Bekasi -- Pemerintah menetapkan tahap awal migrasi (peralihan) siaran TV analog ke siaran TV digital berlangsung pada 17 Agustus 2021 di enam wilayah. Terkait peralihan sistem ini, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai dua hal yang harus disegerakan agar proses ini berjalan baik dan sukses yakni pertama sosialisasi massif dan kedua ketersediaan sekaligus distribusi Set Top Box (STB).

Pendapat tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, pada saat membuka kegiatan diskusi kelompok terpumpun atau fokus grup diskusi (FGD) yang diselenggarakan KPI Pusat, Rabu (16/6/2021).

“Kami mengapresiasi langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika atas rencana secara gradual mengenai ASO atau analog switch off. Langkah ini memang harus dilakukan secara bertahap karena proses ASO tidak bisa dilakukan dalam satu waktu. Namun begitu, proses ASO tahap pertama ini adalah kunci. Bila ini sukses maka tahap berikutnya akan lebih mudah. Karenanya, dua langkah tersebut menjadi kunci sukses pelaksanaan ASO,” kata Agung.

Untuk sosialisasi, lanjut Agung, semua pihak antara lain Kemenkominfo, KPI, KPID dan Lembaga Penyiaran pengelola mux harus bersinergi melakukan upaya ini. Sosialisasi ke masyarakat ini sangat penting karena publik harus mendapatkan seluruh informasi terkait migrasi ini dengan jelas dan menyeluruh. 

Langkah berikutnya yakni penyediaan perangkat pendukung penerima siaran digital yakni STB. Menurut Agung, penyediaan alat ini sangat penting dan proses distribusinya dapat mencontoh Amerika Serikat (AS). Kala itu, pemerintah AS yang peralihan siaran digitalnya bertahap, mendistribusikan dan menjual STB melalui supermarket.

“Hal yang sama juga dilakukan dengan negara Italia. Kalau di Indonesia kendala perihal set top box baik dari sosialisasi maupun distribusi karena tidak semua masyarakat mengetahui STB dan bagaimana mendapatkannya. Oleh karena itu, ada rencana Pemerintah untuk mensubsidi dengan cara menanggung ongkir bagi masyarakat yang beli di market place. Yang menjadi persoalan apakah kendala tersebut bisa dipenuhi oleh Pemerintah,” ujar Agung.

Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) sekaligus Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, mengatakan sosialisasi ASO tidak bisa hanya sendiri, perlu ada peran dari berbagai pihak seperti Kominfo, Lembaga Penyiaran, KPI dan KPI Daerah, masyarakat dan stakeholder lainnya yang terlibat. “Sinergi dan persiapan yang baik,” katanya. 

Untuk itu, lanjut Reza, pihaknya perlu mengundang semua stakeholder pada persiapan tahap awal ASO ini. Hal ini dilakukan untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang dengan siapa kerjasamanya. 

“Karena ada diskusi yang berkembang dari lembaga penyiaran yaitu ada pertanyaan kami harus bekerjasama dengan siapa? artinya ada informasi yang belum sampai. Maka FGD ini ada langkah awal bagaimana menyampaikan informasi. Misalnya, di Aceh siapa yang penyelenggara mux, lembaga penyiaran mana saja yang masih analog dan yang sudah digital,” jelas Echa, panggilan akrabnya.

Selain itu, kata Echa, sosialisasi ini tidak hanya bicara ASO tetapi juga ada sosialisasi penyelenggara MUX untuk menyampaikan ke masyarakat terutama di enam daerah (tahap I). Dia juga menyampaikan pentingnya pengawasan terhadap distribusi dan harga harga STB agar tidak dikuasai pihak tertentu dengan harga di luar jangkauan. “Karena ini akan semakin memberatkan masyarakat dalam membeli STB,” ujar Echa dalam diskusi tersebut. 

Sementara itu, Direktur Penyiaran Kemenkominfo, Gerryantika, mengatakan ada empat poin yang harus diperkuat pada tahapan ASO yang dua diantaranya adalah sosialisasi serta pengadaan STB (dua lain yakni infrastruktur dan migrasi TV analog). 

