Jakarta -- Meskipun pola konsumsi masyarakat terhadap media penyiaran mengalami penurunan akibat massifnya informasi dan juga hiburan yang disajikan lewat media baru atau internet. Namun, dalam kondisi pandemi Covid-19, tingkat kepercayaan publik pada media seperti televisi dan radio justru makin tinggi. Penyebabnya, informasi yang berasal dari media penyiaran telah terverifikasi jadi dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

“Berdasarkan riset dari IDN Research Institute menunjukkan konsumsi televisi untuk usia 21-36 ini masih relatif tinggi. Dari data tersebut, 89 Persen masyarakat lebih percaya informasi dari televisi dibanding dari internet,” kata Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, pada saat literasi daring bertajuk “Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa” yang diselenggarakan KPI Pusat, Rabu (22/7/2020) 

Menurut Mulyo, kepercayaan tinggi masyarakat pada siaran televisi terutama pada televisi berita karena informasi yang disajikan telah melalui tahapan verifikasi yang berlapis, cek dan ricek sehingga dapat dipertanggungjawabkan. “Bicara hari ini, konsumsi media oleh masyarakat lebih banyak waktu nonton TV dan kisarannya hampir tiga jam empat menit dan dari data Nielsen terbaru di bulan Juni itu sekitar empat jam,” katanya.

Namun begitu, Mulyo mengingatkan pentingnya masyarakat pengakses internet untuk dibekali literasi media yang baik. Sebab, jika tidak, dapat berdampak buruk bagi pengetahuan masyarakat dan dapat menimbulkan kegaduhan. 

“Hari ini kita bicara tentang klepon yang di mana status Facebook itu banyak yang menyebut klepon, kemarin itu menyebut tentang pohon cemara, banyak hal yang kemudian bisa dibuat dan menimbulkan kegaduhan,” kata Mulyo. 

Dia menambahkan, banyaknya informasi yang beredar di internet yang tidak terkonfirmasi justru kontraproduktif dengan kondisi saat ini. “Kemarin saya sempat lihat ada sebuah tayangan youtube yang menginformasikan bahwa thermo gun itu sangat berbahaya bagi otak kita karena ditembakkan ke otak, itu dipakai untuk mengukur suhu logam misalnya karena logam itu benda keras maka tidak pantas atau tidak tepat untuk kemudian digunakan di kepala kita. Ini kan peringatan yang sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan itu kemudian malah justru kontraproduktif dengan kondisi yang sekarang ini,” kata Mulyo.

KPI belum dapat awasi media baru

Sementara itu, menjawab pertanyaan peserta bagaimana posisi KPI dalam pengawasan media baru, Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis menjelaskan, pihaknya belum memiliki kewenangan tersebut.Saat ini, KPI hanya bisa mengawasi radio dan televisi. “Platform Youtube dan Netlfix disebut bukan wewenangnya lantaran tidak menggunakan frekuensi publik,” katanya dalam literasi yang sama.

Disampaikan juga, kewenangan pengawasan KPI terhadap media penyiaran ada dalam Undang-undang Penyiaran tahun 2002. Sementara, untuk mengawasi konten yang ada di media baru, seperti Netflix atau YouTube, harus menunggu UU baru. 

Namun begitu, jika ke depan KPI diberikan mandat oleh undang-undang untuk mengawasi media baru, maka pihaknya akan siap melaksanakan. "Misalnya maju ke depan platform apapun definisi broadcasting asal ada audio dan visual apapun salurannya diserahkan kepada Komisi Penyiaran Indonesia, baru KPI bekerja. Tapi kalau ruang itu enggak ada, berarti melanggar undang-undang," ucap Yuliandre.

Andre juga menyampaikan bahwa regulasi penyiaran di Indonesia cukup tertinggal dalam menghadapi percepatan teknologi. Dia mencontohkan, tampilan TV yang semakin jernih di negara lain, sementara di Indonesia belum merasakannya.

"Kita itu selalu telat dalam regulasi. Ketika teknologi sudah maju ke depan, negara sahabat sudah menikmati, tetapi kita baru proses karena ada infrastruktur yang harus kita bereskan dan termasuk regulasi," tambah Andre.

Siapkan UU baru

Anggota Komisi I DPR RI, Mukhlis Basri, menyatakan pihaknya berjanji akan membahas penyelesaian Revisi UU Penyiaran pada 2021 mendatang setelah sebelumnya dikeluarkan dari program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2020. 

