Bekasi - Satu di antara kewajiban Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), adalah menjaga dan menjadikan penyiaran Indonesia agar cerdas, sehat dan bermanfaat. Hal tersebut sejalan dengan semangat Nawacita pemerintah yakni revolusi mental bangsa. Seluruh capaian revolusi mental tersebut tentunya tidak dapat diukur hanya dengan kasat mata.  Hal itu disampaikan Prof. Obsatar Sinaga, Komisioner KPI Pusat koordinator bidang kelembagaan dalam sambutan pembukaan Rapat Pimpinan KPI tahun 2016, (6/10).

Menurut Obsatar, ketika KPI berhasil menjaga karakter anak bangsa dari tayangan kekerasan, mistik, asusila dan lain-lain, tidak akan ada reward apapun yang diberikan. “Tapi ketika sejumlah tayangan pemerkosaan yang dilakukan anak-anak di bawa usia dewasa dan mereka mengaku akibat menonton tayangan tidak senonoh, maka buru-buru KPI dan KPID lah yang disalahkan”, ujarnya.

Padahal, lanjut Obsatar, secara kelembagaan sedang ada masalah yang cukup serius terkait dengan eksistensi KPI di Daerah.Menurutnya, secara lembaga keberadaan KPI Daerah makin tidak jelas dalam hirarkis pemerintahan daerah. Kondisi diakibatkan hadirnya Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2016 yang menggugurkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 19 tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah. “Padahal dalam Permendagri tersebut, KPID mendapatkan kedudukan yang terhormat dalam struktur pemerintahan daerah”, tegasnya.

Sebagai Ketua Pelaksana Rapim KPI 2016, Obsatar menjelaskan bahwa Rapim kali ini akan meminta Menteri Dalam Negeri membuat regulasi turunan dari peraturan pemerintah tadi, agar dapat menempatkan kelembagaan KPID secara baik. Dirinya meyakini, dengan menempatkan KPID dalam hirarki yang tepat, akan mendukung lembaga ini menjalankan tugas-tugas besarnya secara optimal.

Tugas besar KPI dalam menjaga moral bangsa sejatinya sama dengan tugas seorang pemimpin. Wujud hasilnya akan sulit diukur, namun baru dapat dirasakan  oleh generasi sesudahnya.  Apalagi selama ini KPID kerap kali ditanyakan tentang kontribusinya pada pendapatan asli daerah. Padahal keberadaan KPI dan KPID justru untuk mencegah munculnya beban-beban biaya yang jauh lebih besar akibat merosotnya nilai-nilai moral di tengah masyarakat.

Bekasi - Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2016 yang diselenggarakan pada 5-7 Oktober 2016 membahas penguatan kelembagaan KPI sebagai realisasi dari undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Sebagai sebuah lembaga negara independen, undang-undang penyiaran memandatkan keberadaan KPI dibantu oleh sebuah kesekretariatan baik di tingkat pusat untuk KPI Pusat, dan kesekretariatan di tingkat provinsi untuk KPI Daerah. Sekretariat KPI ini, secara tegas disebutkan bertugas memberikan fasilitasi KPI dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai regulator penyiaran.

Isu penguatan kelembagaan KPI Pusat dan KPI Daerah ini menjadi bahasan utama dalam Rapim KPI 2016, guna mendorong pemerintah menyiapkan regulasi yang mendukung penguatan tersebut. Menurut Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis, KPI berkepentingan untuk menjaga keberadaan sekretariat KPI Daerah dalam bentuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Yuliandre menyampaikan, dalam regulasi terbaru saat ini, keberadaan sekretariat KPI Daerah berpotensi dilebur atau digabung di dalam suatu kedinasan tertentu, yang menimbulkan implikasi signifikan bagi keberlangsungan pelaksanaan fungsi dan tugas KPI di daerah. Padahal, keberadaan KPI sendiri baik di tingkat pusat ataupun daerah, memiliki peran strategis dalam pembangunan jiwa dan mental masyarakat Indonesia.