“Tugas ini (sosialisasi) tidak hanya oleh pemerintah saja tetapi semua stakeholder harus bergerak semua. Percuma sosialisasi dilakukan apabila di masyarakat masih yang menonton analog. TVRI Aceh sendiri sudah melakukan sosialisasi, TVRI sudah secara bertahap mengingatkan bahwa di wilayah Aceh bahwa siaran analog akan dimatikan pada 17 Agustus 2021. Sehingga masyarakat tidak lagi cemas apabila tiba-tiba siaran analognya dimatikan,” katanya.  

Dalam kesempatan itu, Gerry juga mengungkapkan jumlah STB yang harus didistribusikan kepada keluarga miskin di 6 Provinsi wilayah layanan siaran ASO tahap I. Untuk wilayah Aceh ada 2 kota Aceh Besar dan Banda Aceh, estimasi keluarga miskin sekitar 19.677. Di Kepulauan Riau ada 16.365 keluarga miskin. Wilayah Banten ada 33.340 keluarga miskin. Di Kalimantan Timur ada 27.062 keluarga miskin. Sedangkan di Kalimantan Utara I (Bulungan, Tarakan dan Tanjung Selor) sekitar 7.603 keluarga miskin dan Kalimantan Utara III (Nunukan) sekitar 3.440 keluarga miskin.

“Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) di wilaya itu total keluarga miskin sebanyak 107.477 keluarga. Data ini akan kita validasi dan akan bekerjasama dengan KPID dan Dinas setempat untuk mencatat alamat dari keluarga miskin tersebut,” kata Gerry. *** /Editor:MR

 

 

Jakarta - Indonesia tengah bersiap melakukan migrasi dari televisi analog ke digital atau Analog Switch Off (ASO). Tahap pertama peralihan akan berlangsung di enam wilayah yakni Aceh, Kepulauan Riau (Kepri), Banten 1, Kalimantan Timur 1 (Kaltim 1), Kalimantan Utara 1 (Kaltara 1), dan Kalimantan Utara 3 (Kaltara 3).

Saat ini, masyarakat mayoritas masih memakai televisi analog yang identik dengan penggunaan frekuensi radio 700 Megahertz (MHz). Pada penggunaan televisi ini, siaran dari lembaga penyiaran televisi dapat ditangkap oleh televisi analog dengan menggunakan medium antena.

Semakin tinggi antena yang dipergunakan, maka tayangan yang didapatkan oleh masyarakat dapat semakin berkualitas. Sebaliknya, bila antena yang dipasang tidak tinggi, maka kualitas tayangan yang didapatkan tidak berkualitas.

Dalam satub kesempatan, Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny Gerard Plate mengatakan, dalam migrasi itu frekuensi analog akan digabungkan dengan spektrum frekuensi radio sebagai landasan penyiaran televisi digital di dalam negeri. Penggabungan dari dua sumber daya alam frekuensi itu disebut sebagai multipleksing (Mux).

"Penggunaan ini akan membuat industri penyiaran televisi menjadi semakin efisien. Dengan infastruktur frekuensi yang besarnya terbatas, bisa dioptimalkan untuk menayangkan penyiaran televisi hingga puluhan program pada waktu yang bersamaan," ujar dia dilansir dari situs resmi pemerintah Indonesia.go.id, Senin 14 Juni 2021.

Menurut dia, lembaga penyiaran dalam pengoperasian multiplexing dapat menyiarkan hingga 10 program secara bersamaan hal ini akan berimplikasi pada biaya infrastruktur yang lebih efisien. "Jadi kita semua mari bersiap menyambut TV Digital, perlahan meninggalkan TV Analog, " kata Johnny.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Hardly Stefano Fenelon Pariela menuturkan, televisi digital bukan siaran televisi yang dapat diakses melalui internet atau yang kini kerap dikenal dengan streaming.

