- Detail
- Dilihat: 10259
Jakarta – Pertumbuhan produksi tayangan sinetron atau yang dulu disebut drama televisi sejak tahun 1993 mengalami kenaikan cukup siginifikan. Dalam setahun saja, diperkirakan jumlah produksi tayangan sinteron mencapai ratusan judul. Sayang, tingginya angka produksi tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas isinya. Dan, sinteron yang berkualitas itu jumlah tidak banyak alias kecil.
Ketua bidang Isi Siaran dan Anggota KPI Pusat, S. Rahmat Arifin dalam Diskusi bertajuk Tayangan Sinteron yang diselenggarakan KPI Pusat, 11 April 2014 mengungkapkan pihaknya banyak menemukan pelanggaran dalam tayangan sinetron seperti kekerasan baik fisik maupun verbal, konflik, penggunaan simbol agama tertentu yang tidak sesuai, adab yang tidak pantas dalam lingkup sekolah seperti penggunaan seragam dan perlakukan terhadap guru, adegan berbahaya seperti menyetrum, dan yang lainnya.
“Materi-materi seperti itu sebaiknya dihilangkan dari isi. Kita berupaya meminimalisir dampak yang terjadi. Apalagi jika dampak itu berpengaruh buruk terhadap anak-anak dan remaja. Ini menjadi catatan yang harus diperhatikan,” kata Rahmat di depan peserta diskusi.
Menurut Rahmat, dalam upaya menekan terjadinya pelanggaran dan dampak buruk dari isi tayangan yang tidak baik adalah dengan mengetatkan fungsi sensor baik di LSF maupun di internal stasiun televisi. “Harus ada sensor ulang di televisi meskipun tayangan tersebut sudah melalui lembaga sensor film. Kami berharap quality control dalam internal dapat menekan tayangan-tayangan yang tidak pantas untuk disiarkan,” katanya yang juga diamini Anggota KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily.
Rahmat juga menyampaikan pihaknya akan melakukan revisi terhadap P3 dan SPS KPI yang detail dan rinci agar tidak ada lagi kebingungan dan multitafsir.
Sementara itu, Anggota LSF Jamalul meminta adanya kreatifitas dalam membuat ide cerita sinetron. Menurut dia, ide cerita sinetron kebanyakan sifatnya mengkloning gaya luar yang dipaksakan masuk dalam gaya Indonesia. “Cerita seperti ini tidak mencerminkan budaya bangsa Indonesia,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Agatha Lily mengingatkan pihak LP untuk memperhatikan waktu tayang setiap program sinetron dan promo programnya. Hal ini untuk menghindari adanya penonton-penoton yang tidak sesuai dengan kategori seperti anak-anak. Red