Jakarta - Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) mengunjungi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Rombongan kunjungan dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Babel Djunaidi H Thalib dan anggota Komisi A, pada Jumat, 14 April 2014.

Kunjungan itu dalam rangka koordinasi dan konsultasi sistem perekrutan anggota KPID Babel yang baru. Djunaidi dan Ketua Komisi A DPRD Babel Bruri Rusady berkonsultasi terkait hal-hal teknis perekrutan anggota KPID yang baru. “Kami berharap ada masukan terkait rekrutmen ini, agar KPID Babel dapat berperan aktif di daerah sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Tentu dengan masukan dan sistem perekrutan ini, kita ingin mendapatkan  anggota KPID yang berkualitas,” kata Djunaidi di Ruang Rapat KPI Pusat, Jakarta.

Kunjungan diterima oleh Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, Kepala Bagian Fasilitasi Pengaduan dan Penjatuhan Sanksi Ismet Imawan dan Kepala Bagian Verifikasi Perizinan dan Data Bambang Siswanto.

Dalam kesempatan itu Idy menerangkan, dalam  rekrutmen komisioner atau anggota sudah diatur dalam Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/04/2011 Tentang Pedoman Rekrutmen KPI. “Di situ dijelaskan, untuk perekrutan dimulai dengan pembentukan Tim Seleksi (Timsel) yang SK pembentukannya disahkan DPRD,” ujar Idy menerangkan.

Lebih lanjut Idy menjelaskan, Timsel terdiri dari lima orang yang berisi dari semua unsur yang ada di daerah. Misalnya dari unsur Pemerintah Provinsi, tokoh masyarakat, akademisi, praktisi penyiaran, dan unsur yang lainnya.

Setelah itu, Timsel akan melakukan sosialisasi perekrutan anggota KPID melalui media, baik melalui media cetak maupun elektronik. Di situ juga memuat persyaratan yang dibutuhkan. “Jika sudah ada pendaftar, bisa diteruskan ke tahap berikutnya. Bila tidak ada atau kurang dari tiga orang, jangka waktu perekrutan bisa diperpanjang sesuai aturan yang berlaku,” terang Idy.

Pendaftar yang masuk kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan administrasi, tes tulis, wawancara, uji kompetensi, atau tes psikologi. Menurut Idy, bila  DPRD Babel memiliki dana yang lebih, untuk seleksi yang baik dengan menyertakan tes psikologi bagi peserta.

Dari keseluruhan tes itu, nama-nama yang dianggap telah memiliki kriteria akan diumumkan ke publik sebagai bentuk uji publik. Dengan mengumumkan ke publik, menurut Idy, sebagai bentuk permintaan masukan dari publik dari nama-nama yang sudah lolos seleksi, apakah memiliki track record yang baik atau buruk.

“Baru setelah itu, uji kepatutan dan kelayakan. Kemudian pengumuman yang lulus seleksi. Ada tujuh anggota di dalamnya yang terpilih dan DPRD memiliki dua nama cadangan jika anggota yang terpilih mundur atau yang lainnya,” papar Idy.

Selain bicara teknis perekrutan, Idy juga menerangkan teknis kebutuhan KPID dalam hal pengawasan penyiaran. Mulai dari kebutuhan peralatan pemantauan dan tenaga sumber daya manusia yang mengelolanya. “Untuk melakukan pengawasan siaran dan tugas KPID lainnya, juga dibutuhkan dukungan dari DPRD agar bisa berjalan dengan maksimal,” kata Idy.


Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyerukan pada lembaga penyiaran untuk menyiarkan hasil hitung cepat (quick count) Pemilihan Umum paling cepat pukul 13.00 WIB. Meskipun Mahkamah konstitusi sudah membatalkan pasal 247 Undang-undang pemilu yang menyatakan bahwa pengumuman prakiraan hasil perhitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, siang ini di kantor KPI (8/4).

Hasil koordinasi dari Gugus Tugas Penyiaran Pemilu yang terdiri atas KPI, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Informasi Pusat (KIP), menyepakati bahwa siaran hitung cepat hanya boleh dilakukan paling cepat pukul 13.00 WIB. Hal ini untuk memastikan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil selama pemungutan suara dapat tertunaikan dengan baik.

Idy menjelaskan, dengan ada kesepakatan ini berarti meskipun pada pukul 11.00 WIB hasil hitung cepat dari TPS di Indonesia Timur sudah dapat diketahui, lembaga penyiaran harus menunggu hingga TPS di daerah Indonesia Barat ditutup yakni pukul 13.00, untuk dapat menyiarkan hasil hitung cepat.

KPI juga meminta dalam siaran hitung cepat, lembaga penyiaran menyampaikan informasi yang lengkap dan akurat terkait sumber dana dan metodologi yang digunakan. Serta menyatakan bahwa hasil hitung cepat ini bukanlah hasil resmi dari KPU sebagai penyelenggara Pemilu. "Sekalipun semua lembaga survey menyatakan  hasil yang presisi dengan hasil akhir KPU, tetap harus dijelaskan bahwa hitung cepat itu bukan merupakan hasil resmi dan final," ujarnya.  Hal ini untuk menegaskan pada masyarakat bahwa hitung cepat adalah prakiraan sementara. “Sedangkan hasil resminya masih menunggu pengumuman dari KPU”, tegas Idy.