Sebagaimana diketahui, untuk mengakses informasi dan hiburan melalui siaran streaming tidak gratis, masyarakat memerlukan pulsa atau paket data. Berbeda dengan menonton siaran televisi digital. "Walaupun sama-sama menggunakan teknologi digital, siaran televisi digital bukanlah siaran televisi melalui internet atau streaming," ujar Hardly.

Jadi, lanjut dia, bagi masyarakat bersiaplah menyambut era baru televisi digital. Siaran televisi lebih berkualitas yang disajikan oleh berbagai lembaga penyiaran di tanah air.

Untuk informasi lebih lengkap mengenai migrasi TV Digital, kunjungi situs resmi pemerintah di Indonesia.go.id. ***/Editor:MR

 

 

Jakarta -- Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI (Republik Indonesia) berkomitmen mempercepat proses perubahan Undang-Undang Penyiaran pada tahun ini. Hal ini agar ada payung hukum penyiaran yang komprehensif khususnya terkait penyiaran digital. Selain itu juga dalam rangka mendukung Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyambut era TV Digital yang akan dimulai secara utuh pada November 2022 mendatang.

“Kami berkomitmen melakukan pembahasan revisi undang-undang penyiaran. Ini sedang kami lakukan. Kami juga akan mendorong fungsi dan peran KPI untuk bisa dikuatkan untuk melaksanakan tugasnya. Pasalnya, ini menyangkut diversity of content. Tugas KPI nanti akan lebih berat karena tayangan-tayangan akan semakin banyak,” kata Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz, dalam pemaparan di acara “Bersiap Digital: Sambut Tahap Pertama ASO dari Aceh” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Rabu (9/6/2021).

Siaran digital tidak hanya akan membuka ruang bagi keragaman konten tapi juga keberagaman kepemilikan. Artinya, informasi jadi tidak hanya dikuasai oleh sekelompok orang saja. “TV juga akan menjadi sedinamis dengan media-media sosial. Hadirnya TV digital akan dapat banyak  menghadirkan tayangan-tayangan kepada pemirsa,” tambah Meutya.

Namun demikian, Dia berharap hadirnya sistem baru ini dapat diikuti dengan sosialisasi yang massif ke masyarakat. Selain itu, masyarakat juga harus mendapatkan STB (set top box) agar dapat menerima siaran tersebut. “DPR akan melakukan pengawasan di bidang ini guna memastikan masyarakat yang belum dapat siaran digital dibantu dengan STB. Menyiapkan STB bagi masyarakat yang tidak mampu ini harus dipastikan,” tegasnya.

Sementara itu, Menteri Kominfo, Johnny G Plate, mengatakan pemerintah dan pihaknya telah mengeluarkan sejumlah regulasi pelengkap pelaksanaan ASO atau siaran digital. Regulasi itu terdiri dari Peraturan Pemerintah dan Permenkominfo No.6 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran. “Jadi sudah lengkap kerangka regulasi untuk menyelesaikan peralihan TV analog ke digital. Ini akan mengakhiri TV analog kita,” katanya.

Peralihan teknologi ini pun tidak serta merta dilaksanakan secara serentak dan langsung. Berkaca dari pengalaman di sejumlah negara yang telah melakukannya, proses ASO dilakukan secara bertahap dengan ikut mempertimbangkan kesiapan industri dan infrastrukturnya. 

“ASO di tahap awal nanti akan menjadi bahan awal evaluasi untuk tahap berikutnya. Ini bukan pekerjaan membalikan telapak tangan. Perlu dipikirkan sangat matang dan sangat teknis. Indonesia punya 701 pemegang izin penyiaran TV analog. Ini menjadi salah satu faktor kenapa pelaksanaan tahapan ASO tidak bisa dilakukan secara kilat,” jelas Johnny.

