- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 209
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Universitas Budi Luhur (UBL) melakukan penandatanganan nota kesepahaman dan kerja sama atau MoU (memorandum of understanding), Jumat (18/10/2024) di Ruang Theater Universitas Budi Luhur, Jakarta. MoU ini diharapkan makin menguatkan partisipasi masyarakat khususnya kalangan akademika dalam pengawasan dan peningkatan kualitas penyiaran di tanah air.
Penandatanganan MoU ini dilakukan langsung Ketua KPI Pusat Ubaidillah dan Rektor Universitas Budi Luhur, Agus Setyo Budi. Usai penandatanganan Ketua KPI Pusat menyampaikan jika pihaknya banyak menjalin kerja sama dengan pihak kampus karena melihat betapa pentingnya peran kalangan akademika dalam meningkatkan kualitas penyiaran terutama dari aspek sumber daya manusia.
“Kami harap kerjasama ini saling menguatkan dan saling mendukung satu sama lainnya,” kata Ubaidillah di depan Rektor serta mahasiswa yang ikut menyaksikan penandatangan MoU tersebut.
Usai menandatangani MoU, Ketua KPI Pusat kemudian didaulat menjadi nara sumber utama dalam seminar bertemakan “Fenomena Post Truth Sebagai Tantangan Literasi Media di Era Digital”.
Dalam paparannya, Ubaid menekankan pentingnya melakukan verifikasi terhadap informasi dan pemberitaan yang berasal dari media sosial atau media baru. Untuk memastikan kebenaran informasi tersebut melalui siaran TV dan radio.
Menurutnya, keberadaan media ini menjadi tantangan dan perlu diatur. Media baru bergerak begitu cepat dan dinamis. Sedangkan aturan yang memayungi belum ada. Tidak seperti media penyiaran yang diatur UU Penyiaran No.32 tahun 2002 dan siarannya diawasi KPI.
“Kewenangan KPI mengawasi lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas dan lembaga penyiaran berlangganan. Adapun media baru belum diawasi KPI,” ujar Ubaidillah.
Sementara itu, Rektor UBL Agus Setyo Budi, menyampaikan apresiasi ke KPI yang berkenan menjalin kerja sama dengan pihaknya. Menurutnya, keberadaan KPI sebagai lembaga negara yang independen harus dijaga dan dipertahankan.
“KPI itu mengawasi stasiun televisi seluruh indonesia selama 24 jam. Seperti layaknya menjadi juri. Menjadi juri itu tidak mudah. Menjaga netralitas juga tidak mudah. Mendalami konten penyiaran berbau rasial, bias gender juga tidak mudah,” katanya.
Namun demikian, sebagai lembaga pengawas, KPI selalu belajar dan aktif berinovasi. “Ini yang menjadi keuntungan KPI. Selain juga menjaga dan me-maintaince update informasi media,” tandasnya. ***