Jakarta - Industri penyiaran saat ini, memposisikan publik atau audiennya hanya sebagai konsumen, bukan sebagai warga negara. Logika konsumen berarti apa yang mereka mau, bukan apa yang dibutuhkan.
Hal itu dikemukanan Arief Suditomo dalam paparan materi pembuka Sekolah P3SPS Angkatan I yang berlangsung di Ruang Rapat KPI, Selasa, 5 Mei 2015. Arief yang juga Anggota Komisi I DPR RI itu mengingatkan, penyiaran memiliki peran menumbuhkan kesadaran warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"P3SPS inilah sebagai perangkat dan akselerator dalam melakukan pembangunan penyiaran kita. Namun, hal ini tidak mudah," kata Arief.
Arief yang juga mantan presenter televisi ini mengakui, bahwa dalam industri penyiaran, tidak semua level tahu dan paham P3SPS. Pedoman dan peraturan penyiaran itu menurutnya hanya familiar di kalangan Pimpinan Redaksi dan kalangan Produser.
Melalui Sekolah P3SPS yang digagas KPI, menurut Arief akan membuat banyak pihak yang paham dan mengerti peraturan penyiaran itu sendiri. Menurut Arief, semakin banyak yang paham, baik dalam internal Lembaga Penyiaran atau masyarakat umum, secara tidak langsung akan memperbaiki penyiaran di Indonesia.
"P3SPS adalah bagian dari kesimbangan dan batasan kita di dunia penyiaran yang akan menghindarkan kita dari kesalahan lama yang kerap berulang dan teknis, karena apa yang diatur P3SPS adalah perkara-perkara yang bersifat teknis," ujar Arief.
Sebagai informasi, Sekolah P3SPS Angkatan I diikuti oleh 30 peserta dari berbagai Lembaga Penyiaran dan masyarakat umum. Acara berlangsung selama tiga hari ke depan dengan materi mencakup seluruh elemen dalam P3SPS dan peraturan penyiaran lainnya.
Pendaftaran Sekolah P3SPS Periode 21 - 29 April 2015 telah ditutup. KPI Pusat menerima 61 berkas pendaftar yang berasal dari lembaga penyiaran (televisi dan radio), mahasiswa dan masyarakat umum. Hanya 30 peserta yang akan mengikuti Sekolah P3SPS Angkatan I yang diselenggarakan pada 5 - 7 Mei 2015 di Kantor KPI Pusat. Bagi pendaftar yang namanya belum masuk Sekolah P3SPS Angkatan I, otomatis akan dimasukkan angkatan II yang diadakan pada bulan berikutnya. Berikut ini adalah nama peserta Sekolah P3SPS Angkatan I:
Jakarta - Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi mulai diselenggarakan secara marathon di sembilan perguruan tinggi negeri di sembilan kota. Ke-sembilan tempat itu adalah Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan, Universitas Airlangga di Surabaya, Universitas Islam Negeri (UIN) di Jakarta, Universitas Hasanuddin di Makassar, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga di Yogyakarta, Universitas Udayana di Bali, Universitas Diponegoro di Semarang, Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon di Ambon. Rektor Universitas Lambung Mangkurat Prof Sutarto Hadi mengatakan, program siaran di televisi kini semakin memprihatinkan karena hanya mengacu pada rating dibanding kualitasnya. Padahal, ujar Sutarto, tidak semua siaran yang banyak penontonnya itu baik bagi masyarkat apalagi perkembangan anak. Hal tersebut disampaikannya dalam pembukaan pelatihan Survey Indeks Kualitas Program Siaran yang dilaksanakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin (23/4).
Secara khusus, Sutarto menyayangkan penyusunan program siaran dari lembaga penyiaran yang hanya didasari pada nilai rating, bukan pada kualitasnya. Untuk itu, dirinya menilai keberadaan survey kepemirsaan yang digagas KPI ini akan memberi penilaian yang berbeda terhadap program siaran yang ditayangkan stasiun televisi. Sutarto berharap, hasil survey kepemirsaan ini dapat dijadikan acuan oleh lembaga penyiaran untuk memperbaiki kualitas siaran yang ada. “Sehingga fungsi pendidikan yang disematkan pada lembaga penyiaran, dapat dirasakan masyarakat,” tambahnya.
Sementara itu dalam pelaksanaan survey di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta (28/4), Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran Rahmat Arifin mengatakan bahwa kementerian Komunikasi dan Informasi telah lama menyampaikan keprihatinannya tentang program-program siaran televisi yang kualitasnya rendah dan tidak mendidik namun ratingnya tinggi. Hal ini menyebabkan acara-acara tersebut mampu bertahan lama karena peminat iklannya tinggi. Setelah dicari tahu, penyebabnya adalah survey yang dilakukan lembaga survey, tidak dilakukan secara representatif dan sesuai dengan keadaan masyarakat yang sesungguhnya. Misalnya, lembaga survey hanya mengambil sampel kelompok masyarakat yang berpendidikan rendah, tidak berkarier dan sebagainya. Namun hasil dari lembaga survey yang sampai saat ini masih dimonopoli oleh satu lembaga inilah yang dijadikan acuan dari seluruh lembaga penyiaran, khususnya televisi.