Dia juga menjamin ketersediaan slot bagi seluruh penyelenggaran siaran TV untuk bersiaran.  Menurutnya, hal ini dapat diperoleh dari alokasi 50% penyelenggara multiflekser yang dikelola pemerintah. “Tidak seluruh LP swasta, komunitas dan lokal akan menjadi penyelenggara multiflekser. Tetapi semua lembaga penyiaran yang membutuhkan slot penyiaran akan disediakan pemerintah sehingga tidak menganggu penyiaran dan menghambat masyarakat pemirsa TV di rumah,” tutur Johnny yang dalam kesempatan itu menyatakan kemitraan dengan KPI sangat bisa dihandalkan.  

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyambut baik rencana pembahasan RUU Penyiaran dalam waktu dekat. Menurutnya, kehadiran UU Penyiaran baru akan mendongkrak penguatan kelembagaan KPI terutama dalam kaitan pengawasan penyiaran agar lebih baik dan berkualitas dalam sistem siaran TV yang baru. 

“Memastikan konten berkualitas itu tugas KPI. Kami ucapkan apreasiasi kepada menteri kominfo dan Komisi I DPR RI. Membutuhan energi yang luar biasa untuk ASO ini. Tidak mudah karena jika lihat di beberapa negara butuh waktu yang lama. Indonesia memiliki TV free to air yang sangat banyak. Berbeda dengan AS yang sedikit. Kita mirip dengan Italia sehingga butuh waktu lama,” jelas Agung.

Agung menyatakan pihaknya berkomitmen memastikan keragaman dan konten siaran pada saat digital makin berkualitas. Menurutnya, TV digital sudah punya segmen dalam hal konten seperti Tempo TV soal berita. “Nanti akan muncul TV soal perempuan dan anak. Kita butuh koordinasi dengan kominfo untuk segmen anak dan perempuan harus dapat nomor remote yang sederhana. Yang nomor gemuk untuk TV hiburan. Seperti yang dilakukan Singapura. Jadi masyarakat lebih mudah mengakses TV-TV tersebut. 

Dalam kesempatan itu, Agung menegaskan slogan siaran digital tidak hanya soal jernih, bersih dan canggih, tapi juga berkualitas secara konten. Untuk tahap awal ASO pada 17 Agustus 2021, ada lima wilayah yang akan mulai beralih ke siaran digital antara lain Aceh, Kepulauan Riau (Kepri), Banten 1, Kalimantan Timur 1 (Kaltim 1), Kalimantan Utara 1 (Kaltara 1), dan Kalimantan Utara 3 (Kaltara 3). ***/Editor:MR

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan audiensi dengan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, di Kantor Kementerian Agama, Rabu (9/6/2021). Pertemuan ini dalam rangka persiapan Anugerah Syiar Ramadan (ASR) yang rencananya akan digelar pada hari Sabtu (26/6/2021) mendatang. Sekaligus mendiskusikan hal-hal krusial yang patut diperhatikan bersama terkait munculnya beberapa siaran yang mengarah pada intoleransi beragama, utamanya di radio. Pertemuan dihadiri Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, Wakil Ketua KPI, Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza dan Mimah Susanti, serta Kepala Sekretariat KPI Pusat, Umri.

Di awal pertemuan, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, mengatakan Anugerah Syiar Ramadan merupakan agenda tahunan yang rutin digelar KPI bersama MUI serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Anugerah diberikan kepada program siaran Ramadan terbaik terpilih yang penilaiannya dilakukan oleh dewan juri. “Kami juga berharap Bapak Menteri bisa hadir dalam acara Anugerah Syiar Ramadan,” katanya pada Menteri Agama Yaqut.

Menanggapi rencana ini, Menag Yaqut mendukung sepenuhnya penyelenggaraan Anugerah Syiar Ramadan oleh KPI. Bahkan, Menag berencana akan hadir dalam acara tersebut. 

Dalam kesempatan itu, Menag menyoroti kerjasama kedua belah pihak yang tertuang dalam nota kesepahaman atau MoU (memarandum of understanding). Dia berharap MoU kedua lembaga dapat berjalan dan tidak berhenti di atas kertas.  

“Ini kaitannya dengan bagaimana publik mendapatkan informasi yang benar dan saya berharap dalam MoU sudah tercantum hal itu,” katanya.

