Depok – Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mohamad Reza menyampaikan sikapnya terkait proses peralihan Analog Switch Off (ASO) yang telah dilakukan pada November 2022 lalu. Ditemukan persoalan salah satunya masih terdapat sejumlah wilayah di Indonesia yang mengalami blank spot atau belum mendapat sinyal. 

Mengutip arahan Presiden Joko Widodo harapan terkait peralihan siaran analog ke digital dapat memberikan stimulus peningkatan di sejumlah aspek termasuk ekonomi, salah satunya pertumbuhan konten kreatif di ruang digital. 

“Melihat proses peralihan penyiaran ini masih perlu penyempurnaan. Kami terus melakukan koordinasi dengan stakeholder penyiaran agar ASO ini berlajan lancar,” Kata Reza saat menjadi pembicara dalam Rapat Koordinasi terkait Perkembangan Analaog Switch Off (ASO) bersama Deputi VII Kemenpolhukam, Kemenkominfo dan KPI di Depok, Jawa Barat, Selasa (10/5/2023).

Ke depan, harap Reza, penerapan sistem digitalisasi dapat dilakukan secara merata dengan dibarengi peningkatan komponen literasi informasi kepada masyarakat. Hadirnya siaran digital juga mestinya dibarengi dengan adanya pancaran sinyal telepon pintar. 

Reza mencontohkan pada proses peralihan sistem siaran analog ke digital di wilayah Jawa Barat bersamaan dengan adanya pertandingan Piala Dunia Sepak Bola. Hal ini membuat gaduh sejumlah pihak karena siaran pertandingan Sepak Bola Piala Dunia menghilang. “Jangan sampai proses ASO ini membuat gaduh sejumlah pihak. Perlu pertimbangan dan tentu saja koordinasi antar pihak terkait,” katanya. 

Dalam kesempatan itu, Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika, Geryantika Kurnia memaparkan perkembangan penerapan Analog Switch Off (ASO) telah mencapai 25 wilayah layanan. Sebanyak 83 wilayah layanan atau 217 Kabupaten dan Kota masih menunggu untuk mendapat giliran penerapan siaran digital. Dia menyampaikan sebanyak 1.310.817 atau sebanyak 96,6 persen set top box dari pemerintah telah tersebar di sejumlah wilayah. 

“Sosialisasi terus dijalankan oleh lembaga penyiaran untuk memandu masyarakat beralih ke siaran digital. ASO di kota-kota besar dari Pulau Jawa berdampak ke daerah lainnya. Pemulihan kepemirsaan di Kalsel-1 dan Sumsel-1 lebih cepat tiga pekan daripada saat ASO di Pulau Jawa,” tutur Gery. 

Kemenkominfo mencatat, dari 112 wilayah layanan yang ditargetkan untuk ASO, seluruhnya sudah bersiaran digital dan mampu mewadahi penyelesaian migrasi tersebut. Sebanyak 586 dari 687 lembaga penyiaran swasta, komunitas, dan publik telah bermigrasi ke siaran digital. Bahkan, 532 diantaranya telah mengembalikan izin stasiun radio untuk pemancar analog dan siap ASO. Syahrullah

 

 

Banjarmasin -- Pemilu sebagai ajang pesta demokrasi erat hubungannya dengan penyebaran informasi melalui lembaga penyiaran. Dalam rangka persiapan gugus tugas mengawasi siaran Pemilu 2024, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berkomitmen memastikan kesiapan pengawasan siaran Pemilu hingga ke daerah. Salah satunya beraudiensi dengan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) dan KPID Kalimantan Selatan (Kalsel).

Diwakili Anggota KPI Pusat bidang Kelembagaan, Evri Rizqi Monarshi, KPI Pusat melaksanakan audiensi dengan Azhar Ridhanie selaku Ketua Bawaslu Kalsel. Dalam pertemuan itu, hadir Ketua KPID Kalsel, Farid Soufian beserta jajaran anggota KPID lain. Audiensi berlangsung di Kantor Bawaslu Kalsel, Senin (5/5/2022).

Di kesempatan itu, Evri menyampaikan pengalamannya terkait dinamika dalam penyiaran selama masa Pemilu. Anggota KPI Pusat yang berlatar belakang praktisi penyiaran tersebut berharap lembaga regulator terkait mampu menyusun langkah preventif supaya informasi dalam konten siaran tidak merugikan masyarakat. Kebijakan yang dikeluarkan diharapkan mampu menyiasati kecurangan terselubung.

