- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Dilihat: 3085
Makassar – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selalu berkomitmen memberikan edukasi kepada masyarakat maupun lembaga penyiaran. Bentuk komitmen tersebut dijalankan KPI lewat berbagai jalan salah satunya melalui kegiatan Training of Trainer (TOT) yang diselenggarakan KPID Sulawesi Selatan (Sulsel) Kamis (8/12/2022) lalu di Makassar, Sulsel.
TOT bertajuk “Pemahaman Tentang Konten Berkualitas Yang Sejalan dengan Aturan P3SPS” menghadirkan pemateri antara lain Muhammad Hasrul Hasan selaku Ketua KPID Sulsel, Andi Muhammad Irawan dari Akademisi, dan Hardly Stefano, Komisioner KPI Pusat.
Hardly dalam penyampaiannya berharap lembaga penyiaran tidak lupa mengedepankan masyarakat dalam membuat program siaran terutama yang disampaikan pada induk jaringan. Terlebih dukungan pemirsa menjadi kunci dari keberlangsungan lembaga penyiaran itu sendiri.
“Kira-kira apa motif teman-teman dalam membuat program siaran? Tentu salah satunya adalah program yang diminati masyarakat, kan?” kata Hardly kepada peserta yang sebagai besar perwakilan dari lembaga penyiaran.
Terlebih di zaman padat informasi sekarang, lanjut Hardly, media akan bersaing memenuhi konten yang diinginkan masyarakat, termasuk televisi dan radio. Tidak seperti zaman dahulu yang memiliki keterbatasan informasi dan media, masyarakat kini memiliki banyak pilihan untuk memenuhi dahaga akan informasi.
“Dengan fenomena media memenuhi keinginan masyarakat, berarti media adalah wajah masyarakat. Pendekatannya sudah tidak seperti teori ‘jarum hipodermik’, namun sudah ke ‘uses and grativication,’ media sudah tidak memiliki pengaruh sebesar itu,” tegas Hardly.
Fenomena tersebut membentuk lembaga penyiaran jadi berorientasi bisnis. Dengan hanya mengedepankan kepentingan rating share, tentu seringkali banyak media melupakan pedoman yang ada. Sehingga, lanjut Hardly, perlu adanya penyelaras antara kepentingan industri dan kepentingan publik dalam muatan konten media.
Hardly menegaskan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI menjaga supaya kedua aspek tersebut selaras. “Jadi, tidak semua keinginan audiens dilayani terlebih terhadap hal yang kurang baik, sehingga hadirnya P3SPS untuk memastikan supaya tetap sesuai dengan norma masyarakat,” ujarnya.
Dia menambahkan, hadirnya KPI dan P3SPS justru bukan untuk menghambat kreativitas lembaga penyiaran. Kreativitas dalam bentuk program siaran tetap harus mempertimbangkan manfaat untuk masyarakat. Lembaga penyiaran diharapkan mampu membungkus fenomena yang ada dalam program siaran yang inspiratif dan memiliki pesan moral.
“Fenomena yang dimuat dalam media jadi bernilai ekonomi atau bisa disebut sebagai komoditas. Lembaga penyiaran harus menjaga komoditas tersebut sebagai inspirasi positif yang memiliki lesson learn dan menegasikan hal buruk. Sebagai contoh, dalam memberitakan fenomena kekerasan, jangan hanya mengeksploitasi, namun harus memberikan pesan positif dan melalui proses jurnalistik atau produksi yang tepat,” jelas Hardly.
Di akhir pemaparannya, Hardly Kembali berharap kepada lembaga penyiaran untuk melihat P3SPS sebagai pemacu semangat kreativitas dalam menghasilkan program siaran yang positif dan menarik.
“Prinsip kreativitas, masyarakat, dan moralitas harus ada dalam diri teman-teman sebagai pelaku penyiaran. P3SPS hadir menjadi acuan norma dalam dan menjadi tantangan teman untuk semakin kreatif dalam memproduksi program siaran,” pungkas Hardly. Abidatu