- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 88
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima kunjungan Anggota DPRD dan KPID Jawa Barat (Jabar) periode baru di Kantor KPI Pusat (08/01/2025). Kunjungan ini dalam rangka mendiskusikan perkembangan terkait regulasi penyiaran terbaru.
Dalam sambutannya, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, menyampaikan apresiasinya kepada KPID yang sudah secara aktif menyampaikan temuan terkait penyiaran di Jawa Barat. Terkait Undang-Undang (UU) Penyiaran, dia menyatakan, sudah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR. “Terkait revisi UU Penyiaran, pemerintah menyatakan melanjutkan revisi, jadi tidak memulai dari awal. Kami menunggu arahan lebih lanjut dari Komisi I,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Tulus Santoso, menyatakan perlunya partisipasi DPRD dalam bidang penyiaran karena memang sudah diamanatkan dalam undang-undang. Dirinya juga mengapresiasi keberhasilan Jabar menuntaskan tahapan seleksi komisioner hingga tahap pelantikan yang menandakan perhatian dari Komisi I DPRD terhadap penyiaran.
“Tugas berat menanti teman-teman KPID Jawa Barat, mengingat jumlah lembaga penyiaran yang sangat banyak. Apalagi isu nasional saat ini dari Prabowo adalah tentang kebangsaan, persatuan, maka ada tantangan tersendiri.”
Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, mendukung apa yang disampaikan Tulus Santoso. Dia menyebut Jawa Barat memiliki beberapa hal yang perlu lebih diperhatikan. Antara lain, banyaknya jumlah lembaga penyiaran sebanyak 500 dari 3.000 lembaga penyiaran yang ada di Indonesia, keluasan wilayah, dan adanya daerah blankspot sehingga tidak bisa menerima siaran lembaga penyiaran.
Dia menambahkan jika di pagi hari itu, dalam diskusinya bersama Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid serta Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Angga Raka Prabowo, juga membahas tentang rating Nielsen, kemunculan lembaga penyiaran baru, serta respon lembaga penyiaran terhadap permintaan Prabowo agar lembaga penyiaran menayangkan dan atau memutarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Dalam konteks penyiaran, Rahmat Hidayat membenarkan jika kondisi Jawa Barat lebih berat dibanding daerah lain. Dia memahami kebijakan terkait kearifan lokal, serta banyaknya jumlah pesantren yang mencapai 28% dari jumlah nasional yang menjadi potensi untuk bekerjasama dengan Kementerian Agama Kanwil Jawa Barat terkait penyiaran keagamaan. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah bagaimana caranya mendorong penyiaran menjadi lebih kreatif, inovatif, dan antisipatif terhadap perkembangan media hari ini dan di masa yang akan datang.
Beberapa hal yang juga disampaikan sejumlah Anggota Komisi I DPRD Jabar terkait, kekhawatiran atas ketiadaan regulasi yang mengatur media sosial, serta keberadaan pedoman umum atau kebijakan khusus terkait yang harus dilakukan untuk mendukung penyiaran. Mereka berharap KPI Pusat dan KPID Jawa Barat bisa bersinergi. “Komisi I Insyallah konsisten. Ke depan jika kerja sama dengan KPI Pusat berjalan baik, kita akan concern untuk mendorong kegiatan KPID,” janji salah satu Anggota Komisi I.
Sementara itu, Ketua KPID Jawa Barat, Adiyana Slamet, mendukung revisi UU Penyiaran karena adanya dukungan masyarakat terhadap penyiaran berkeadilan yang bertujuan melindungi masyarakat Jawa Barat dan industri penyiaran. Dirinya juga menekankan tentang adanya area blankspot yang membuat pihaknya melakukan advokasi ke stakeholder untuk membuat pemancar portable. Terkait siaran keagamaan, ia menyatakan sudah melakukan Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) dengan beberapa organisasi keagamaan.
“Kita sepakat ingin satu visi dan misi yang terbaik untuk bangsa, ke depan harus ada terobosan terkait bagaimana kita mengamini kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga mereka (masyarakat) mencintai dan membanggakan negara sendiri. Ini juga tugas KPI, jangan sampai anak muda dijejali hal yang menjauhkan dari bela negara,” pungkas salah satu Anggota Komisi I mengakhiri kunjungan. Anggita