Pembukaan Workshop Optimalisasi Legalitas Perizinan Berbasis Kearifan Lokal Menuju Penyiaran Papua Yang Maju dan Demokratis (2/6) oleh Asisten Daerah Bidang Pemerintahan Sekretaris Daerah Provinsi Papua Doren Wakerkwa.


Papua - Keragaman budaya yang ada di Papua harus dapat dijadikan inspirasi oleh pengelola televisi berjaringan guna memproduksi dan menayangkan program lokal dalam implementasi  Sistem Stasiun Jaringan (SSJ).  Sebagai salah satu pulau besar di Indonesia, Papua memiliki luas 421.981 km2 dengan 250 suku asli Papua dengan bahasa dan kebiasaan yang berbeda-beda. Tentunya dengan menghadirkan keragaman yang khas Papua di televisi ini, akan memenuhi hak masyarakat Papua untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) koordinator pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Azimah Subagijo, dalam acara Workshop KPI Daerah Papua tentang Optimalisasi Legalitas Perizinan Berbasis Kearifan Lokal Menuju Penyiaran Papua Yang Maju dan Demokratis, di Papua (2/6).

Pada workshop yang dihadiri oleh pengelola lembaga penyiaran, baik TV dan radio se-Papua ini, Azimah menyampaikan tentang landasan hukum yang menguatkan kewajiban penayangan program lokal dalam SSJ.  Merujuk pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), program lokal adalah program siaran dengan muatan lokal yang mencakup program siaran jurnalistik, program siaran faktual, dan program siaran non faktual dalam rangka pengembangan potensi daerah setempat serta dikerjakan dan diproduksi oleh sumber daya dan lembaga penyiaran daerah setempat.

Komisioner KPI Pusat Azimah Subagijo dan Komisioner KPID Papua Johni Demetouw  bersama Humas Polda Papua

 

Dengan diwajibkannya penayangan program lokal pada televisi swasta yang bersiaran jaringan secara nasional, Azimah melihat sebagai peluang bagi sumber daya manusia (SDM) lokal untuk ikut ambil bagian berkiprah di industri penyiaran.

Catatan KPI dari hasil evaluasi implementasi SSJ, masih banyak program lokal yang ditayangkan oleh stasiun televisi, belum diproduksi dengan menggunakan SDM lokal. Padahal, ujar Azimah, tujuan pelaksanaan program lokal dalam SSJ ini adalah dalam rangka mengembangkan potensi daerah, baik dari segi SDM Penyiaran dan perekonomian masyarakat di daerah itu sendiri.

Sejauh ini, program lokal yang sangat khas dengan lokalitas masyarakat setempat baru ada di provinsi Aceh dan Bali. Untuk Aceh, program lokal dibuat dengan menyiarkan adzan lima waktu berdasarkan waktu Aceh. Sedangkan untuk Bali, program lokal dibuat selama tiga kali dalam sehari dengan menyiarkan Puja Trisandya.  “Papua juga dapat menghadirkan program lokal di televisi terkait dengan kebiasaan dan adat yang menjadi khas masyarakat”, ujar Azimah.

Asisten Daerah Bidang Pemerintahan Sekretaris Daerah Provinsi Papua Doren Wakerkwa saat memberikan sambutan Workshop

 

Sementara itu dalam pembukaan acara Workshop, Asisten Bidang Pemerindahaan Sekretaris Daerah Provinsi Papua Doren Wakerkwa menyampaikan amanat Gubernur Papua tentang Peraturan Daerah (Perda) larangan minuman keras di provinsinya. Dirinya berharap, seluruh pihak yang memiliki akses untuk melakukan sosialisasi terhadap Perda ini, ikut serta berpartisipasi termasuk juga pengelola televisi dan radio di Papua.

Doren mengatakan, Perda tentang larangan minuman keras ini sangatlah penting untuk ditaati semua pihak. “Jika anak-anak muda Papua kecanduan minuman keras, siapa yang akan memikirkan masa depan Papua. Pemimpin macam apa yang nanti akan hadir untuk Papua?”, tukasnya.

