruan itu sebagai bahan olok-olok di sosial media sehinga orang menertawakan, padahal seharusnya kita prihatin dengan kondisi tersebut.

Ketiadaan aturan ini, menjadikan media sosial sebagai hutan belantara yang segala rupa ada disana. Untuk itu, tambah Amin, para mahasiswa yang merupakan Gen Z ini harus cerdas dalam mencerna realitas saat ini. “Gen Z harus terampil dalam menerima dan mengelola informasi, “ujarnya. Salah satunya adalah dengan menjadi lembaga penyiaran sebagai rujukan. 

Informasi di media sosial, dapat dibuat oleh semua orang tanpa syarat kompetensi apapun. Hal berbeda dengan informasi di lembaga penyiaran, ujarnya. Ada mekanisme bertahap menayangkan informasi, termasuk proses verifikasi berulang untuk memastikan akurasinya. Hal ini yang membedakan kualitas informasi dari media sosial dan lembaga penyiaran. “Karenanya, dalam kondisi informasi yang overload seperti saat ini, pastika rujukan kita adalah media mainstream seperti televisi dan radio,”pungkas Amin.

 

Bogor - Lembaga penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan politik dalam melaksanakan siaran pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada), baik itu dari partai politik ataupun pasangan calon, agar masyarakat mendapatkan informasi kepemiluan ini secara berimbang dan dalam porsi yang sama. Sebagaimana semangat utama dari Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang menegaskan bahwa penyiaran merupakan ranah publik dan harus digunakan untuk kepentingan publik. Hal ini disampaikan Netty Prasetyani, Anggota DPR RI, saat menjadi pembicara kunci dalam Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) tentang  Evaluasi Penyiaran Pemilu 2024 yang diselenggarakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), (27/9). 

Dalam pandangan Netty, hingga saat ini masyarakat masih menjadikan lembaga penyiaran sebagai rujukan informasi. Anggota DPR dari Jawa Barat ini mengungkap, masih banyak petani di Jawa Barat yang belajar cara bertani dari televisi yang hadir dalam keseharian mereka. Karenanya, dia menilai, KPI pun harus meningkatkan perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan pada lembaga penyiaran, termasuk menjaga ranah frekuensi ini tetap adil dan berimbang dalam perhelatan demokrasi yang memilih kepala-kepala daerah di bulan November mendatang.

Secara khusus Netty mengatakan bahwa dalam pencatatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), lebih 20% pemilih hanya lulusan Sekolah Dasar (SD). “Bisa kita bayangkan keputusan untuk memilih dalam Pilkada nanti seperti apa jadinya,” ujar Netty. Untuk itu, dia berharap KPI mengingatkan lembaga penyiaran agar menghadirkan siaran Pilkada yang adil dan seimbang bagi masyarakat yang akan menunaikan hak politiknya. “Termasuk juga untuk pemilih perempuan yang perlu diprioritaskan agar kepentingannya dalam Pilkada terpenuhi,” urainya menutup materi. 

Pada kesempatan itu, Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan Evaluasi ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan pengawasan siaran Pemilu yang sudah dilakukan KPI pada Februari lalu. Dalam pelaksanaan pengawasan siaran pemilu, ujar Ubaidillah, dilakukan juga koordinasi dengan lembaga yang menjadi penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Evaluasi ini juga merupakan titik awal dalam rangka pengawasan siaran Pilkada serentak. Beberapa catatan pengawasan Pemilu 2024 disampaikan pula oleh KPI dengan harapan dapat menjadi perhatian lebih besar saat pengawasan siaran Pilkada.

Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Tulus Santoso memaparkan data tentang hasil pengawasan siaran pemilu pada bulan Februari lalu. KPI sudah memanggil lembaga penyiaran untuk klarifikasi terkait liputan pendaftaran pasangan calon (paslon). “Saat itu ada tiga paslon tapi yang diliput hanya dua. Alasan yang disampaikan ke KPI saat itu karena alat yang digunakan rusak,” ungkapnya. Secara umum, hampir semua lembaga penyiaran berpotensi melakukan pelanggaran, baik yang terafiliasi ke partai politik atau tidak.

Namun ada juga teguran tertulis yang dijatuhkan KPI, terhadap program siaran yang terbukti melanggar aturan, khususnya ketentuan tentang independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran. “Ke depannya, KPI berharap, iklan politik yang disiarkan lembaga penyiaran harus komprehensif, sehingga Pilkada serentak tahun 2024 ini juga mampu melahirkan pemimpin yang inovatif,” tegasnya. 

Narasumber lain dalam diskusi tersebut adalah Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, Kepala Bagian Hubungan Antar Lembaga KPU Dohardi Pakpahan, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, dan Pengamat Media Nuning Rodiyah. Turut hadir pula dalam diskusi, Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran, Aliyah dan Koordinator PKSP KPI Pusat M. Hasrul Hasan. Menurut Aliyah, televisi dan radio punya kontribusi besar dalam bangunan demokrasi yang diperjuangkan bangsa ini. Keterlibatan lembaga penyiaran dalam siaran Pemilu dan Pilkada merupakan bentuk kontribusinya dalam mendorong kualitas demokrasi di negeri ini menjadi lebih baik melalui Pemilu dan Pilkada serentak yang luber dan jurdil. KPI juga akan terus memaksimalkan pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran serta iklan kampanye dalam Pilkada serentak mendatang, sebagai komitmen lembaga ini untuk menghadirkan pemimpin di daerah yang berkualitas.

