Mataram - Konten, kemasan dan teknologi merupakan hal-hal pokok yang perlu diperhatikan dalam produksi program siaran, begitu kata Tina Talisa, mantan presenter TV One dan Indosiar ketika mengisi materi dalam Sekolah P3SPS angkatan X di Mataram, NTB, Rabu, (30/03).
Presenter yang moncer dalam program Apa Kabar Indonesia Malam TV One itu berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada 34 peserta Sekolah P3SPS yang berasal dari praktisi penyiaran di NTB.
Dalam industri penyiaran, khususnya pertelevisian, kata Tina, konten adalah ujung tombak bisnis. Seperti semua orang tahu, inti dari industri media adalah konten. Masing-masing televisi berlomba menyajikan konten menarik untuk mengikat pemirsa.
Perempuan yang menyelesaikan S2 Komunikasi di Universitas Padjadjaran ini melanjutkan, setelah mendapatkan konten yang menarik, yang perlu dipikirkan kemudian adalah bagaimana cara mengemasnya. Proses pengemasan ini dilakukan mulai dari penentuan sudut pandang cerita, angle pengambilan gambar, hingga proses editing.
Selain itu, kata Tina, kita tidak boleh melupakan bantuan teknologi. Teknologi sudah sangat lekat dengan penyiaran. Dengan teknologi, seseorang bisa mengemas konten jauh lebih baik. Teknologi juga mampu memudahkan pekerjaan. Misalnya kini dengan hadirnya kamera 360 derajat, kamera aksi atau juga drone.
Tina menceritakan pengalamannya tahun 2009 ketika meliput di Amerika. Saat itu ia melakukan live report hanya dengan menggunakan laptop dan koneksi internet. Pada masa itu apa yang dilakukan Tina bisa dibilang merupakan hal baru di Indonesia, tapi sekarang sudah hampir semua reporter melakukan hal serupa.
“Dengan konten yang sama, kita tidak bisa mengandalkan packaging yang itu-itu saja, apalagi dengan pendekatan teknologi yang sama juga. Teknologi berkembang sangat cepat. Hari ini kita jadi trend setter, bisa saja besok kita jadi follower,” cetus perempuan yang kini kembali menekuni profesinya sebagai dokter gigi itu.
Ia menyimpulkan, tantangan penyiaran dewasa ini bukan hanya di konten, tapi bagaimana mengemas konten itu agar dilirik pemirsa, tentunya dengan memanfaatkan teknologi.
Mataram - Untuk pertama kalinya KPI Pusat menyelenggarakan Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) di luar Jakarta. Bimbingan teknis penyiaran yang bertujuan untuk membumikan P3SPS itu dimulai hari ini, Rabu, (30/3) di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Selain berbagi pengetahuan, hadirnya Sekolah P3SPS ini juga ingin mengasah profesionalisme pekerja media penyiaran di daerah.
Kepala Sekolah P3SPS Rahmat Arifin mengatakan, sesungguhnya ide lahirnya program ini hampir sama dengan sertifikasi wartawan yang dilakukan oleh Dewan Pers. KPI Pusat memandang perlu adanya sertifikasi untuk mengukur kompetensi yang dimiliki masing-masing pekerja yang bergelut di dunia penyiaran. “Sekolah P3SPS ini ingin melengkapi pekerja broadcast, baik radio maupun televisi dengan sertifikasi broadcaster,” kata Rahmat.
Harapannya, Sekolah P3SPS ini mampu membawa pratisi penyiaran menuju profesionalitas yang menguasai aspek teknis sekaligus etis. “Profesionalisme yang kami maksud setidaknya harus paham teknis penyiaran. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman etis, artinya harus paham regulasi. Paham UU Penyiaran, P3SPS, UU Pers, UU KIP, UU ITE dan regulasi lain yang terkait,” sambung Rahmat.