Di sela-sela pertemuan, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menyampaikan pentingnya pengawasan isi siaran terhadap lembaga penyiaran khususnya program siaran keagamaan di daerah. Hal ini terkait kekhawatiran munculnya siaran-siaran yang bernuansa radikal dan intoleransi, khususnya radio. 

“Perlu pengawasan bersama. Kemenag yang tersebar sampai di kabupaten kota bisa turut serta mengawasi dan melaporkan radio yang menyiarkan muatan intoleransi dan radikalisme. Bahkan jika ada yang menolak menyiarkan lagu Indonesia Raya harus segera ditindak,” katanya. 

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, menyoroti penerapan open sky policy (kebijakan langit terbuka) yang menyebabkan masukan siaran-siaran luar yang tidak sesuai dengan norma dan etika yang berlaku di tanah air. Siaran ini tidak masuk dalam radar pengawasan dan penindakan KPI karena penyelenggara siaranya tidak ada di Indonesia.

Open sky policy, ini perlu diskusi lebih lanjut terkait konten di luar pengawasan KPI,” kata Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat ini. 

Koordinator bidang Pengawasan Isi  Siaran sekaligus Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, menambahkan kerjasama antara KPI dan Kemenag sebaiknya memasukan poin soal Anugerah Syiar Ramadan. Selain itu, terkait pengawasan isi siaran khususnya untuk program dakwah dan keagamaan, KPI minta masukan dari Kemenag. “Pada intinya isi siaran apapun itu programnya harus menguatkan pembinaan pada watak jati diri bangsa,” tandasnya. ***/Foto: AR/Editor:MR

 

 

Bengkulu - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menjalankan tugasnya sebagai regulator penyiaran, tidak melakukan seleksi konten siaran sebelum ditayangkan. Pengawasan konten siaran dilakukan KPI pada saat televisi dan radio menyiarkannya ke tengah masyarakat. Hal ini diatur dalam regulasi penyiaran sebagai upaya memberi ruang pada kebebasan berekspresi melalui produksi program siaran. Namun demikian, ada koridor yang harus ditaati oleh lembaga penyiaran saat membuat konten-konten siaran, yakni Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI. Hal ini disampaikan Hardly Stefano Pariela selaku Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, saat menjadi narasumber Literasi Media dengan tema Perempuan Berdaya di Hadapan Media yang diselenggarakan oleh KPID Bengkulu, di kota Bengkulu (9/6). 

Penyiaran di Indonesia saat ini telah hadir sebagai sebuah industri yang memiliki orientasi pada keuntungan pendapatan. Produksi program siaran di televisi dan radio, tentu membutuhkan pembiayaan yang biasanya akan dipenuhi lewat pemasangan iklan. Pengiklan sendiri, ujar Hardly, dalam menempatkan produknya menggunakan survey kepemirsaan yang dapat memberikan data tentang jumlah penonton di suatu program siaran. Tentunya, dalam membuat sebuah program siaran, lembaga penyiaran akan berlandaskan pada potensi penonton yang tinggi. “Sehingga dapat mengundang banyak pengiklan yang akan meningkatkan pendapatan mereka,” ujarnya. 

Pada posisi ini akhirnya dapat disimpulkan bahwa wajah penyiaran kita saat ini adalah cermin dari wujud pilihan kita sendiri terhadap program siaran. Televisi mencatat dan merekam semua pilihan menonton masyarakat, dan menerjemahkannya dalam produksi program siaran selanjutnya, terang Hardly. 

Dari data kepemirsaan Nielsen sebenarnya ada perbedaan antara siaran yang diproduksi televisi dan minat masyarakat menonton. Durasi program yang diproduksi televisi paling banyak pada program siaran berita. Sedangkan durasi menonton masyarakat paling banyak di program hiburan seperti sinetron, film dan entertainment. Jadi kalau ada tuntutan untuk menghadirkan banyak kartun, maka tontonlah kartun. Demikian juga jika ingin banyak berita di televisi, tontonlah berita! ujarnya.

