- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 4552
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memanggil jajaran Trans TV untuk menjelaskan program siaran Pagi-Pagi Ambyar yang menghadirkan Lucinta Luna dan pasangannya dan disiarkan pada 10 Juli dan 18 Juli 2023 pukul 08.00 WIB. Pertemuan yang digelar di kantor KPI dipimpin langsung anggota KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso, dan dihadiri penanggung jawab program Pagi-Pagi Ambyar Trans TV dan juga anggota KPI Pusat lainnya, (3/08).
Tulus menyampaikan, program Pagi-Pagi Ambyar pada tanggal tersebut telah menuai banyak pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada KPI dan juga menjadi viral di media sosial. Tulus mengingatkan, kehadiran sosok yang kontroversial dan memancing isu yang sensitif di masyarakat harus dapat dikelola dengan baik dan tidak menjadi ajang promosi sebuah gaya hidup yang menyimpang.
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI 2012 yang seharusnya sudah sangat dipahami oleh para pengelola program, memiliki semangat untuk memberi perlindungan terhadap anak dan remaja atas konten siaran yang negatif dan berdampak buruk bagi perkembangan jiwa dan mental mereka. “Jika lembaga penyiaran sudah memahami hal tersebut, tentu siaran seperti ini tidak akan muncul, “ ujar Tulus. Apalagi program tersebut dihadirkan pagi-pagi, pada jam tayang anak dan remaja.
Tulus juga menegaskan, pada prinsipnya KPI tidak pernah melarang artis-artis tertentu untuk tampil di televisi atau radio. Mengingat komitmen penyelenggaraan penyiaran yang harus selaras dengan regulasi dan juga norma di masyarakat, ada pada lembaga penyiaran bukan pada artis. Jadi para pengelola program lah yang harus pandai dan bijak memilah sosok mana yang layak untuk dihadirkan serta sesuai dengan norma dan kepatutan yang berlaku di masyarakat. “Kami juga bertugas untuk menjaga agar nilai-nilai ini tetap dihormati,” tambahnya.
Hal serupa juga disampaikan Aliyah selaku anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran. “Kami tidak dalam rangka memberikan daftar artis yang boleh dan tidak boleh tampil,” ujarnya. Namun lembaga penyiaran harus punya mekanisme kontrol internal dalam menghadirkan figur publik, apalagi yang punya catatan kontroversi, dalam siarannya. Di satu sisi, yang harus menjadi koreksi besar dari lembaga penyiaran adalah soal materi viral yang diangkat ke layar kaca.
Apakah demi mendongkrak rating dan meraup iklan, segala yang viral di tengah masyarakat harus dibahas? Apalagi tadi, dari penjelasan penanggungjawab program, terkadang talent menjadi sulit dikontrol sehingga kerap kali menyebabkan program tersebut melanggar P3 & SPS, terutama untuk siaran langsung, ujar Aliyah.
Di satu sisi, aduan masif dari publik ini patut diapresiasi sebagai bukti bahwa televisi masih dinikmati oleh masyarakat. “Dan masyarakat juga masih peduli dengan konten-konten yang disiarkan di televisi,” tambahnya. Harapannya, televisi dan para pengelola program dapat lebih menajamkan sensitivitasnya terhadap kepentingan publik. “Sehingga konten siaran yang dihadirkan di tengah masyarakat memberi manfaat, bukan sekedar membuat gaduh,” pungkas Aliyah.