“Sebagai regulator, kita (KPI dan Bawaslu) harus mampu mengantisipasi grey area. Sehingga jelas apakah siaran ini termasuk pelanggaran atau tidak, karena banyak program siaran pada masa pemilu yang memuat pesan politik dalam berbagai format,” ungkap Evri.

Audiensi ini juga untuk memastikan kesiapan KPID dan Bawaslu Kalsel dalam bekerja sebagai gugus tugas pengawasan siaran Pemilu. Harapannya kerja gugus tugas dapat maksimal menjangkau hingga level daerah.

“Pertemuan ini harapannya dapat menyatukan koordinasi dalam rangka gugus tugas pengawasan pemilu antara KPI Pusat bersama lembaga lainnya,” tutup Evri.

Pengawasan siaran Pemilu tentu perlu disokong oleh kekuatan daerah khususnya KPID. Namun pada praktiknya, Pemerintah Provinsi belum dapat mendukung dengan maksimal kinerja KPID dari segi anggaran. 

“KPID ini hanya hidup dari dana hibah. Jadi peraturannya harus dibuat untuk mendukung kehidupan KPID seluruh Indonesia,” ungkap Farid.

Kendala lain terkait sarana pengawasan yang dinilai masih kurang memadai pada level KPID. Banyak peralatan yang belum dapat berfungsi secara optimal sehingga mengganggu proses pengawasan siaran Pemilu. Sarana yang optimal akan mewujudkan kuatnya KPID.

“Penguatan KPID melalui anggaran dan fasilitas, saya rasa sangat penting bagi proses pengawasan penyiaran di daerah, terlebih dalam menghadapi masa pemilu tahun depan. Sampai saat ini saja masih ada alat yang mati,” jelas Farid.

Menanggapi kendala teknis tersebut, Ketua Bawaslu Kalsel berjanji membantu dalam mendorong masyarakat untuk lebih aktif melalui sosialisasi. Bawaslu Kalsel berharap hasilnya akan meningkatkan keaktifan masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan apabila terjadi dugaan pelanggaran penyiaran di daerah. 

“Dengan keadaan seperti ini, kami akan bantu dengan mendorong masyarakat melalui sosialisasi supaya berperan aktif untuk melaporkan pada lembaga terkait. Hal inilah yang menjadi salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu yang nyata,” tutup Azhar. Abidatu Lintang/Foto: Agung R

 

 

Jakarta - Kerja sama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator media dengan perguruan tinggi adalah sebuah kemestian sebagai bentuk titik temu antara kalangan akademisi dan birokrasi. Hal ini juga menjadi sebuah upaya penguatan kelembagaan KPI mengingat, kampus selalu menjadi salah satu basis kebijakan KPI lewat data-data ilmiah dan pandangan otoritatif keilmuan. Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan hal tersebut saat menerima kehadiran Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun-Gun Heryanto beserta jajarannya di kantor KPI Pusat, (4/5).

Menurutnya, kerja sama KPI dengan perguruan tinggi juga harus senantiasa ditingkatkan sebagai antisipasi atas perkembangan media yang begitu cepat dan mendisrupsi beragam aspek fundamental kehidupan masyrakat. Ubaidillah berharap, KPI dapat bersinergi dengan UIN Jakarta, termasuk dalam menerima masukan akademik atas revisi undang-undang penyiaran yang saat ini masih dalam pembahasan di DPR. 

Pucuk pimpinan dari Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta adalah sosok yang akrab dengan KPI. Gun-Gun Heryanto pernah terlibat dalam penyusunan regulasi penyiaran pemilu di tahun 2014 lalu. Dirinya menilai, ada banyak hal yang dapat dikerjasamakan antara KPI dengan fakultas yang dipimpinnya selama lima tahun ke depan itu. Diantaranya pelibatan mahasiswa UIN untuk program magang di KPI atau pun keikutsertaan para dosen UIN dalam hal pembahasan regulasi penyiaran. “Bahkan kami pun siap untuk menjadi shelter jika KPI akan melakukan penyusunan regulasi penyiaran pemilu yang membutuhkan sinergi dengan beragam stakeholder,” ujarnya.

 

 

Terkait penyiaran pemilu ini, Gun-Gun juga menyampaikan rencana fakultasnya untuk menggelar kegiatan untuk publik berupa literasi media dan politik, dengan tema “Mitigasi Konflik SARA dan penguatan partisipasi warga”. Dirinya berharap, KPI dapat ikut ambil bagian pada kegiatan tersebut yang juga akan mengikutsertakan penyelenggara pemilu, regulator media dan juga dari kementerian terkait. Menurutnya, agenda politik nasional yang akan digelar pada tahun 2024 harus disikapi dengan baik, lewat penyadaran pada publik tentang potensi konflik yang akan timbul. Hal ini juga yang menjadi alasan bagi Gun-Gun selaku Dekan di UIN untuk bertemu dengan KPI sebagai regulator media, mengingat salah satu stakeholder penting dalam pemilu adalah media. 

Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Fita Fathurokhmah selaku wakil dekan 1 bidang akademik, Rubiyanah, selaku wakil dekan 1 bidang administrasi umum, dan Muhtadi selaku wakil dekan 3 bidang kemahasiswaan, alumni dan kerja sama. Menurut Muhadi, banyak peluang kerja sama yang dapat diwujudkan antara KPI dan UIN. Terkait literasi misalnya,dia mengusulkan beberapa tema literasi seperti siaran ramah anak dan siaran dakwah. Dia berharap kehadiran siaran dakwah di televisi dan radio dapat menjadi nutrisi bagi kesehatan mental masyarakat. 

Pada pertemuan yang merupakan audiensi perdana dari perguruan tinggi untuk KPI Pusat periode 2022-2025, hadir pula I Made Sunarsa selaku komisioner KPI Pusat koordinator bidang kelembagaan, Evri Rizqi Monarshi selaku komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Aliyah selaku komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran, dan Umri selaku sekretaris KPI Pusat.

Menanggapi rencana kerja sama dengan UIN, Evri mengusulkan adanya riset tentang penerimaan masyarakat (public acceptance) terhadap Analog Swich Off (ASO). Menurut Evri, kita membutuhkan feed back dari publik atas pelaksanaan penyiaran digital. “Tidak hanya publik di kota-kota besar, tapi juga di desa,” ujarnya. Evri menanyakan kemungkinkan kerja sama riset dengan UIN terkait hal ini, yang nantinya menjadi masukan atas revisi undang-undang. Adapun Aliyah berpendapat, pengawasan penyiaran pemilu memang harus dipikirkan secara serius. Termasuk dengan melibatkan publik sebagai sahabat penyiaran, untuk ikut memastikan konten siaran pemilu mengutamakan prinsip keadilan.

Ubaidillah merespon baik rencana kerja sama dengan UIN Jakarta, termasuk untuk kegiatan literasi media dan politik yang dilangsungkan dalam waktu dekat. Harapannya, lewat literasi ini akan muncul sebuah sinergi dengan berbagai pihak termasuk dengan Ikatan Sarjana Komunikas Indonesia (ISKI) dan Asosiasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (ASKOPIS). Sinergi besar ini, ujar Ubaidillah, akan memunculkan kesadaran publik dalam bersikap terhadap konten-konten media yang muncul di menjelang pemilu. “Tentu harapan besarnya adalah, publik semakin dewasa menyikapi perbedaan politik tanpa harus terjadi pembelahan lagi seperti di waktu lalu,” pungkasnya.  (Foto: KPI Pusat/ Agung R)

 

Bengkulu – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta masyarakat untuk melaporkan lembaga penyiaran yang kontennya merugikan seperti tindakan kekerasan, asusila, dan hoaks. Upaya ini dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dan menghindari penyebaran informasi yang tidak benar.

Anggota KPI Pusat, Mimah Susanti, mengatakan bahwa masyarakat dapat melaporkan ke KPI jika menemukan penyiaran yang merugikan. “Kami mengajak masyarakat untuk melaporkan kepada KPI jika menemukan lembaga penyiaran publik yang menyajikan informasi yang merugikan seperti tindakan kekerasan, asusila, dan hoaks,” ujarnya saat mengisi acara Sekolah P3SPS yang diselenggarakan KPID Bengkulu di Bengkulu, Kamis (4/5/2023) lalu.

KPI berharap lembaga penyiaran publik, khususnya penyiar, dapat lebih cakap dalam menyampaikan informasi dan siaran kepada masyarakat. Sehingga tidak merugikan dan menimbulkan keresahan di masyarakat.

“Kami meminta agar lembaga penyiaran publik, khususnya penyiar, untuk lebih cakap dalam menyampaikan informasi dan siaran kepada masyarakat, sehingga tidak merugikan dan menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat,” jelas Mimah.

Menurut Mimah, tindakan kekerasan dan asusila yang disiarkan dapat merusak moral dan budaya bangsa. “Kami juga ingin mengingatkan bahwa siaran tindakan kekerasan dan asusila dapat merusak moral dan budaya bangsa, sehingga harus dihindari,” tambahnya.