Dalam kesempatan itu, Wakil Dekan III Fakultas Sosial Humaniora UIN Sunan Kalijaga, Iswandi Syahputra menambahkan, bahwa saat ini masyarakat dihadapkan pada pertelevisian yang menciptakan kebutuhan palsu, menciptakan rasa lelah atau jenuh informasi, menciptakan kontrol palsu dan menciptakan kecenderungan untuk meyakini realitas bagaimana yang dikonstrukkan oleh media. Iswandi menilai, forum-forum seperti ini dimaksudkan untuk menggugah sikap kritis publik terhadap siaran-siaran televisi yang rendah kualitasnya. Sementara, dimata Iswandi, program televisi dikatakan berkualitas bila mengandung unsur Benar, Baik dan Bermanfaat sesuai kebutuhahan dan kepentingan berdasarkan prinsip kemanusiaan.
Dalam Pelaksanaan survey ini, KPI dan KPI Daerah bekerjasama dengan sembilan perguruan tinggi di sembilan provinsi ini mengikutsertakan jajaran pengurus pusat Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI). KPI berharap, survey kepemirsaan yang digelar ini dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai selera masyarakat Indonesia dan penilaiannya terhadap program-program siaran televisi yang ada saat ini. Salah satunya dengan melibatkan responden survey dari kalangan yang lebih variatif, dan sebaran provinsi yang mengikutsertakan tiga wilayah di Indonesia, Ambon (Indonesia Timur), Bali dan Banjarmasin (Indonesia Tengah), dan sisanya dari wilayah Indonesia Barat. Selain itu, survey indeks kualitas program siaran televisi ini akan diselenggarakan selama lima kali sepanjang tahun 2015. Ketua KPI Pusat, Judhariksawan berharap, hasil dari survey yang digelar KPI ini dapat memberikan alternatif bagi lembaga penyiaran, serta para pemasang iklan di televisi, mengenai kualitas program-program siaran yang ada sekarang. “KPI berharap para pemasang iklan juga menyadari kontribusinya merawat bangsa ini dengan hanya memasang iklan di program-program yang berkualitas baik. Sehingga program-program dengan kualitas rendah, sebanyak apapun penontonnya, tidak akan bertahan lama di layar kaca,” pungkas Judha.
Gorontalo - Dalam peraturan perundang-undangan tentang penyiaran, lembaga penyiaran wajib untuk menyiarkan program lokal sebanyak 10 persen dari total durasi siaran. Jika hal itu tidak dilakukan, maka masyarakat dapat mengadukannya kepada Komisi Penyiaran. Hal itu disampaikan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Judhariksawan, dalam pembukaan Gorontalo Broadcasting Expo (GBX) 2015. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo mengambil tema "Local Content on Digital Age". Acara ini juga menjadi ajang sosialisasi program lokal dari lembaga penyiaran, kepada masyarakat di Gorontalo.
Expo lembaga Penyiaran yang pertama kali dilakukan didaerah ini, dibuka oleh Wakil Gubernur Gorontalo, Dr. H. Idris Rahim, MM. " Bagi kami, pemerintah daerah, siaran lokal haruslah menjadi prioritas bagi orang-orang lokal. Desentralisasi penyiaran, sebagai amanah undang-undang 32 tentang penyiaran, sangatlah jelas, bahwa informasi lokal menjadi sangat penting untuk diperhatikan, oleh lembaga penyiaran serta kita semua,” ujar Idris.
Sementara itu, Rektor Universitas Gorontalo, Prof. Dr. Syamsu Q. Badu, menyambut baik pelaksanaan GBX 2015 di Universitas yang dipimpinnya. "Kampus kami selalu terbuka untuk program kemitraan sebagai bentuk tridharma perguruan tinggi. Saya mengapresiasi apa yang dilakukan Fakultas Ilmu Sosial. Bahwa sistem penyiaran di Indonesia, perlu dikenal bukan hanya dilayar kaca, akan tetapi bertatapan langsung dengan mahasiswa. Ini adalah sesuatu yang baru dan pertama kali di Gorontalo. Saya bangga itu dimulai dari Universitas Negeri Gorontalo"
Dalam welcome speech-nya, KPID Gorontalo yang diwakili Mohamad Reza, mengakui bahwa GBX 2015 adalah merupakan duplikasi Indonesia Broadcasting Expo (IBX) dalam skala yang lebih lokal. "GBX ini idenya dari IBX di Bandung. Kami kemudian berpikir, akan lebih baik jika ini dilakukan dalam skala lokal, apalagi saat ini KPI sedang melaksanakan penegakan konten lokal 10 persen"
"Karena komitmen siaran lokal itulah, kami mengajak kampus untuk membantu mensosialisasikan ke seluruh komponen masyarakat bahwa siaran lokal wajib masuk ruang publik kita di Gorontalo. KPID tidak boleh sendirian, harus ada dukungan semua pihak agar siaran lokal bisa menjadi kewajiban yang dijalankan dengan benar,” ujar Reza.