 

Bogor - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kembali menggelar kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) berkolaborasi dengan Fakultas Agama Islam Universitas Ibnu Khaldun Bogor. 

Evri Rizqi Monarshi selaku Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan sekaligus penanggung jawab kegiatan GLSP menjelaskan, GLSP merupakan wujud tanggung jawab KPI untuk terus meliterasi publik tentang konten televisi dan radio yang berkualitas. 

KPI, ujar Evri, akan terus hadir di tengah masyarakat untuk terus memberi pemahaman tentang cara publik berkontribusi untuk menjaga konten televisi dan radio tetap baik. Evri berharap mahasiswa juga ikut menjadi mata dan telinga bagi KPI dalam mengawasi isi siaran. “Jadi jika dirasa ada siaran yang tidak pantas, atau bertentangan dengan regulasi atau norma yang ada di masyarakat, silakan sampaikan ke KPI lewat saluran aduan yang tersedia,”ucapnya.

 

KPI juga mengajak mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam Universitas Ibnu Khaldun Bogor untuk bisa memberi masukan ilmiah atas konten siaran televisi dan radio yang dinikmati sehari-hari. Termasuk juga mengaitkannya dengan perspektif Al Quran dan Hadits, sebagaimana kekhususan studi yang dijalani mahasiswa. Hal tersebut tentunya akan mengasah nalar kritis mahasiswa terhadap konten siaran yang sebenarnya  mencerminkan realitas masyarakat kita. Hal tersebut disampaikan Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Amin Shabana, dalam kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) dengan tema Cerdas Bermedia Melalui Penyiaran Berkualitas, (27/9). 

Kerja sama KPI dengan perguruan tinggi, menurut Amin, adalah sebuah kebutuhan dan kemestian. KPI membutuhkan pandangan dari kalangan kampus agar kebijakan yang diambil lembaga ini sesuai dengan prinsip-prinsip demokratisasi penyiaran. Pada kesempatan ini, Amin mengapresiasi UIKa yang secara rutin mengirimkan mahasiswa ke KPI, untuk menjalani program magang. “UIKa menjadi satu-satunya kampus yang mengirim mahasiswa untuk magang di KPI dan menghasilkan buku sebagai publikasi ilmiah yang dapat diakses publik secara luas,” ujarnya. 

Dalam interaksi dengan mahasiswa yang merupakan peserta GLSP, Amin menyampaikan pula bahwa ada banyak obyek kajian di televisi dan radio yang dapat digunakan mahasiswa untuk dibahas dalam publikasi ilmiah. Amin meyakini, penelitian tersebut tentu akan sangat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak saja bagi KPI sebagai regulator, tapi juga bagi mahasiswa dan publik sendiri. “Karena konten-konten lembaga penyiaran mencerminkan kondisi masyarakat saat itu,” ujarnya.  

Narasumber lain yang turut hadir adalah Sekretaris Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar yang menyampaikan tema “Konten Televisi yang Berkualitas”. Gilang mengungkap, sekalipun perkembangan teknologi mengakibatkan adanya pergeseran konsumsi media di masyarakat, televisi masih menjadi media yang paling banyak diakses. 

Kondisi sekarang, ujar Gilang, lembaga penyiaran tidak lagi saling berkompetisi karena persaingan di lapangan sesungguhnya adalah melawan media dengan platform internet. Televisi dan Radio, saat ini bersiaran dengan rambu-rambu regulasi yang luar biasa ketat. Tidak saja dari undang-undang penyiaran, tapi juga dari peraturan perundang-undangan lain yang juga memiliki kepentingan dengan penyiaran. “Misalnya aturan dari kementerian kesehatan tentang tembakau dan promosi kesehatan,” ujarnya. Namun untuk pihak lawan, justru bebeas tanpa aturan yang ketat sebagaimana regulasi penyiaran. Inilah yang menjadi alasan bagi ATVSI juga mendorong adanya revisi Undang-Undang Penyiaran, tegas Gilang. 

GLSP ini dihadiri oleh Rektor UIKa Prof. Dr. H.E. Mujahidin, M.Si., yang hadir memberikan sambutan. Rektor mengatakan, penyiaran merupakan metode da’wah yang sangat strategis dan juga menjadi salah satu sifat yang melekat dalam diri Rasulullah SAW, yakni tabligh. Keberhasilan Rasulullah dalam menyebarkan nilai-nilai keislaman, salah satunya karena tabligh. “Saya berharap, mahasiswa di UIKa juga dapat berkomunikasi efektif, efisien dan bertanggung jawab sebagaimana hadits Rasulullah untuk berkata baik atau diam,” ujarnya.  Dia juga berharap, mahasiswa KPI di UIKa dapat menjadi mubaligh, penyampai kebaikan dan kebenaran. Salah satunya dengan memiliki kompetensi yang baik sesuai regulasi ataupun perundang-undangan yang ada. 

Hafidhah Farwa, Anggota Lembaga Sensor Film (LSF) 2020-2024 turut hadir menyampaikan materi tentang Peran Masyarakat dalam Mewujudkan Siaran Berkualitas. Sedangkan Asep Gunawan selaku Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam FAI UIKa Bogor, menyampaikan materi Peran Vital Akademisi dalam Mengawal Kualitas Penyiaran.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.