Madiun – Keterampilan literasi media harus menjadi concern semua lapisan masyarakat. Selain itu, pemilik media juga ikut bertanggungjawab terhadap pencerdasan masyarakat. UU Penyiaran tahun 2002 memiliki tujuan agar penyiaran mampu mencerdaskan dan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat. Demikian disampaikan Komisioner KPI Pusat, Bekti Nugroho, dalam seminat bertajuk “Mendorong Partisipasi Publik untuk Penguatan Literasi Media” di Madiun, Jawa Timur, Senin, 23 Desember 2013.

Dalam acara yang dihadiri berbagai unsur masyarakat di Madiun dan sekitarnya, Bekti juga mengatakan pentingnya KPI untuk terus menyosialisasikan literasi media. “Kemampuan masyarakat bersikap kritis terhadap media terutama media penyiaran harus terus dikembangkan. Sehingga masyarakat tahu mana informasi yang baik, benar, dan dapat dijadikan referensi kehidupan serta dapat mencerdaskan kehidupan bangsa,” katanya.

Sementara, Anggota Komisi I DPR  RI, Guntur Sasono mengatakan agar pihak KPI tidak sekedar mengatur frekuensi, mengawasi isi siaran, dan menegur pihak media yang dinilai tidak proposional. “KPI harus juga meningkatkan pasrtisipasi masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan. Hal itu dalam rangka memberikan warna demokrasi,” katanya dalam seminar tersebut.

Pihaknya tidak menampik jika menjelang Pemilu, media sangat rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Karena itu, sudah saatnya KPI mengajak masyarakat untuk bersinergi dalam mengawasi media penyiaran agar semakin terkontrol.

Turut hadir Ketua KPID Jatim, Maulana Arif yang membicarakan tentang pentingnya peran pendampingan seorang orangtua dalam menonton acara televisi. Sementara itu, Nunik dari komunikasi Unmer Madiun mengunkapkan peran serta masyarakat dalam mengawasi dan berpartisipasi untuk turut melaporkan kepada KPI jika ada tayangan yang tidak mendidik. Aza

Deli Serdang- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah membuktikan ketegasannya dengan memberikan teguran pada seluruh lembaga penyiaran yang melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) terkait pemanfaatan lembaga penyiaran untuk kepentingan politik para pemilik. Ketegasan KPI ini harus diapresiasi, karena menunjukkan posisi lembaga ini yang mengutamakan kepentingan publik. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR-RI Ramadhan Pohan, saat memberikan pidato kunci dalam acara Literasi Media KPI Pusat di Bandar Khalipah, Deli Serdang-Sumatera Utara (21/12).

Di hadapan masyarakat desa Bandar Khalipah, Ramadhan juga meminta dukungan masyarakat untuk penguatan kewenangan KPI dalam mengatur seluruh hal terkait penyiaran, untuk dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang baru. Menurutnya, masyarakat membutuhkan KPI yang kuat agar lembaga penyiaran dapat menaati seluruh regulasi dalam kegiatan penyiaran yang mereka lakukan sehingga tidak ada lagi muatan negatif di layar kaca.

Terkait muatan negatif ini, masyarakat desa Bandar Khalipah juga mengeluhkan maraknya laki-laki berpenampilan seperti perempuan di televisi. Hal ini juga diamini oleh narasumber lain dari Universitas Sumatera Utara (USU), Mazdalifah. Menurutnya, televisi memiliki efek imitasi yang luar biasa pada anak-anak. “Tak heran jika kalangan anak-anak muda saat ini banyak yang menggandrungi penampilan laki-laki seperti perempuan”, ujar Mazdalifah. Dia pun berharap KPI mengambil langkah tegas untuk menertibkan muatan televisi yang berpengaruh buruk pada anak-anak.

Sementara itu, menurut Ketua KPI Pusat Judhariksawan,  KPI sangat membutuhkan peran serta masyarakat dalam mengoreksi muatan siaran. “Selama ini, program-program acara yang ditegur oleh KPI, selalu menyampaikan dalih rating tinggi yang diasumsikan memiliki penonton yang banyak”, ujar Judha. Padahal, bagi KPI sendiri sekalipun program tersebut diminati sebanyak apapun penonton, jika melanggar P3SPS, maka sanksi tetap dijatuhkan. Lebih jauh, Judha mengajak masyarakat di Bandar Khalipah untuk tidak lagi menonton dan mendengar siaran televisi dan radio yang berkualitas buruk. Sehingga lembaga penyiaran dapat melakukan evaluasi dan mengganti program siaran tersebut dengan yang lebih baik.