Idy juga mengingatkan, bahwa  dalam menyiarkan hitung cepat ini lembaga penyiaran wajib menggandeng lembaga survey yang secara resmi sudah terdaftar di KPU.  Sampai saat ini, tercatat sudah ada 56 lembaga survey yang tercatat di KPU.

KPI berharap, lembaga penyiaran menaati seruan yang sudah disepakati oleh Gugus Tugas Penyiaran Pemilu. “Bagaimanapun, pemilihan umum adalah momen pesta demokrasi terbesar dan sarana masyarakat menyalurkan hak politiknya. Karenanya lembaga penyiaran harus menghormati prinsip-prinsip demokrasi ini”, ujar Idy.  Sehingga pemungutan suara yang dilakukan oleh warga dapat dilakukan tanpa ada pengaruh dari pihak manapun yang disiarkan lewat lembaga penyiaran. 

Ketua KPID DKI Jakarta, Hamdani Masil

 

Jakarta - Lembaga Penyiaran harus berkonsultasi dengan lembaga-lembaga kebudayaan setempat ketika ingin menayangkan program siaran yang bermuatan khas daerah. Sehingga tayangan yang tampil ke tengah masyarakat itu sesuai dengan karakter budaya setempat. Hal tersebut disampaikan Hamdani Masil, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) DKI Jakarta dalam acara Diskusi Pelaksanaan Sistem Siaran Jaringan di kantor KPI Pusat (8/4).

Menurut Hamdani, selama ini banyak sinetron bernuansa betawi yang muncul di televisi dan mendapatkan sambutan baik dari masyarakat dengan rating yang tinggi. Namun ketika diperhatikan lebih seksama banyak penggambaran karakter masyarakat Betawi yang justru salah. “Misalnya logat Betawi  di sinetron Si Doel Anak Sekolahan yang bercampur antara Betawi tengah dan Betawi kota, dalam satu keluarga”, tuturnya.  Kesalahan-kesalahan yang sepertinya sederhana ini ternyata banyak mendapatkan sorotan dari pemerhati budaya.

Implementasi kehadiran muatan lokal dalam siaran stasiun jaringan menurut Azimah Subagijo, Komisioner KPI Pusat, memang bukan semata memenuhi kuota 10% seperti yang diamanatkan regulasi. Namun juga, bagaimana muatan lokal yang hadir di televisi itu sesuai dengan kaidah budaya masyarakat setempat.

Azimah juga mengingatkan bahwa beberapa Kepala Daerah telah memberi masukan kepada KPI agar program-program lokal  di televisi harus hadir di jam-jam yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Hasil evaluasi KPI Pusat menunjukkan bahwa program-program lokal sekarang muncul di waktu dini hari hingga Subuh. Azimah khawatir, pada waktu tersebut, hanya sedikit masyarakat yang menonton dan mendapatkan manfaatnya.

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan menegakkan sanksi pada lembaga penyiaran yang belum memenuhi ketentuan program  lokal sebagaimana yang diatur dalam regulasi tentang sistem siaran jaringan (SSJ). Penegakan sanksi ini tentunya bukan untuk mematikan lembaga penyiaran, tapi justru untuk mendorong dan memotivasi lembaga penyiaran untuk berkontribusi bagi demokratisasi penyiaran. Kontribusi tersebut dapat dilakukan dengan menghadirkan program lokal di televisi yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Koordinator bidang pengelolaan struktur dan system penyiaran KPI Pusat, Azimah Subagijo, menyampaikan hal tersebut dalam acara Diskusi tentang sistem siaran jaringan yang dilaksanakan di kantor KPI Pusat (8/4).  Menurutnya, jika ditinjau dari keberadaan aturan tentang SSJ ini, sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2002. Namun dengan segala kendala yang ada, aturan lengkap dan rinci tentang kehadiran program lokal tersebut baru ada di tahun 2009.

Masalahnya, ujar Azimah, sejak 2009 hingga 2014, evaluasi dari KPI justruk menunjukkan masih sedikitnya lembaga penyiaran yang memenuhi ketentuan regulasi tersebut. Kewajiban menyiarkan program lokal 10 % dari seluruh waktu siaran baru dilakukan oleh setengah anggota jaringan dari lembaga penyiaran yang berstasiun jaringan.  Padahal KPI juga sudah memberikan waktu setahun untuk lembaga penyiaran  mempersiapkan  implementasi program lokal  tersebut, terhitung sejak Rakornas 2013.

Untuk itu, tambah Azimah, menjelang batas waktu 12 April 2014 yang ditetapkan pada Rakornas tahun lalu itu, KPI Pusat akan menegakkan sanksi terkait keberadaan program lokal di stasiun televisi yang berjaringan. Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), menyebutkan definisi program lokal adalah:  program siaran dengan muatan lokal yang mencakup program siaran jurnalistik, program siaran factual, dan program siaran nonfactual dalam rangka pengembangan potensi daerah setempat serta dikerjakan dan diproduksi oleh sumber daya dan lembaga penyiaran daerah setempat. Azimah berharap, lembaga penyiaran segera melakukan evaluasi program siarannya dan mematuhi aturan tentang program lokal ini.

