- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 4547
Solo - Ide pembatasan jumlah episode untuk sebuah sinetron mengemuka dalam Diskusi Publik yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan tajuk Mewujudkan Tayangan Berkualitas dan Bermartabat, di kota Solo (26/6). Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo menjelaskan, ide pembatasan itu merupakan sebuah upaya untuk menjaga kualitas sinetron yang saat ini masih berada dalam posisi yang di bawah indeks standar yang ditetapkan KPI dalam Riset Indeks Kualitas Televisi tahun 2022.
Mulyo menggambarkan hari ini ada sinetron yang menguasai mata dan telinga masyarakat, namun sudah ada kejenuhan dan belum diketahui ujung ceritanya. Kecenderungan produksi sinetron yang seperti ini, menurut Mulyo, harus diubah. Pertimbangannya antara lain aspek kemanusiaan yang mengharuskan syuting setiap hari, serta kreativitas yang juga harus dijaga dalam menghadirkan konten-konten yang baik.
Mulyo juga mengungkap bahwa KPI juga memiliki instrumen penilaian terhadap keseluruhan program siaran yang ditayangkan. “Tim pemantauan langsung KPI harus memberi penilaian pada setiap tayangan tersebut terhadap empat aspek, yakni kenyamanan, kelayakan, kemanfaatan dan kemenarikan,” ujarnya. Dari hasil penilaian itu, lembaga penyiaran dapat mengetahui posisi masing-masing program siaran baik secara akumulasi harian, bulanan atau tahunan. “Tampaknya hasil penilaian ini pun berkolerasi dengan hasil riset indeks program siaran televisi yang dirilis KPI Pusat,” ujarnya.
Dialog ini menghadirkan sineas senior Indonesia, Deddy Mizwar sebagai narasumber. Dalam kesempatan itu Deddy mengakui telah terjadi pendangkalan selera masyarakat terhadap konten siaran televisi. Menurutnya, dengan sistem produksi yang stripping seperti sekarang, sangat mustahil untuk menciptakan karya-karya berkualitas. “Penayangan secara stripping boleh saja,” ujar Deddy. Namun jika produksinya pun dilakukan stripping, bagaimana hasilnya bisa berkualitas?
Deddy pun membandingkan dengan negara maju yang memang menayangkan serial secara stripping. “Tapi dalam beberapa waktu berhenti, gak pernah setiap hari bertahun-tahun disiarkan,” Ujarnya. Sistem seperti ini, ujarnya, akan mempercepat sakaratul maut televisi. Apalagi data terakhir menunjukkan kepemirsaan televisi turun hingga 80%. “Jadi sebelum sakaratul maut, mari ambil iklan sebesar-besarnya. Mari ciptakan produk sampah yang dimakan oleh masyarakat,” ujarnya satir.
Kalau bicara konten televisi yang sehat, tentu harus memperbaiki sistem produksinya. “Kalau memang produksi stripping dapat menghasilkan konten berkualitas, Amerika pasti sudah duluan sebagai negara industri film,” tegas Deddy. Kalau begini, berarti kita lebih hebat dari Amerika. Untuk itu Deddy sangat mendukung adanya pengaturan yang tegas terhadap sistem produksi ini. Harus ada pembatasan dalam sebuah seri, menurutnya. Saat terjadi kekosongan, harus diisi dengan seri yang lain.
Deddy kemudian menjelaskan bagaimana sinetron Para Pencari Tuhan (PPT) dibuat. Dalam setahun PPT tidak lebih dari 30 episode, ujarnya. Kalau direncanakan tayang bulan April, maka di bulan September sudah dimulai persiapan produksi. “Sehingga ada waktu yang cukup untuk membenahi cerita, konten, termasuk teknis dan kaidah sinematografi,” ungkapnya. Hal inilah yang menurut Deddy akan membentuk selera dan cita rasa penonton untuk mencari program siaran yang bagus.
Deddy pun menegaskan prinsipnya dalam membuat tayangan sinetron ataupun film. “Saya hanya membuat tayangan yang pasti untung!” ujarnya. Jika sudah dapat menginspirasi orang menjadi lebih baik, itu sudah pasti untung, karena akan mengalir amal ibadah untuk saya. Memproduksi tayangan yang tidak bagus dan hanya sekedar mengejar segi keuntungan semata, belum tentu juga berhasil. “Yang pasti dapat dosanya,”tukas Deddy. Kadang-kadang saya suka tanya ke pemilik televisi, “Ente gak takut ditanyain di kuburan? Dibangunin melulu, nanti ditabokin?” selorohnya. Akibat dapat pencekokan yang dilakukan bertahun-tahun ke masyarakat hingga membangun persepsi yang kurang baik.
Dialog publik ini juga dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Nursodik Gunarjo, GM Kompas TV Aleksander Wibisono sebagai narasumber. Sementara Ketua KPID Jawa Tengah Muhammad Aulia Assyahiddin menjadi moderator acara. (Editor dan Foto: MR)