Dia juga berharap regulasi yang ada nanti dapat menyentuh seluruh platform media yang pada saat ini belum dapat dijangkau. Menurut Mukhlis, perkembangan media baru sangat cepat dan luar biasa, namun hal itu juga dibarengi dengan maraknya beredar berita hoax. “Jadi, hal ini harus diiringi dengan adanya peraturan termasuk sanksi. Ini jadi prioritas. Akibat sanksi kurang tajam para penyebar hoax itu jadi luar biasa melakukan hal ini,” tegas Mantan Bupati Lampung Barat tersebut. 

Praktisi penyiaran sekaligus presenter berita Kompas TV, Riko Anggara, menyampaikan pentingnya sebuah regulasi yang ketat. Agar ada acuan yang sanksi yang tegas dan jelas. ***

 

Jakarta - Dinamika perkembangan teknologi yang berimbas pada perubahan ekosistem penyiaran harus disikapi pelaku penyiaran dengan ikut melakukan konvergensi siaran agar dapat tetap  bertahan. Media penyiaran konvensional masih menggunakan analog terrestrial harus mulai melakukan replikasi ke berbagai platform media digital, sebagai usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan jumlah pendengar dan pemirsa. Hal tersebut disampaikan Hardly Stefano Pariela selaku Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang kelembagaan, dalam Webinar Nasional yang bertajuk Prospek Bisnis Penyiaran Era Digitalisasi di Daerah: Peluang dan Tantangan yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Daarud Da’wah Wal Irsyad (FEBI IAI DDI) Polewali Mandar, Sulawesi Barat secara virtual, (21/7).

Data yang dikeluarkan oleh Hootsuite menunjukkan pola konsumsi media di Indonesia paling banyak mengakses internet, menggunakan sosial media dan selanjutnya menonton televisi. Berangkat dari data ini, ujar Hardly, televisi dan radio harus bergerak menyesuaikan dengan perubahan ekosistem, yakni memanfaatkan seluruh platform media digital untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Artinya, ujar Hardly, televisi dan radio dapat tetap bersiaran seperti sekarang dan juga melakukan siaran di berbagai platform media lain.

Perubahan signifkan pada ekosistem penyiaran ini, sebenarnya menjadi peluang yang sangat besar bagi lembaga penyiaran di daerah untuk bergeliat maju. Hardly melihat banyak peluang yang harus ditangkap lembaga penyiaran di daerah di era konvergensi media ini. Beberapa opsi disampaikan Hardly serta konsekuensi yang muncul terkait model keleluasaan aturan dalam konten ataupun pendapatan.

Hardly menegaskan, kini sudah tiba masanya semua orang dapat membuat konten media, baik secara visual, audio ataupun audio visual, tanpa ada hambatan ataupun sekat ruang dan waktu. “Istilahnya adalah information on demand,” ujar Hardly. Jika sebelumnya televisi dapat ditonton berdasarkan jadwal dari pengelola siaran, maka hari ini kita dapat mengambil siaran kapan pun sesuai kebutuhan. Sekaranglah eranya internet of thing, semuanya sudah ada di cloud, tegasnya.

Secara prinsip penyiaran hari ini terbagi menjadi dua, yakni penyiaran analog yang bicara terkait wilayah layanan, ijin penyelenggaraan penyiaran (IPP), atau pun peluang usaha. Sedangkan yang satu lagi adalah penyiaran digital yang sudah meruntuhkan segala batas dan sekat, borderless. Siaran yang diproduksi di Mamuju sekarang sudah dapat diterima di daerah lain, lintas pulau bahkan manca negara. Konvergensi menjadikan media terrestrial  yang disupport internet dapat menjaga pemirsa sesuai dengan wilayah layanan siar, sementara di saat bersamaan dapat menjangkau wilayah baru di luar wilayah layanan siarnya. Peluangnya konten-konten lokal di daerah dapat dijangkau publik lebih luas, termasuk masyarakat diaspora yang tinggal di luar daerah asalnya.

Hardly menilai, ini juga menjadi sebuah kesempatan bagi penyiaran di daerah melawan dominasi informasi yang Jakarta centris seperti saat ini. Kekuatan penyiaran daerah adalah pada lokalitas, ujarnya.  Maka penyiaran daerah pada era digital harus mampu mengangkat isu lokal yang berdampak global dan mengangkat isu global yang memiliki dampak lokal.