Hal senada juga disampaikan Fajar Arifianto Isnugroho, Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan. Menurut Fajar, masyarakat punya kekuatan yang sangat besar dalam melakukan kontrol terhadap isi siaran. “Jika masyarakat hanya diam dengan seluruh tayangan buruk, maka lembaga penyiaran akan menganggapnya tidak ada masalah. Bahkan lebih parah lagi, hal itu akan diasumsikan sebagai persetujuan masyarakat atas program-program mereka”, ujarnya. Fajar mengajak masyarakat Bandar Khalipah menyambut usulan Ramadhan Pohan untuk membentuk masyarakat peduli penyiaran. Lewat masyarakat yang secara berkelompok peduli atas kualitas isi siaran, KPI dapat dengan mudah memasifkan program literasi media untuk mewujudkan masyarakat sadar media. “Jika masyarakat sudah memiliki kemampuan sadar  media, program siaran yang berkualitas rendah akan tereliminasi dengan sendirinya dari ruang siar masyarakat”, pungkas Fajar.

 

Medan - Prinsip demokratisasi penyiaran yang mensyaratkan terlaksananya keragaman kepemilikan dan keragaman isi, merupakan ruh dari Undang-Undang Penyiaran yang harus dihormati. Namun demikian, pasca reformasi, ternyata masih banyak pihak yang belum siap dengan tegaknya demokratisasi penyiaran tersebut. Sehingga, sekalipun Undang-Undang  memberikan pelimpahan kewenangan dari negara ke publik lewat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), ada usaha-usaha yang dilakukan agar KPI tidak pernah kuat. Hal itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dalam acara dialog public Revisi Undang-Undang Penyiaran yang dilaksanakan oleh KPI Daerah Sumatera Utara, di Medan (20/11).

 

Diamputasinya kewenangan KPI ini, menurut Judha, menyulitkan tugas-tugas KPI dalam menjaga muatan siaran.  Teguran-teguran KPI akan lebih bertaji, jika kewenangan perizinan penyiaran ada di tangan lembaga negara ini, ujarnya. Hal inilah yang juga dirasakan oleh Komisi I DPR RI, sehingga berinisiatif melakukan revisi atas Undang-Undang Penyiaran yang akhirnya berujung pada rancangan undang-undang penyiaran yang baru.

 

Di hadapan mahasiswa dan masyarakat penyiaran di Medan tersebut, Judha menjelaskan adanya kecenderungan pengamputasian kewenangan KPI dalam draf usulan RUU Penyiaran yang diajukan pemerintah. DIrinya mengkhawatirkan, kalau memang kewenangan KPI kembali dipangkas hingga sekedar sebagai pengawas isi siaran, maka kondisi penyiaran negeri ini akan mundur ke belakang seperti sebelum reformasi 98. Saat itu, ujar Judha, segala kebijakan penyiaran terpusat di Jakarta, dan kuasa negara atas penyiaran demikian dominan. Padahal, tambahnya, salah satu ciri negara modern adalah ketika urusan-urusan publik diminimalkan pengontrolannya oleh negara.

 

Harapan Judha dan KPI yang inginkan undang-undang penyiaran segera disahkan dengan pemberian kekuatan wewenang pada KPI juga selaras dengan keinginan masyarakat penyiaran di medan. Menurut salah satu peserta dari IJTI Sumatera Utara, penyiaran saat ini tidak memberikan celah untuk seniman daerah hadir di televisi. “Yang muncul di TV saat ini adalah seniman-seniman dari Jawa, padahal yang ditampilkan banyak lakon yang tidak benar, seperti laki-laki berpakaian perempuan”, ujarnya. Untuk itu, dirinya menilai perlu ada gerakan moral untuk mengembalikan penyiaran ke arah dan tujuan  yang sesuai bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimanapun juga, ujar Judha, frekuensi yang digunakan oleh lembaga penyiaran adalah milik negara yang dipinjamkan sebagai hak pakai dan hak guna, untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat. “Frekuensi bukanlah hak milik seumur hidup, tidak dapat diperjual belikan dan tidak dapat diwariskan”, Judha.

