- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 5157
Bogor - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Pendalaman Materi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yang diikuti oleh Tim Pemantauan Bidang Isi Siaran KPI Pusat dan Daerah, (28/04) di Bogor. Bimtek ini digelar sebagai bentuk upaya meningkatkan kualifikasi, kompetensi, dan kemampuan pantauan tim pengawas dalam melihat persoalan atau dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran.
Dalam bimtek tersebut, KPI menggandeng tokoh-tokoh peduli penyiaran sebagai narasumber salah satunya Asep Setiawan selaku Anggota Dewan Pers memaparkan materi mengenai Reportase Pemberitaan: Dibalik Layar Produksi Program Siaran Jurnalistik dalam Perspektif Kode Etik Jurnalistik. Menurut Asep Setiawan, KPI memiliki wewenang lebih besar untuk menegakkan kode etik dibandingkan Dewan Pers. “Pelaksanaan kode etik jurnalis perlu sama-sama diawasi sehingga kualitas biasa dijaga. Disatu sissi kebebasan pers berkuallitas dan terjaga dengan baik,“ ujarnya.
Kalau ada potensi kekeliruan dalam sebuah pemberitaan, KPI dapat langsung menindaklanjuti sesuai kewenangan tanpa harus menunggu ralat informasi atau hak jawab. Sedangkan dalam mekanisme di Dewan Pers, sebelum penindakan masih ada proses menampilkan hak jawab dengan mencantumkan berita sebelumnya yang harus dikoreksi. Ditambah lagi, ujar Asep, ada masa waktu sanggahan maksimal satu tahun.
Terkait peliputan terorisme, Asep menerangkan, penampilan dalam pemberitaan terduga terorime dan keluarganya, harus sesuai etika. “Dalam hal ini dapat ditampilkan sepanjang mendapat izin dari keluarga bersangkutan dan tidak ditampilkan dalam bentuk labelisasi,” tegasnya. Selain dari Dewan Pers, Bimtek ini juga dihadiri oleh Antar Venus dari Akademisi, Bambang Sumaryanto selaku Ketua Dewan Periklanan Indonesia, Idy Muzzayad selaku Pemerhati Media, Aris Ananda dan M. Riyanto dari Praktisi Media sebagai pembicara.
Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo mengatakan, meskipun Undang-Undang Penyiaran telah 19 tahun dan P3SPS 9 tahun ditetapkan, para tenaga ahli KPI Pusat dan KPI Daerah perlu diberi ruang diskusi dengan para ahli agar mereka mendapat wawasan terhadap perkembangan konten siaran. “Mereka juga perlu diasah sensitivitas dan kekritisannya dalam menangkap kemungkinan temuan dalam konten siaran,”ujarnya. Penting bagi mereka untuk bisa mendapatkan pandangan atas fenomena penyiaran yang terus berkembang. Harapannya, tambah Mulyo, sebagai pakar dan perwakilan publik yang memiliki kepedulian, para narasumber bisa menjadi tempat “curhat” yang bisa ikut serta memecahkan persoalan dalam temuan dugaan pelanggaran. Kebetulan pada tahun ini KPI juga ditargetkan untuk bisa merevisi P3SPS. Dari forum inilah diharapkan ada masukan-masukan baru untuk menambah poin pengaturan baru dalam rangka melindungi publik dari dampak isi siaran, pungkas Mulyo.