Doren juga mengingatkan tentang komitmen lembaga penyiaran untuk menghadirkan konten lokal Papua di tengah masyarakat. Lebih jauh, Doren bahkan meminta lembaga penyiaran menambah lagi personil yang bertugas di kabupaten-kabupaten yang ada di Papua, agar berita pembangunan yang dilakukan pemerintah dapat tersosialisasi dengan baik.

Terkait Perda larangan minuman keras di Papua yang resmi diberlakukan sejak 30 Juni 2016, menurut Azimah dapat dikategorikan sebagai berita lokal Papua yang layak disiarkan oleh televisi swasta berjaringan sebagai implementasi SSJ. “Hal ini sejalan dengan harapan Pak Asisten Daerah, agar di setiap kabupaten/ kota di Papua, lembaga penyiaran baik lokal ataupun yang berjaringan menempatkan reporter yang memadai agar berita atau pun peristiwa di Papua cepat terinformasikan pada seluruh masyarakat di berbagai pelosok Papua.

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat siap bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan pemantauan bersama terhadap program siaran Ramadhan di 15 stasiun televisi berjaringan nasional. Kerjasama ini rutin dilakukan KPI Pusat dan MUI untuk terus meningkatkan mutu tayangan Ramadhan di televisi.

Dalam rapat koordinasi antara KPI dan MUI di kantor KPI Pusat, Jumat, 3 Juni 2016. Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengatakan pihaknya siap memfasilitasi kebutuhan MUI terkait rekaman tayangan 15 televisi jaringan yang bersiaran nasional. KPI Pusat juga melakukan pemantauan 24 jam penuh terhadap televise-televisi tersebut.

“Sesuai kewenangan, Kami pun akan memberikan sanksi peringatan ataupun teguran kepada televisi yang program Ramadhannya kedapatan melanggar aturan P3SPS KPI,” tegas Idy dalam rapat koordinasi tersebut.

Sementara itu, Ketua bidang Infokom MUI, Masduki menjelaskan pihaknya sudah membentuk 12 tim pemantauan siaran Ramadhan 2016 dengan melibatkan masyarakat. Keterlibatan masyarakat ini dimaksudkan untuk menjamin objektifitasnya. Upaya ini juga dalam rangka meningkatkan tayangan TV dari yang baik menjadi lebih baik lagi. “Kecenderungan siaran ramadhan TV memang makin bagus,” katanya.

Elvi Hudmiyah juga dari MUI menambahkan bahwa kerjasama ini akan lebih sempurna dengan melibatkan kementerian agama dan kementerian informasi komunikasi. Keterlibatan semua pemangku kepentingan ini dinilainya akan mampu mewujudkan harapan kita akan siaran yang sehat, berkualitas dan bermartabat serta ramah Ramadhan.

Rencananya, KPI dan MUI akan menyampaikan laporan pemantauan tayangan Ramadhan setiap 10 hari sekali. Pada saat halal bihalal, KPI dan MUI akan memberikan penghargaan atau apresiasi kepada program-program acara Ramadhan yang dinilai berkualitas dan sesuai dengan konteks. ***

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat teguran pada seluruh lembaga penyiaran berlangganan (LPB) untuk tidak menayangkan muatan tidak pantas pada Channel (V). Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran kepada PT First Media, PT Indonesia Media Televisi,. PT Indosat Mega Media, PT Indonusa Telemedia, PT MNC Sky Vision, PT Indonesia Broadband Communication dan PT Mediatama Anugrah Citra. Selasa, 31 Mei 2016.

Berdasarkan hasil pemantauan KPI Pusat, beberapa lembaga penyiaran berlangganan kedapatan menayangkan saluran Channel [V] dengan muatan video klip lagu “R. Kelly-Backyard Party” yang menampilkan beberapa wanita mengenakan bikini dan memperlihatkan secara eksplisit/vulgar bokong seorang wanita. Adegan itu dinilai tidak sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012.