Gorontalo Broadcasting Expo dilaksanakan selama 3 sejak 28 - 30 April 2015. diikuti oleh 11 lembaga penyiaran masing-masing, MNc TV, RCTI, Global TV, iNews TV, SCTV, Kompas TV, ANTV, TransTV, GPTV, Jambura TV dan Anugrah TV. Expo ini juga diikuti oleh Pemerintah daerah Pohuwato, Bonebolango dan PIAD provinsi Gorontalo.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Universitas Negeri Padang (UNP) dalam rangka belajar tentang penyiaran dan untuk mengetahui secara langsung sistem kerja pemantauan program acara dari Lembaga Penyiaran. Acara berlangsung pada, Selasa, 28 April 2015 di Ruang Rapat KPI Pusat, Jakarta yang diikuti oleh 50 mahasiswa dan empat dosen pembimbing.
Dosen pembimbing yang hadir dalam kunjungan itu Nova Eka Putri mengatakan, kunjungan itu bertujuan mengenalkaan mahasiswanya tentang penyiaran, khususnya perkembangan bidang komunikasi yang dinamis. Menurutnya, kunjungan itu untuk pengenalan tentang KPI dan diharapkan membuka wawasan mahasiswa, bahwa informasi yang disampaikan oleh Lembaga Penyiaran memiliki dampak yang siginifikan terhadap masyarakat dan diawasi oleh lembaga negara yang merupakan representasi dari publik.
Kunjungan diterima oleh Asisten Bidang Kelembagaan KPI Pusat Achmad Zamzami dan Koordinator Pemantauan dan Monitoring, Bagian Isi Siaran KPI Pusat R. Guntur Karyapati.
Zamzami menjelaskan sejarah berdirinya KPI yang terbentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Menurut Zamzami, dalam peraturan itu wewenang KPI meliputi pengaturan penyiaran yang diselenggarakan Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Berlangganan, dan Lembaga Penyiaran Komunitas. Bidang kerja itu diwadahi dalam bentuk bentuk bidang-bidang kerja di KPI Pusat yakni, Bidang Kelembagaan, Bidang Isi Siaran, dan Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran.
Menurut Guntur, dalam menjalankan pengawasan terhadap Lembaga Penyiaran, KPI menggunakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Saat ini, menurut Guntur, KPI mengawasai siaran dari Lembaga Penyiaran berjaringan nasional sedangkan Lembaga Penyiaran Lokal diawasi oleh KPI daerah yang sudah ada di 33 provinsi di Indonesia.
Lebih lanjut Guntur menjelaskan, dalam pengawasan program siaran Lembaga Penyiaran, KPI memiliki tenaga khusus dengan sistem bergantian. Saat ini, tenaga pemantauan KPI sudah bisa melakukan pemantauan selama 24 jam, khususnya untuk berjaringan nasional.
"Siaran-siaran yang dianggap melanggar P3SPS akan ditandai diproses oleh tenaga pemantauan untuk diteruskan ke tim editing agar menyiapkan bukti rekaman," kata Guntur. Kemudian, menurutnya, bahan itu dibahas dalam rapat tenaga ahli untuk melihat jenis pelanggaran, apakah melanggar atau tidak, hingga penentuan jenis sanksi, terakhir diteruskan dalam rapat pleno komisioner sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan.
Program acara yang melanggar, menurut Guntur, akan diberikan sanksi sesuai ketentuan dalam P3SPS. Mulai dari sanksi administrasi, pembinaan, pengurangan durasi, penghentian sementara, dan penghentian langsung oleh Lembaga Penyiaran yang bersangkutan. "Sanksi dan pemberitahuan atas program acara kami sampaikan langsung ke Lembaga Penyiaran. Kemudian kami publikasi melalui media atau website KPI. Silahkan detailnya bisa langsung diakses," kata Guntur.
Guntur menerangkan, walaupun memiliki sistem pemantauan sendiri, KPI juga menerima aduan dari masyarakat atas siaran atau program acara Lembaga Penyiaran. "Di sinilah kita melibatkan peran serta masyarakat, bahwa mengawasi siaran dan program acara dari Lembaga Penyiaran adalah tugas kita bersama. Jalur aduan publik kita buka lebar, mulai dari telepon, email, datang langsung atau tatap muka, Facebook, dan Twitter," ujar Guntur.
Setelah diskusi dan tanya jawab seputar penyiaran dan tugas serta wewenang KPI, kunjungan diakhiri dengan melihat langsung proses pemantauan dan ruang perekaman dan editing KPI.
Didalam program tayangan bumi hijau yang ditayangkan oleh efarina tv mengamdung unsur porno grafi. Telah jelas stasiun tv tersebut melanggar peraturan penyiaran. Di tayangan bumi hijau seorang suku dari afrika telah jelas sekali payudara serta vaginanya. Tidak ada penyensoran yang dilakukan oleh tv ini.