Wakil Kepala Sekolah P3SPS Fajar Arifianto Isnugroho menambahkan, kehadiran Sekolah P3SPS di Mataram ini karena KPI Pusat ingin mengetahui bagaimana dinamika penyiaran di Mataram. “Kami ingin mendengar apa sebenarnya keresahan dan tantangan yang dihadapi praktisi penyiaran di daerah,” kata Fajar.
Bimbingan teknis yang memasuki angkatan ke-10 ini diikuti oleh 33 peserta yang merupakan praktisi penyiaran TV lokal dan radio. Selama dua hari para peserta akan berdiskusi dan menerima materi tentang regulasi penyiaran dari 4 Komisioner KPI Pusat, di antaranya Judhariksawan, Rahmat Arifin, Fajar Arifianto Isnugroho dan Azimah Subagijo.
Di samping itu, di hari pertama, peserta juga berkesempatan berbagi pengalaman dengan mantan presenter TV One dan Indosiar Tina Talisa.
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta semua lembaga penyiaran dan rumah produksi serius mempersiapkan program acara khusus Ramadhan 1437 H yang jatuh pada awal Juni 2016 nanti. KPI berharap acara yang dibuat lembaga penyiaran dan rumah produksi untuk Ramadhan mendatang selaras dengan konteks Ramadhanya. Demikian disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad dalam Sarasehan Ramadhan 2016 yang diselenggarakan KPI Pusat di kantor KPI Pusat, Rabu, 23 Maret 2016.
“Siaran pada saat Ramadhan harus bermartabat sesuai dengan aturan dalam P3 dan SPS KPI, selaras dengan semangat ramadhannya, tapi juga menghibur sekaligus mendidik pemirsa,” tambah Idy kepada perwakilan lembaga penyiaran serta rumah produksi yang hadir dalam kegiatan sarasehan dengan moderator Koordinator bidang Isi Siaran sekaligus Komisioner KPI Pusat Agatha Lily.
Apa yang disampaikan Idy sejalan dengan harapan publik yang menginginkan tayangan TV pada saat Ramadhan dapat memberikan manfaat dan kesan yang baik bagi mereka. Manfaat tersebut berupa ilmu agama yang baik, serta pesan moral yang positif hingga dapat menambah keimanan mereka.
Idy mengingatkan lembaga penyiaran dan rumah produksi tentang batasan atau larangan yang tidak boleh ditampilkan dalam siaran seperti candaan kasar, bayolan berlebihan, gerakan erotis dan mengeksploitasi bagian tubuh, pria berperilaku dan berpakaian kewanitaan, muatan yang mengarah kepada hubungan seks, muatan khilafiyah dan tema sensitif yang mengundang polemik, sisipan iklan niaga dalam adzan dan yang lainnya.
Idy juga menyampaikan KPI dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan memberikan penghargaan kepada program Ramadhan yang dinilai memberikan manfaat dan juga bermartabat.
Sementara itu, Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain mengatakan, media memiliki peran besar dalam membentuk manusia yang berakhlak dan bermartabat. Isi siaran yang mengandung nilai-nilai baik akan memberikan kontribusi yang positif bagi mereka. Sebaliknya, jika siaran tersebut berdampak negatif yang terjadi pada masyarakat yakni hal yang buruk.
Zulkarnain mengingatkan jangan sekali-sekali isi tayangan melakukan pelecehan terhadap agama dan negara. Menurutnya, pelecehan terhadap agama dan negara sangat dilarang. Jika hal itu terjadi, harus ada tindakan hukum terhadap mereka yang melakukan pelecehan. “Tolong buat tayangan bernuasan agama jangan melecehkan dan jangan menyesatkan umat. Pokoknya, jangan main-main soal ini,” tegasnya.
Hal lain yang disoroti Zulkarnain yakni LGBT. Dia menilai segala bentuk promosi berbau LGBT tidak layak disiarkan di media atau lembaga penyiaran.