Sebelumnya, KPI Pusat telah menyampaikan kepada saudara/i surat nomor 331/K/KPI/03/16 tertanggal 22 Maret 2016 dan surat elektronik (email) tertanggal 19 April 2016 yang isinya meminta LPB untuk tidak lagi menyiarkan muatan-muatan yang tidak pantas dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kepatutan yang berlaku dalam masyarakat Indonesia sebagaimana telah diatur dalam Pasal 9 P3 dan SPS KPI Tahun 2012. Muatan-muatan tersebut dinilai tidak sesuai dengan arah penyiaran yang diatur dalam Pasal 5 UU Penyiaran bahwa penyiaran diarahkan untuk menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa.

Dalam surat tersebut, KPI Pusat mengingatkan bahwa UU Penyiaran Pasal 36 Ayat (5) huruf b melarang isi siaran yang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang. Pelanggaran atas ketentuan tersebut dapat diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi sesuai dengan Pasal 57 huruf d UU Penyiaran.

Diakhir suratnya, KPI Pusat meminta LPB untuk sungguh-sungguh memperhatikan apa yang disampaikan. KPI menegaskan akan meningkatkan level sanksi jika LPB tersebut tidak mematuhi ketentuan yang berlaku.***

Jakarta -  Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin berharap, kalangan media massa ikut menjaga kesucian bulan Ramadhan dengan cara menghadirkan program siaran yang dapat mencerahkan masyarakat.

"Media masa menduduki posisi yang sangat strategis. Di era teknologi informasi, media semakin memiliki peran dan kontribusi dalam pelaksanaan esensi bulan Ramadhan. Semoga semua siaran di bulan Ramadhan tahun ini dapat mencerahkan publik," kata Menag dalam acara Temu Konsultasi Pengelola Media,di kantor Kementerian Agama (Kemenag), Jakarta, Selasa (31/5).

Kemenag, menurutnya, berharap agar seluruh umat Islam dan umat beragama pada umumnya memiliki persepsi yang sama terhadap esensi makna dari Ramadhan. Karena itu, seluruh aktivitas harus sejalan dengan esensi Ramadhan itu sendiri.

"Harapan kami kepada media, agar kehidupan keagamaan kita itu kondusif, apalagi ini di bulan Ramadhan yang harus kita jaga kesuciannya bersama," ujar Menag seperti dilansir laman resmi Kemenag.

Dalam upaya menjaga kesucian bulan Ramadhan, menurut Menag, diperlukan sikap proaktif untuk mengembangkan toleransi, sehingga dapat menghormati dan menghargai perbedaan yang ada di pihak lain.

Pada forum yang sama, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Idy Muzayyad mengungkapkan, dari tahun ke tahun kualitas siaran keagamaan di bulan Ramadhan terus meningkat. Hal itu terjadi karena adanya pengawasan dari masyarakat.

Dalam acara yang dipandu Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Machasin ini, satu per satu pengelola televisi nasional memaparkan program keagamaan yang akan tayang sepanjang bulan Ramadhan. Selain para pengelola televisi, hadir pula sejumlah perwakilan media online, cetak, Lembaga Sensor Film (LSF), dan ormas Islam.

Program siaran Ramadhan di televisi juga menjadi perhatian Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebelumnya, MUI menyatakan bakal memantau siaran dari 15 televisi nasional selama bulan suci tersebut. Pemantauan dilakukan agar isi siaran Ramadhan sesuai dengan semangat syiar Islam.

"Ini sebagai tanggung jawab moral dalam mengawal dan menjaga akhlak bangsa," ujar Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin dalam jumpa pers "Tausiyah Menyambut Ramadhan 1437 H" di kantor MUI, Jakarta, Selasa (31/5).

Kiai Ma'ruf mengatakan, masyarakat akan dilibatkan dalam pemantauan ini. Masyarakat diminta mengirimkan konten video rekaman siaran televisi melalui email ke Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya..