Ditegaskan oleh Hardly, harus ada dukungan pengembangan bisnis penyiaran daerah dari ekosistemnya, yakni pemerintah daerah lewat regulasi dan kebijakan afirmatif, masyarakat daerah dan juga KPI Daerah yang memberikan dukungan besar agar penyiaran di daerah berkembang. Hal lain yang menjadi perhatiannya adalah kehadiran concern group atau kelompok pemerhati penyiaran di daerah. Kelompok ini yang kemudian dapat bersinergi dengan KPI dalam menghadirkan konten-konten penyiaran yang selaras dengan kepentingan publik. Di satu sisi, menurut Hardly, KPID juga harus hadir membuat kebijakan yang menstimulasi perkembangan penyiaran di daerah. Dia juga menyampaikan pentingnya edukasi publik terhadap konten siaran berkualitas yang juga butuh support agar dapat berkesinambungan hadir di lembaga penyiaran. Hal ini sudah digagas KPI Pusat melalui Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa dan Bicara Siaran Baik. Sebagai perwakilan kepentingan publik, KPID juga diharapkan selalu tanggap terhadap dinamika penyiaran yang terjadi, agar setiap kepentingan publik dapat terakomodir dan medium penyiaran memberikan manfaat yang maksimal bagi kesejahteraan masyarakat di daerah.

Jakarta -- Meskipun Revisi Undang-undang Penyiaran tahun 2002 batal diproses pada tahun ini dan akan dibahas ulang pada 2021 mendatang, proses perpindahan atau migrasi dari penyiaran analog ke digital sepertinya harus dilakukan cepat. Pasalnya, hal ini sangat terkait dengan kepentingan nasional seperti keamanan dan nasionalisme. 

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menegaskan migrasi dari analog ke penyiaran digital sudah seharusnya diwujudkan. Hingga saat ini, di lingkup regional hanya Indonesia yang belum melaksanakan proses perpindahan tersebut. Padahal jika di banding dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, Indonesia sudah lebih dulu menyatakan untuk melakukan migrasi.

“Kita sebenarnya termasuk pioneer diantara negara tetangga. Namun dalam perjalanan, justru mereka yang lebih dahulu melakukan migrasi,” kata Agung Suprio di sela-sela acara Crosscheck yang diselenggarakan Medcom.id bertema “Era Pandemi, Saatnya Migrasi Digital RI” secara virtual, pekan lalu. 

Terkait digitalisasi, Agung mengungkapkan banyak masalah yang Indonesia hadapi dengan negara tetangga seperti soal siaran mereka yang meluber ke wilayah perbatasan kita. “Ada peristiwa ironis ketika ada pertandingan sepakbola antara Indonesia dan Malaysia yang justru masyarakat di daerah perbatasan lebih mendukung kesebelasan negara tetangga. Hal ini karena tower mereka di daerah perbatasan sangat banyak dan siaran mereka jadi menguasai. Ini mempengaruhi perilaku masyarakat di sana,” jelasnya.

Contoh di atas, kata Agung, menjadi rekomendasi betapa migrasi ini tidak bisa lagi ditunda. Menurutnya, jika Indonesia tidak segera digitalisasi akan mengganggu daerah-daerah tersebut. “Digitalisasi akan membuat masyarakat di daerah perbatasan menikmati siaran indonesia secara jernih. Sehingga proses ideologisasi dan internalisasi nilai kebangsaan akan lebih cepat melalui digitalisasi. Ini fakta yang kita lihat,” ujarnya.

Selain perbatasan, wilayah yang belum dapat siaran atau blankspot akan mudah terjangkau melalui teknologi ini. KPI mengkhawatirkan, minimnya akses siaran dari dalam membuat masyarakat menerima ideologi yang tidak ada counternya. Apalagi saat ini akses internet semakin cepat. 

Dalam kesempatan itu, Agung meminta seluruh industri televisi nasional agar menyatukan pandangan untuk mendukung digitalisasi penyiaran di Indonesia. "Beberapa stasiun televisi melihat angle lain. Sehingga tidak ada pandangan yang sama," katanya. 

Agung mengatakan bahwa pemerintah harus berkompromi dengan industri penyiaran untuk menetapkan jadwal Analog Switch Off (ASO). Industri penyiaran telah berkontribusi dalam pemberitaan dan informasi di tanah air.  