Budayawan Agus Sunyoto yang juga salah satu narasumber dalam acara sarasehan ini meminta kepada lembaga penyiaran dan rumah produksi untuk lebih kreatif menciptakan tema-tema acara ramadhan mendatang. Hal ini dimaksudkan agar tayangan yang dihasilkan tidak hanya sekedar menghibur namun juga bernilai bagi pemirsanya. “Pahami nilai-nilai agama secara luas, budaya, maupun nilai-nilai tradisional kita selama ramadhan nanti,” katanya seraya berpesan. ***
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan mengadakan peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-83 yang dilanjutkan dengan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas), diMataram, Nusa Tenggara Barat (1-3 April). Dengan tema “Mewujudkan Dunia Penyiaran yang Sehat dan Berkualitas dalam menghadapi Era Konvergensi”, KPI mengagendakan Peringatan Harsiarnas dan Pembukaan Rakornas akan dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, Ir Joko Widodo.
Ketua Panitia Rakornas KPI 2016, Bekti Nugroho menyampaikan, dalam kesempatan Rakornas ini akan digelar seminar internasional yang akan membahas tentang Migrasi Digital Televisi Terresterial dengan menghadirkan pembicara regulator media dari Turki, Australia dan Thailand. “Migrasi digital di dunia penyiaran ini adalah sebuah kemestian yang akan dihadapi bangsa Indonesia,” ujar Bekti. Karenanya, belajar dari proses migrasi yang sudah dilakukan negara-negara lain, seharusnya migrasi penyiaran digital di Indonesia dapat berlangsung lebih baik.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) sebagai Regulator penyiaran di Indonesia, tengah melakukan penataan proses perizinan agar dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih singkat. Karenanya, koordinasi antara KPI dan Kemkominfo terkait harmonisasi peraturan terus diintensifkan, agar pelayanan perizinan bagi publik dapat dilakukan lebih optimal. Hal tersebut mengemuka dalam Diskusi Terbatas tentang pelayanan perizinan penyiaran yang dilakukan di kantor KPI Pusat, (22/3).
Pada kesempatan tersebut, Komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Azimah Subagijo menyampaikan pentingnya KPI mempunya peraturan KPI yang berisi himpunan dari proses perizinan berkenaan dengan kewenangan KPI. Hal ini mengingat periodisasi anggota KPI yang singkat yaitu hanya 3 (tiga) tahun, namun dinamika proses perizinan sangat tinggi. “Selama ini, guna mengantisipasi dinamika tersebut KPI Pusat membuat Surat Edaran. Ke depan, untuk mengoptimalisasi pelayanan, Surat Edaran tersebut dihimpun dalam peraturan KPI”, ujar Azimah. Azimah juga berharap, KPID memberikan masukan untuk penyempurnaan draft aturan ini, agar dapat disahkan dalam Rakornas KPI 2016.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat lainnya, Amiruddin menyampaikan pentingnya dibuat aturan yang mengikat KPI Pusat dan KPI Daerah dalam setiap proses perizinan, untuk semua jenis lembaga penyiaran. Sehingga baik KPI Pusat dan KPI Daerah memiliki keseragaman dalam memberikan pelayanan perizinan untuk masyarakat. Selain itu, mengingat setiap entitas lembaga penyiaran memiliki kekhasannya sendiri, tentu dibutuhkan aturan yang lebih rinci sesuai karakteristiknya masing-masing. “Jadi tentunya berbeda proses evaluasi untuk lembaga penyiaran komunitas, swasta, berlangganan, baik yang terrestrial ataupun yang melalui satelit”, ujar Amiruddin.