Pemantauan ini, menurut dia, akan dilakukan sesuai perundang-undangan yang berlaku. Adapun siaran televisi yang akan mendapat banyak perhatian untuk dipantau adalah yang ditayangkan sebelum dan sesudah sahur, juga sebelum dan sesudah berbuka puasa. Pada saat prime time tersebut, tim pemantau akan merekan siaran televisi untuk melihat kemungkinan adanya pelanggaran.

KPI, menurut Kiai Ma'ruf, akan dilibatkan dalam pemantauan ini. "KPI memiliki memilki sumber daya manusia serta peralatan yang cukup memadai untuk memantau siaran televisi," katanya.

Terkait pemantauan ini, MUI mengimbau media TV dan radio agar tidak menyiarkan tayangan yang mengandung pornografi dan pornoaksi, termasuk tayangan yang mengandung unsur kekerasan, baik fisik maupun mental.

Televisi dan radio juga diimbau tidak menayangkan penampil acara dengan cara berpakaian yang tidak sesuai dengan akhlakul karimah. Pada acara komedi, diimbau lawakan yang ditampilkan tidak berlebihan.

Nantinya, kata Kiai Ma'ruf, MUI akan memberikan hasil pemantauan kepada KPI. Selanjutnya, KPI yang akan menentukan sanksi kepada TV atau radio yang melakukan pelanggaran.

Ketua MUI Prof Yunahar Ilyas menambahkan, masyarakat dapat memberikan masukan atau laporan kepada MUI terkait tayangan TV dan radio ini. Namun, ia meminta agar laporan itu disampaikan secepat mungkin dan tidak lebih dari satu minggu setelah tayangan yang diduga melanggar itu tampil. 

Dengan pelaporan yang cepat, menurut Yunahar, KPI akan mudah melacak pelanggaran tersebut. Sumber dari republika.com

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengimbau seluruh lembaga penyiaran televisi untuk menghormati dan mematuhi aturan dalam P3 dan SPS serta hasil koordinasi KPI Pusat dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengenai tayangan jurnalistik terkait proses peliputan pemeriksaan dan interogasi kepolisian terhadap tersangka serta wawancara terhadap pelaku/tersangka kejahatan.

Demikian ditegaskan KPI dalam surat imbauan yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Selasa, 31 Mei 2016.

Dalam surat tersebut disampaikan hasil koordinasi antara KPI Pusat dengan Polri yang berlangsung pada 21 Maret 2016 lalu. Adapun hasil koordinasi tersebut adalah sebagai berikut:

1.    Mengacu Pasal 17 huruf a poin 1 Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, menjelaskan bahwa “Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon informasi publik dapat menghambat proses penegakan hukum yaitu informasi yang dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana”.

2.    Pihak Kepolisian Republik Indonesia telah berkoordinasi secara internal dengan menerbitkan peraturan internal di lingkungan Kepolisian RI (Telegram Kepolisian) terkait masalah tersebut yang pada intinya:

a.    Tidak mengizinkan media berada di dalam ruang penyidikan saat polisi melakukan pemeriksaan termasuk melakukan perekaman dan peliputan;
b.    Kapolri menginstruksikan hanya Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas), Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda), atau Kepala Satuan Kerja (Kasatker) yang didampingi oleh Kabid Humas yang dapat memberikan keterangan (selain yang telah disebutkan tidak diperkenankan untuk memberikan keterangan);
c.    Saat konferensi pers, tersangka dapat muncul tanpa memberikan pernyataan (tidak diperkenankan berbicara) dalam keadaan wajah tertutup atau membelakangi kamera. Jika wajah tersangka terlihat, lembaga penyiaran wajib melakukan penyamaran.
d.    Setiap pertanyaan yang diajukan dalam konferensi pers mengenai tersangka atau perkaranya hanya dapat dijawab oleh Kabid Humas yang bersangkutan.

3.    Aturan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 Pasal 43 huruf b yaitu tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian terhadap tersangka tindak kejahatan. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.