Masih dalam rangka penguatan kelembagaan KPI, Rapim KPI akan merumuskan rekomendasi usulan lembaga atas revisi undang-undang penyiaran yang masih dibahas di Komisi I DPR RI.  Yuliandre berharap, dalam revisi undang-undang penyiaran dapat menghadirkan KPI sebagai lembaga yang berintegritas dalam mengawasi penyelenggaraan penyiaran.

Hal lain yang juga dibahas dalam Rapim KPI tahun 2016 ini adalah pengawasan penyiaran dalam momentum Pemilihan Kepala Daerah secara langsung di tahun 2017. KPI berharap, sinergi yang baik antara KPI, Komisi Pemilihan Umum (KPI) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dapat menciptakan situasi yang kondusif dalam momen demokrasi tersebut.

Terkait perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) yang tengah ditangani, Yuliandre mengatakan baik KPI dan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai regulator penyiaran, maupun 10 (sepuluh) televisi swasta sebagai penyelenggara penyiaran, telah berkomitmen menjaga frekwensi milik publik ini dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan bangsa.

Rapim KPI 2016 dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Kedua menteri tersebut akan menjadi pembicara dalam Seminar Utama tentang “Penguatan Lembaga dengan Semangat Nawacita melalui Penyiaran”, bersama Wakil Ketua Komisi I DPR RI Meutiya Hafidz.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus menjaga kualitas Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi, agar dapat menjadi rujukan nilai kualitas atas semua program siaran televisi.  Anggota Komisi I DPR RI Arief Suditomo berharap, survey ini dapat membebaskan bangsa ini dari belenggu atas tafsir tunggal terhadap program siaran televisi selama ini. Hal tersebut disampaikan Arief saat memberikan pengantar dalam Ekspose Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi ke-2, oleh KPI Pusat, (4/10).

“Saya berharap survey KPI ini dapat menjadi referensi, tidak saja bagi industri penyiaran, tapi juga bagi dunia pendidikan dan masyarakat secara umum,” ujarnya. Bahkan, tambah Arief, seharusnya standar nilai 4 yang dipatok oleh KPI dijadikan target bagi seluruh pengelola televisi. “Bagaimana program siarannya dapat meraih nilai 4 yang berarti berkualitas baik”, tegas Arief.

Secara khusus Arief berpesan agar KPI menjaga integritasnya dalam pelaksanaan survey ini. “Kalau survey ini dapat menjadi referensi bagi semua stakeholder penyiaran, tentunya akan menjawab banyak permasalahan”, kata Arief. Termasuk juga menjadi bahan rekayasa sosial dan akselerasi pembangunan masyarakat Indonesia, serta sebagai alat menghadapi proxy war saat ini.

Bekasi – Siaran politik Pilkada 2017 menjadi perhatian utama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) KPI 2016 Se-Indonesia di Bekasi, Jawa Barat, 5 sampai 7 Oktober 2016. Hal-hal menyangkut slot iklan setiap pasangan calon, informasi atau berita berbau kampanye hingga keberpihakan media dalam pilkada di bahas dalam talkshow yang menghadirkan Anggota KPU Ferry Kurnia Rizkyansyah dan Anggota Bawaslu Pusat Daniel Zuchron serta di moderatori Tina Talisa.

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai lembaga penyiaran belum  optimal melakukan perbaikan kualitas siaran, khususnya pada program infotainment dan sinetron. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih rendahnya nilai indeks yang didapat dua program tersebut dan dalam Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode kedua tahun 2016.