Syaharuddin dari Direktorat Penyiaran Kemkominfo menjelaskan tentang komitmen Menteri Kominfo untuk mempercepat proses perizinan bagi lembaga penyiaran. Selain itu, Syaharuddin menyatakan bahwa Kemkominfo tengah menyiapkan aturan bagi lembaga penyiaran yang telah mendapatkan izin penyelenggaraan penyiaran untuk melaporkan kinerjanya setiap tahun. “Sehingga kami dapat mengetahui bagaimana kondisi riil lembaga penyiaran tersebut secara berkala”, ujarnya. Selain itu, evaluasi berkala tersebut bertujuan melihat kesesuaian antara proposal yang disampaikan saat pertama kali mengajukan permohonan izin, dengan pelaksanaan penyelenggaraan penyiaran.
Hal lain yang menurut Syaharuddin akan diatur oleh Kemkominfo adalah tentang lembaga penyiaran swasta (LPS) yang diselenggarakan melalui satelit. Ia memberikan contoh beberapa nama LPS televisi yang saat ini sudah bersiaran di tengah masyarakat. Sebenarnya dalam Peraturan Pemerintah nomor 50, soal LPS Satelit ini sudah disebut, namun belum ada aturan lebih lanjut. Kemkominfo berharap dengan hadirnya aturan untuk LPS Satelit ini, KPI dapat melakukan pengawasan terhadap konten siarannya.
KPI Daerah yang hadir dalam diskusi tersebut juga menyatakan persetujuannya terhadap rencana KPI menghimpun peraturan tentang proses pelayanan perizinan, karena akan memudahkan kerja KPID dalam melayani publik. Selain itu, KPI Daerah juga berharap, himpunan peraturan ini tidak tumpang tindih dengan peraturan dari Kemkominfo. “Sebaiknya memang hanya mencakup hal-hal yang menjadi kewenangan KPI,” ujar Andi Maddukeleng dari KPID Sulawesi Tengah.
Lebih jauh, Andi berharap peraturan ini dapat memperkuat manfaat penyiaran untuk masyarakat di daerah. Mengingat, tidak semua provinsi dapat membuat peraturan daerah tentang penyiaran, maka harapannya aturan ini akan menguatkan hak-hak masyarakat lokal terhadap penyiaran.
Pada kesempatan tersebut, hadir pula anggota Komisi I DPR RI dari Partai Amanat Nasional (PAN), Budi Youyastri yang menyampaikan perkembangan terbaru tentang revisi undang-undang penyiaran. Budi sepakat bahwa masyarakat daerah punya hak untuk didengar, minimal di daerahnya sendiri. “Keragamanan itu harus dipelihara”, ujar Budi. Dulu keragaman dibunuh oleh otoriternya penguasa, dan sekarang juga hendak dibunuh oleh kekuatan uang. Secara pribadi Budi menilai bahwa program lokal itu harus memuat unsur ekspose budaya, traditional knowledge, identitas geografis, dan sumber daya genetic. Jika lembaga penyiaran tidak dapat memenuhi persyaratan tentang program siaran lokal itu, izinnya tidak perlu diperpanjang.
Hadir dalam acara ini komisioner KPI Pusat lainnya, Danang Sangga Buwana yang menjelaskan tentang Upaya Penegakan, Kepatuhan dan Penjatuhan sanksi yang efektif dalam pelaksanaan Peraturan KPI berkenaan persyaratan program siaran dalam perizinan dan penyelenggaraan penyiaran.
Terdapat adegan menjurus ke perilaku asusila ketika teman cahaya (dewi persik) yang hutang dengan juragan akan dipaksa nikah dengan ekspresi mesum.
Tayangan tidak sesuai genre (13+), mohon ditertibkam jam tayang
Pojok Apresiasi
Muhamad Anggi Sutrisno
Hanya saran saja, mohon untuk KPI untuk bekerja sama dengan kementrian terkait untuk membuat aturan bahwa Tv swasta di indonesia wajib menayangkan Acara seni budaya indonesia contoh wayang golek tidak hanya mengandalkan TVRI saja minimal 3 jam dalam seminggu sekali tidak hanya sinetron dan film asing saja yang terus di exspose. Tks.