Dalam SPS sendiri, ujar Azimah, sanksi yang diberikan atas pelanggaran ketentuan program lokal berupa teguran tertulis pertama dan kedua, serta peningkatan sanksi berupa pengurangan durasi siaran.  Sementara terkait aspek lain yang sering menjadi kendala dalam pemenuhan program lokal tersebut, KPI akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Sementara itu Komisioner KPI Pusat, Fajar Arifianto mengingatkan lembaga penyiaran bahwa Peraturan Menteri tentang SSJ ini belum dicabut. “Seharusnya SSJ ini berlangsung sejak 2009, tapi sampai 2014 belum terlaksana”, ujar Fajar.  Selain itu, tambah Fajar, untuk lembaga penyiaran yang berjaringan dengan induk jaringan di Jakarta, maka kehadiran program lokal itu menjadi sangat penting. Karenanya Fajar mengapresiasi lembaga penyiaran yang sudah berupaya membuat program lokal. “Apalagi SSJ ini adalah amanat dari Rakornas KPI yang harus dilaksanakan oleh seluruh lembaga penyiaran yang berjaringan”, tambahnya.

Hadir dalam diskusi ini komisioner KPI Pusat lainnya, Amiruddin dan Danang Sangga Buwana. Selain itu, Komisioner KPID Jawa Tengah dan DKI Jakarta juga turut memberikan masukan pada lembaga penyiaran yang turut hadir di diskusi ini, atas implementasi SSJ.

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menemukan masih ada penyiaran iklan-iklan bernuansa kampanye di lembaga penyiaran pada masa tenang pemilihan umum. Padahal dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) pasal 36 ayat 5 menyebutkan  bahwa media massa cetak,online, elektronik dan lembaga penyiaran selama masa tenang dilarang menyiarkan iklan, rekam jejak Peserta Pemilu, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu.

Hasil pemantauan yang dilakukan KPI Pusat menunjukkan adanya tiga iklan calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Nasional Demokrat (NASDEM) yang disiarkan oleh Metro TV di hari tenang. Ketiga iklan yang disiarkan di Metro TV pada 6 April 2014 lalu menampilkan Sarwoto Atmostarno yang merupakan caleg DPR RI Partai Nasdem dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah 5, Desi Fitriani yang merupakan caleg partai Nasdem dari Daerah Pemilihan Aceh 1, dan Donny Imam Priambodo yang menjadi caleg partai Nasdem dari Daerah Pemilihan Jawa tengah 3.

Ketua KPI Pusat, Judhariksawan menyampaikan juga temuan lain yang didapati bagian pemantauan langsung KPI Pusat. “KPI menemukan ada tiga iklan lain yang diduga bermuatan kampanye yang disiarkan di masa tenang”, ujarnya.  Tiga iklan tersebut adalah dua iklan Wiranto-Hary Tanoesoedibjo (WIN-HT) di RCTI, MNC TV, dan Global TV, serta iklan Semua Bersaudara di TV One.

Menurut Judha, pada iklan Win-HT menampilkan sosok Wiranto Hary Tanoesoedibjo dengan tagline mewujudkan mimpi Indonesia dan iklan dengan versi Pengusaha Terjun Politik. . “Sedangkan pada iklan di TV One yang bertemakan Semua Bersaudara, menggunakan jingle yang sama dengan jingle iklan partai golkar yang disiarkan pada masa kampanye, walaupun tidak ada simbolisasi partai golkar pada iklan ini,” ujarnya.

Terhadap dua iklan tersebut, tambah Judha, KPI telah menyampaikan hasil temuan ini kepada gugus tugas pemantauan penyiaran pemilu untuk dilakukan kajian, apakah iklan-iklan seperti ini dapat dikategorikan sebagai kampanye di masa tenang. “Meskipun pada beberapa iklan tidak ada simbol partai secara tegas, namun kehadiran pimpinan partai politik dan jingle yang sama dengan yang digunakan pada iklan di masa kampanye, dapat membawa ingatan masyarakat pada partai politik tertentu yang menjadi peserta pemilu,” tuturnya. Untuk itu, KPI meminta Gugus Tugas segera memproses temuan ini, agar pelanggaran tersebut tidak terulang lagi.

 

 

Karenanya KPI mengingatkan agar lembaga penyiaran menghormati masa tenang pada pemilihan umum. Berbagai pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran ini tentunya akan memengaruhi rekomendasi yang sedang disusun KPI dalam rangka perpanjangan izin siaran lembaga penyiaran. KPI berharap, lembaga penyiaran mematuhi aturan yang telah ditetapkan baik oleh penyelenggara pemilu ataupun regulator penyiaran terkait penyiaran pemilu.  “Temuan ini semakin memperkuat keyakinan KPI tentang perlunya diberikan pertimbangan untuk rekomendasi pencabutan izin penyiaran,” pungkas Judha. 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.