 

 

Serpong – Garda terdepan pengawasan isi siaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah analis atau pemantau KPI. Mereka adalah orang-orang yang pertama melaporkan dan mencatat adanya dugaan pelanggaran dalam isi siaran.

“Kalian adalah ujung tombak KPI dalam pengawasan isi siaran. Tugas kalian sangat mulia karena melindungi dan menjaga bangsa ini dari siaran yang tidak baik. Kalian mewakili mata dan telinga serta perasaan masyarakat,” kata Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, ketika membuka konsiyering pemantauan KPI Pusat, di Hotel Best Western, Serpong, Minggu, 22 Desember 2013.

Menurut Judha, temuan pelanggaran siaran yang isinya mengadung perselisihan, SARA, dan hal-hal sensitive yang dapat menimbulkan perpecahan dan ancaman terhadap Negara akan menyelamatkan bangsa ini dari hal-hal yang tidak diinginkan. “Tugas teman-teman salah satunya adalah menyelamatkan Negara ini,” katanya.

Karena itu, pinta Judha, para analis atau pemantau siaran KPI untuk menajamkan sensitifitasnya saat menjalankan tugas pemantauan. “Kami minta perhatian yang tinggi terhadap masalah-masalah tersebut,” paparnya. Red

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengusulkan adanya Tim Nasional Digitalisasi Penyiaran yang dibentuk Presiden yang terdiri atas Pemerintah, DPR, KPI, lembaga penyiaran, industri manufaktur, akademisi, lembaga konsumen dan pemerhati media. Tim nasional ini diharapkan dapat memberikan rumusan disain besar penyelenggaraan penyiaran digital sehingga seluruh aspek yang ikut terdampak, dapat diantisipasi lebih dini.

 

Sehingga, pelaksanaan digitalisasi penyiaran dapat mengoptimalkan keuntungan teknologi ini bagi masyarakat, tanpa harus tercemari oleh residu dan efek negatif perubahan skema yang terjadi akibat alih teknologi. Pada dasarnya, KPI tidak menolak pelaksanaan digitalisasi penyiara. Namun KPI ingin mengembalikan kebijakan digitalisasi ini ke track yang benar karena menyangkut aspek sosial, ekonomi, budaya, politik dan keamanan. Untuk itulah perumusan kebijakan digitalisasi penyiaran perlu melibatkan semua pihak, sehingga memberikan manfaat bagi publik.

 

Hal tersebut mengemuka dalam acara Refleksi Akhir Tahun: Laporan Kinerja KPI 2013, di Jakarta (19/12). Selain usulan tim nasional digitalisasi penyiaran, Ketua KPI Pusat Judhariksawan juga menyampaikan agenda kerja KPI yang sudah berlangsung di tahun 2013.

 

Selain soal digitalisasi, hal lain yang mengemuka adalah soal laporan pengaduan masyarakat yang disampaikan kepada KPI Pusat. Sepanjang tahun 2013, KPI menerima 9.661 aduan yang kemudian ditindaklanjuti dengan 86 sanksi baik administratif maupun pengurangan durasi.

 

Usaha KPI dalam menghadirkan kualitas penyiaran yang lebih baik, juga diimplementasikan dengan menggemakan Gerakan Masyarakat Sadar Media (GEMASADA). Berbagai kegiatan literasi media dilakukan KPI untuk mengajak masyarakat ikut terlibat aktif mengawasi muatan siaran baik di televisi dan radio. KPI meyakini, sinergi yang baik bersama masyarakat ini akan membantu televisi dan radio untuk senantiasa menyajikan siaran yang bermutu.

 

Dalam refleksi akhir tahun ini, KPI berharap dapat menjadi titik temu dari semua kepentingan penyiaran, baik itu industri penyiaran, pemerintah ataupun masyarakat. Sehingga kebijakan yang diambil KPI ke depan, dapat mencerminkan aspirasi semua pihak.

 

 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.