Secara khusus, Ketua KPI Pusat  Yuliandre Darwis memberikan catatan pada program sinetron yang nilai indeksnya lebih rendah dari periode sebelumnya. Pada survey  periode pertama, program sinetron mendapat nilai indeks 2,94 sedangkan pada periode kedua ini, nilai indeks yang diperoleh sebesar 2,7. Catatan dari panel ahli tentang program sinetron ini menunjukkan nilai yang rendah pada aspek membentuk watak dan jati diri bangsa, relevansi cerita, serta muatan tidak edukatif yang mendominasi wajah program sinetron di televisi.

Sedangkan untuk program infotainment, Yuliandre mengatakan, meskipun terdapat peningkatan nilai indeks dari periode lalu, nilainya tetap saja rendah yakni sebesar 2,64. Catatan terbesar dari program infotainment adalah rendahnya penghormatan terhadap kehidupan pribadi dalam program ini. Bahkan kecenderungannya justru membesar-besarkan ranah kehidupan pribadi. Panel ahli dalam survey ini mengakui, ada aspek informatif dalam program infotainment. Namun berita yang cenderung sensasional lebih mendominasi.

Yuliandre menilai, lembaga penyiaran harus melakukan perbaikan secara total pada konsep sinetron dan infotainment yang hadir di televisi. Meskipun dalam penyiaran terdapat fungsi hiburan, namun hal tersebut tidak dapat mendominasi. “Karena ada fungsi-fungsi lain dalam penyiaran yang harus hadir secara seimbang bagi  kemaslahatan masyarakat”, ujarnya.

Jika merujuk pada nilai indeks yang didapat dari dua program ini di setiap surveynya, Yuliandre melihat tidak ada perbaikan yang signifikan. KPI sendiri akan mengambil langkah agar hasil survey ini menjadi catatan penting dalam evaluasi tahunan yang akan dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika  bersama KPI terhadap izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) stasiun televisi yang bersangkutan. “Jika memang hasil survey ini sebangun dengan pengaduan masyarakat dan akumulasi sanksi yang didapat, kami akan merekomendasikan sinetron dan infotainment mana saja yang sebaiknya dihentikan secara permanen”, ujarnya.

Dari hasil survey ini, KPI memberikan apresiasi kepada program wisata budaya yang hadir di televisi.Nilai indeks yang diperoleh program ini pada survey tahap kedua, mencapai 4,09. Yuliandre berharap betul kepada lembaga penyiaran agar memberikan porsi yang signifikan pada program-program wisata budaya di televisi. “Keanekaragaman yang dimiliki Indonesia tentunya sangat memungkinkan untuk dieksplorasi menjadi program siaran di televisi”, tuturnya. Hal ini juga menjadi wujud dari peneguhan bhineka tunggal ika yang menjadi semboyan banga ini.  Selain itu, KPI berharap para pengiklan juga mau menempatkan produk-produknya pada program wisata budaya dan program lain yang berkualitas menurut para ahli yang ikut serta dalam survey ini. Hal tersebut untuk menjaga nafas dan kesinambungan program tersebut agar tetap hadir di tengah masyarakat.

Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi ini dilakukan KPI bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) serta 12 (dua belas) perguruan tinggi di 12 (dua belas) provinsi. Adapun perguruan tinggi tersebut adalah, Universitas Sumatera Utara (Medan), Universitas Andalas (Padang), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (Jakarta), Universitas Padjajaran (Bandung), Universitas Airlangga (Surabaya), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (Yogyakarta), Universitas Udayana (Denpasar), Universitas Tanjung Pura (Pontianak), Universitas Lambung Mangkurat (Banjarmasin), Universitas Hasanuddin (Makassar), dan Universitas Kristen Indonesia Maluku (Ambon).

Lebih lengkap, hasil survey indeks kualitas program siaran televisi kedua di tahun 2016 ini adalah sebagai berikut:

Program

Nilai Indeks

Wisata Budaya

4,09

Religi

3,80

Anak-anak

3,79

Berita

3,67

Talkshow

3,53

Variety Show

3,21

Komedi

3,13

Sinetron/ Film

2,70

Infotainment

2,64

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.