Agung menilai pemanfaatan teknologi bisa menjadi modal industri penyiaran untuk mendorong masyarakat menonton siaran digital. Sehingga proses migrasi siaran tersebut mampu memberikan keuntungan bagi pelaku industri penyiaran.

"Pengalaman saya di Jerman ternyata televisi terestrial bisa dinikmati dengan ponsel tanpa sim card, tanpa data. Pilihan-pilihan teknologi itu menguntungkan industri televisi dari analog ke digital," ucap Agung.

Agung juga mengusulkan agar pemerintah dan seluruh stakeholder penyiaran melakukan sosialisasi mengenai sistem siaran digitalisasi kepada seluruh masyarakat sembari menunggu proses migrasi. “Proses sosialisasi ini harus dilakukan secara massif agar masyarakat paham dan tahu pentingnya digitalisasi penyiaran,” pintanya.

Menkominfo minta industri dukung transformasi  digital

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate berharap seluruh komponen industri penyiaran bergerak untuk mendukung upaya transformasi digital. Meski langkah ini sudah terlambat, namun percepatan ekosistem digitalisasi penyiaran terus dilaksanakan.

"Diskusi seperti ini adalah awal, meski sudah terlambat. Baiknya kita lakukan secara masif (program ini). Saya berharap digitalisasi televisi ini sebagai quick win dan semoga cepat terlaksana," ujar Johnny di ruang diskusi yang sama.

Sistem digitalisasi Indonesia jauh tertinggal dari negara tetangga. Sejak World Radio Conference (WRC) 2007, seluruh negara di dunia menyepakati untuk menuntaskan analog switch off (ASO) pada 2015.

Program digitalisasi televisi nasional ini perlu dipercepat guna menghasilkan kualitas penyiaran yang lebih efisien dan optimal untuk kepentingan masyarakat. Digitalisasi juga akan meningkatkan efisiensi kinerja industri penyiaran Tanah Air.  

Pandemi virus corona (covid-19) tak melulu soal sisi negatif. Ada pula sisi positif seperti terwujudnya transformasi digital. “(Pandemi) covid-19 justru mendorong transformasi digital dan mendorong masyarakat global masuk ke digital society (masyarakat digital),” kata Menkominfo

Dia menyebut transformasi digital perlu dipercepat. Namun, percepatan itu membutuhkan infrastruktur yang lebih moncer, seperti tulang punggung atau backbone jaringan dan dilanjutkan pengaluran atau backhaul jaringan.

Percepatan tersebut, kata Johnny, masih menghadapi beberapa tantangan. Misalnya, belum semua daerah di Indonesia terjangkau jaringan 4G. “Digitalisasi setidaknya (membutuhkan jaringan) 4G. Tapi ternyata belum semua daerah tersedia (jaringan) 4G,” ujarnya.

Johnny mengatakan tantangan selanjutnya adalah tersedianya payung hukum. DPR masih merevisi beberapa undang-undang (UU), termasuk UU Penyiaran. “Juga beberapa UU baru digitalisasi termasuk perlindungan aset digital,” tutur dia.

Namun, DPR telah menarik Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran dari program legislasi nasional (prolegnas) 2020. Johnny menghormati keputusan tersebut lantaran bakal dilanjutkan dalam prolegnas 2021.

Menurut Johnny, tantangan berikutnya adalah membutuhkan sumber daya manusia (SDM) di bidang digital. Butuh 16 ribu SDM yang berkompeten untuk memaksimalkan transformasi digital. “Mencetak 16 ribu talent per tahun tidak gampang,” tutur Johnny. ***

 

Denpasar - Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode pertama tahun 2020 telah digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di dua belas kota di Indonesia yang bekerja sama dnegan dua belas perguruan tinggi negeri, dengan menggunakan metode diskusi kelompok terpumpun atau focus group discussion (FGD). Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Yuliandre Darwis mengatakan, FGD ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam menghadirkan isi siaran yang berkualitas. KPI sendiri, ingin mendapatkan pemetaan perilaku informasi di masyarakat dalam menghadirkan keberagaman isi, sebagaimana yang menjadi syarat terwujudnya demokratisasi penyiaran. Demikian disampaikan Yuliandre saat membuka FGD Informan Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode pertama tahun 2020 di Denpasar. 

