- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 9361
Mataram - Media harus menjadi akselerator gerakan demokrasi di Indonesia, khususnya dalam menghadapi agenda politik Pemilihan Umum di tahun 2024 mendatang. Ada banyak pelajaran yang dapat dipetik dalam beberapa Pemilu yang lalu, khususnya ketika framing dan agenda setting media berpengaruh besar dalam keputusan politik di masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Nuning Rodiyah dalam Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa yang bertajuk “Literasi Media dan Pembangunan Demokrasi Indonesia”, di Mataram, (28/3).
Pada kesempatan ini Nuning juga menegaskan peran media sebagai penyeimbang dalam fragmentasi politik pada Pemilu yang lalu. KPI sendiri, secara tegas telah memberikan batasan yang ketat pada lembaga penyiaran saat penyiaran pemilu. Hal ini dilakukan agar tidak ada keberpihakan media pada pasangan calon tertentu dalam kompetisi politik, ujar Nuning .
Terkait dengan pembangunan indeks demokrasi di Indonesia, Nuning mengatakan sudah terjadi peningkatan yang salah satunya dikarenakan komitmen partai politik dalam memenuhi 30% kuota calon anggota legislatif perempuan. Namun demikian, berdasarkan data Pemilu 2019 lalu, Nuning mengungkap, surat suara yang tidak sah mencapai 17 juta atau setara dengan suara yang diperoleh Partai Golkar sebagai partai nomor urut dua dalam Pemilu.
Surat yang tidak sah ini sebenarnya berasal dari masyarakat yang mengaspirasikan suaranya dalam Pemilu. Namun bisa jadi, lantaran lantaran minimnya informasi tentang kepemiluan pada masyarakat, seperti tata cara mencoblos atau informasi tentang calon legislatif yang akan dipilih, menjadi salah satu penyebab melambungnya jumlah surat suara tidak sah. Nuning menilai, seyogyanya media mengambil peran strategis dengan melakukan sosialisasi dan menginformasikan kepada masyarakat khususnya para pemilih pemula, untuk kemudian dapat menggunakan hak demokrasinya dengan memilih secara tepat. “Termasuk memahami visi misi pasangan calon, sehingga apa yang menjadi agenda kita sejalan dengan agenda kepala pemerintahan yang terpilih nanti,” ujarnya. Tantangan zaman ke depan yang semakin berat berdampak pada kompetisi yang juga semakin ketat. Tentunya kapasitas literasi dan kapasitas digital menjadi bagian yang harus dimiliki masyarakat dan generasi muda, dalam menghadapi Indonesia Emas tahun 2045.
GLSP di Mataram turut menghadirkan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Bambang Kristiono, Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Komunikasi dan Informatika Wiryanta, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Lathifa Al Anshori, dan Bambang Wahyudi dari Pentas Dangdut Sembilan TV9 NTB. Acara ini juga turut dihadiri oleh Ketua Umum KOHATI PB HMI Umiroh Fauziyah, Ketua Bidang Organ Kepemudaan, LSM dan ORMAS KOPRI PB PMII Siti Faridah dan Wakil Ketua Bidang Pergerakan Sarinah DPP GMNI Fanda Puspitasari yang melakukan deklarasi milenial penggiat literasi. Deklarasi tersebut menyatakan pentingnya literasi media dan Pendidikan demokrasi sebagai kompas bagi masyarakat untuk lebih cerdas, kritis dan bijak dalam memilih informasi. Hal ini bertujuan agar masyarakat tidak terjebak sebagai korban hoax maupun berita palsu yang berdampak signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Deklarasi ini juga menjadi komitmen dari kesemua organ kemahasiswaan tersebut untuk bergerak bersama memajukan literasi dan juga demokrasi Indonesia.