Mimah juga menekankan pentingnya pencegahan penyebaran hoaks melalui siaran televisi dan radio. “Kami meminta lembaga penyiaran publik untuk memeriksa kembali kebenaran informasi sebelum disiarkan, sehingga hoaks dapat dihindari dan tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat,” katanya.

Ketua KPID Bengkulu, Albert Rolando menambahkan bahwa KPI akan memproses laporan dari masyarakat dengan serius dan melakukan tindakan tegas terhadap lembaga penyiaran publik yang melanggar aturan. Bahkan pihaknya telah menyiapkan 11 orang untuk memantau pelanggaran terkait penyiaran di Bengkulu.

“Kami akan memproses laporan dari masyarakat dengan serius dan akan memberikan sanksi tegas kepada lembaga penyiaran publik yang melanggar aturan dan sejauh ini belum ditemukan,” tutupnya. Red dari berbagai sumber

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendukung adanya persamaan perlakuan dalam layar kaca (Lembaga Penyiaran) termasuk penyediaan fasilitas bagi kelompok difabel seperti bahasa isyarat. Hal ini disampaikan Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, saat menerima kunjungan dari Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Tunarungu Indonesia (DPP PERTRI), Kamis (4/5/2023) di Kantor KPI Pusat.

“Apa yang disampaikan PETRI dalam isi surat audiensi sesuai dengan semangat kami untuk menghadirkan bahasa isyarat di lembaga penyiaran agar informasi yang disampaikan dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat, termasuk oleh kelompok disabilitas,” kata Ubaidillah kepada Ketua Umum PERTRI, Dimyati dan rombongan. 

Ditegaskannya jika tugas KPI adalah mengawasi penyiaran di televisi dan radio. Karena itu, pihaknya sangat mendukung adanya fasilitas bagi kelompok disabilitas. Apalagi dari catatan KPI masih ada beberapa stasiun televisi yang belum menyediakan fasilitas yang sesuai untuk kaum disabilitas.

“Amanat Undang-Undang termasuk juga regulasi turunannya dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) disebutkan bahwa KPI merupakan representasi masyarakat di bidang penyiaran, termasuk juga mempunyai tugas dan kewajiban untuk menjamin agar masyarakat mendapatkan informasi yang layak dan benar sesuai hak asasi manusia,” jelas Ubaidillah.

Sebelumnya, Ketua PERTRI menyampaikan pokok masalah dari kedatangan mereka ke KPI Pusat. Dimyati menceritakan jika di Indonesia ada dua bentuk bahasa isyarat yakni SIBI dan BISINDO. Menurutnya, ada perbedaan mendasar dari dua bentuk bahasa isyarat tersebut yang dikhawatirkan menimbulkan konflik antar dua kelompok penggunanya. 

“Televisi lebih banyak menggunakan sistem BISINDO, tidak menggunakan SIBI. Kami sudah mengirimkan surat dan proposal ke TV. Sebagian TV tidak paham dan mengetahui soal perbedaan tersebut. Di lapangan kami dikeluhkan oleh guru-guru kenapa TV tidak menggunakan SIBI,” kata Dimyati. 

Dia berharap stasiun TV juga menggunakan sistem SIBI dalam bahasa isyarat di setiap program acaranya. “Menurut informasi yang saya dapat, mulai besok tanggal 8, TVRI akan mulai melakukan rolling antara sistem SIBI dan BISINDO, sehingga bisa adil. Televisi lain belum melakukan itu,” tuturnya.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Evri Rizqi Monarshi, menyarankan dibuatkan angket yang menerangkan bahwa ada kesulitan dari kalangan tunarungu terhadap bahasa isyarat yang disampaikan lembaga penyiaran. “Adakan rilis dan kesepakatan dari semua asosiasi tuna rungu agar bisa disampaikan secara terbuka kepada publik,” katanya. 

Di akhir pertemuan, Ketua KPI Pusat menyampaikan harapan agar ada kesepakatan antara GERKATIN dan PERTRI terkait penggunaan bahasa isyarat di lembaga penyiaran. Hasil kesapakatan itu dapat jadi bahan bagi KPI pada saat pertemuan dengan Lembaga Penyiaran.

“Kami berharap semua assosiasi bisa berkumpul, agar bisa didapatkan bahasa isyarat yang bisa disepakati. Dari situ kita bisa hadirkan semua dan menjadi kesepakatan bersama, sehingga ke depan tidak ada lagi yang ditinggalkan,” tutur Ubaidillah yang diamini Anggota KPI Pusat yang hadir dalam pertemuan antara lain I Made Sunarsa, Tulus Santoso, dan Aliyah. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.