Hasil riset yang telah dilakukan KPI selama lima tahun, sudah mendapatkan perhatian serius di kalangan stakeholder penyiaran. Para pengiklan misalnya, ujar Yuliandre, mulai berpikir ulang untuk memasangiklan pada program-program siaran yang mendapat nilai rendah dari Riset ini. Untuk itu pula dirinya berharap dalam FGD riset ini, para informan memberikan penilaian yang obyektif sesuai dengan kapasitas dan keilmuannya masing-masing. Secara khusus, Yuliandre berharap Universitas Udayana yang menjadi pelaksana Riset di Denpasar, dapat menjadi role model guna menyuarakan diversity of content. 

Dalam pelaksanaan FGD, masing-masing informan menyampaikan penilaian beserta argumentasi atas nilai yang diberikan tersebut. DIskusi menarik muncul saat membahas penilaian atas program berita dari masing-masing televisi. Catatan atas program berita adalah sebagian besar masih “Jawa centries” atau “Jakarta centries”. Banyak berita berasal dari Jakarta yang dinilai kurang penting, namun disiarkan. Sedangkan berbagai kejadian penting di daerah, yang terkait dnegan kepentingan publik justru luput disampaikan. Catatan lain yang menjadi sorotan informan adalah kemunculan iklan dalam program siaran jurnalistik dinilai cukup mengganggu. Iklan diakui memang memiliki peran penting dalam kelangsungan program siaran, namun diharapkan kemunculannya dapat disesuaikan dengan ketentuan yang ada dalam regulasi. 

Pada hari yang sama, FGD Riset juga dilaksanakan bersama dengan Universitas Tanjung Pura, Pontianak. Komisioner bidang kelembagaan KPI Pusat, Nuning Rodiyah mendapatkan kesempatan untuk memberi sambutan dan membuka FGD. Dalam FGD tersebut, informan menyampaikan masukan untuk program wisata budaya.  Ada baiknya pada program tersebut mengikutsertakan bahasa daerah dengan terjemahan bahasa Indonesia. Selain itu  disuarakan pula pentingnya kehadiran bahasa isyarat dalam program wisata budaya. 

 

Jakarta – Berada di atas tiga pertemuan lempeng tektonik yakni lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik, Indonesia menjadi salah satu negara paling rawan terkena bencana (gempabumi) di dunia. Posisi ini membuat kita harus selalu siap dan waspada. Salah satunya dengan memaksimalkan sistem mitigasi bencana melalui penyiaran.

Terkait hal itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan The British Broadcasting Corporation (BBC) perwakilan Indonesia berencana menjalin kerjasama dalam upaya mengedukasi masyarakat bagaimana mengantisipasi dan menangani bencana melalui lembaga penyiaran. BBC Media Action menilai lembaga penyiaran seperti radio banyak membantu masyarakat dunia untuk keluar dari bencana kemanusiaan yang diakibatkan bencana maupun faktor internal lainnya.

Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, saat menerima kunjungan BBC Media Action, mengatakan pihaknya membutuhkan dukungan dalam upaya meliterasi publik terkait mitigasi bencana melalui media penyiaran. Menurutnya, BBC Media Action dapat menjadi mitra KPI dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya edukasi mengenai kebencanaan. Apalagi BBC Media Action telah berpengalaman menangani pesoalan ini di sejumlah negara.

“Ke depan perlu ada kerjasama antara KPI dan BBC untuk mewujudkannya. KPI memerlukan acuan dari BBC mengenai mitigasi kebencanaan di media karena saat ini kami sedang upayakan buat regulasi tentang siaran tanggap bencana,” kata Irsal kepada perwakilan BBC di Kantor KPI Pusat, Jumat (17/7/2020).

Direktur BBC Media Action untuk Indonesia, Ankur Garg, menyatakan pihaknya berupaya membantu masyarakat keluar dari krisis kemanusiaan akibat bencana dengan memberikan informasi serta edukasi. “Komunikasi ini dapat menolong warga negara keluar dari krisis dan betapa informasi sangat penting dalam kondisi bencana agar mereka dapat bertahan,” katanya di awal pertemuan tersebut.

Dia menceritakan pengalaman BBC Media Action membantu masyarakat Nepal pada saat bencana gempabumi, beberapa tahun lalu. Di sana mereka bekerjasama dengan hampir 200 radio untuk menginformasikan tentang penanganan dan pemulihan di masyarakat yang hancur akibat bencana. 

Menurutnya, banyak keuntungan bekerjasama dengan media penyiaran dalam penanganan kebencanaan karena jangkauannya luas, bisa interaktif dan mudah di akses. ***/Foto by Agung Rachmadiansyah

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.