Hardly juga menyampaikan dinamika di industri pertelevisian nasional, yang hingga saat ini dipenuhi oleh 16 stasiun televisi  berjaringan. Ada persaingan yang demikian ketat dalam rangka memperebutkan pasar iklan yang membiayai produksi program, sehingga muncul strategi ATM di kalangan televisi. “Amati, Tiru dan Modifikasi”, terangnya. Inilah yang menyebabkan kerap kali  kita melihat ada kemiripan program siaran pada beberapa stasiun televisi.  “Karena semua yang disuka penonton itulah yang diproduksi televisi. Itulah kondisi televisi kita saat ini,” ucapnya. 

Kondisi ini, dikatakan Hardly, sebagai mekanisme pasar yang menjadikan produksi program televisi disesuaikan dengan keinginan penonton. Mekanisme pasar ini tentu tidak dapat dibiarkan terjadi, karena kerap kali program siaran yang digandrungi masyarakat tersebut mengandung potensi masalah dan bermuatan konten negatif. Pada kondisi seperti inilah, sebagai regulator penyiaran, KPI harus memastikan agar dalam memenuhi selera masyarakat, televisi dan radio tetap dalam koridor regulasi, yakni P3 & SPS. 

Di samping itu, KPI juga berkepentingan untuk melakukan intervensi terhadap selera menonton di masyarakat, guna menjaga kualitas program, lewat literasi. Harapannya, dengan literasi ini, masyarakat memiliki kemampuan untuk mengakses, menganalisisi, mengevaluasi dan mengkomunikasikan informasi dalam berbagai bentuk media. Kepada peserta yang terdiri atas perwakilan organisasi perempuan di Bengkulu, Hardly berharap melalui literasi ini, selain menjadi konsumen yang menggunakan media masyarakat juga mampu melakukan seleksi atas konten di media, khususnya televisi dan radio.

 

Dalam kesempatan ini, Hardly menyampaikan, KPI membuka mekanisme pelaporan dari masyarakat atas program siaran yang dinilai bermasalah. Namun, Hardly mengingatkan, saat ini juga menjadi penting untuk memberikan apresiasi atau menceritakan kembali program-program siaran yang baik dan berkualitas. Hardly mengajak kaum perempuan untuk mengambil peran strategis di hadapan media, sebagai salah satu upaya memberikan kebaikan pada keluarga dan juga lingkungan di masyarakat. 

Menurutnya, kaum perempuan harus berdaya di hadapan media dengan menjadikan media sebagai alat mendapatkan informasi bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar. Setidaknya saat menjadi konsumen media khususnya televisi, perempuan yang menjadi memegang peranan sangat penting dalam keluarga memperhatikan beberapa hal berikut. Klasifikasi program siaran yang memandu kesesuaian tayangan dengan usia penonton, membatasi dan mendampingi anak menonton televisi, dan memilihkan program siaran yang bermanfaat untuk dinikmati keluarga.  

Di samping itu, Hardly juga melihat perempuan memiliki kekuatan mempengaruhi publik terkait opininya atas sebuah program siaran. Realitas sekarang, warganet sudah sangat powerfull dalam melaporkan tayangan televisi yang buruk. KPI berharap, program-program siaran yang baik juga ikut disebarluaskan, dan diviralkan, ujar Hardly. Menjadikan program-program baik di televisi ini viral juga penting untuk memberi referensi pada masyarakat, bahwa ada banyak pilihan dalam menonton televisi. Apalagi terkadang program yang baik ini kurang mendapat apresiasi dari pengiklan, lantaran rendahnya tingkat kepemirsaan. Hardly berharap, potensi kaum perempuan dapat dimanfaatkan untuk sosialisasi program-program berkualitas di televisi. Dengan kritik dan apresiasi yang seimbang terhadap tayangan televisi, harapannya muncul resonansi yang positif dalam menjaga kesinambungan program siaran berkualitas di tengah masyarakat. Salah satunya dengan kontribusi kaum perempuan untuk ikut berbicara siaran yang baik, tutup Hardly./Editor:MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.