Padalarang – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI berkomitmen menyelesaikan pembahasan rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran dalam waktu cepat. Lahirnya UU  Penyiaran baru diharapkan menciptakan iklim penyiaran yang sehat di tanah air. 

“Kami harapkan pembahasan rancangan UU Penyiaran ini dapat diselesaikan secepat mungkin. Karena itu, kami sangat mendukung adanya seminar-seminar seperti ini sehingga akan membuka diskusi yang seluas-luasnya demi terciptanya UU Penyiaran yang terbaik,” kata Anggota Komisi I DPR RI, Rachel Maryam Sayidina, dalam sambutannya menghantar jalannya Seminar Nasional Masukan Publik tentang RUU Penyiaran di Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (6/2/2024).

Latar belakang dari percepatan pembahasan RUU ini, lanjut Rachel, disebabkan semakin mendesaknya sebuah regulasi penyiaran baru. UU baru ini diyakininya akan memberi kepastian hukum bagi masyarakat dan juga lembaga penyiaran. 

Dia juga mengungkapkan, salah satu poin utama yang akan masuk dalam RUU Penyiaran terkait soal persamaan perlakuan antara media penyiaran dan media baru. Masukannya aturan ini dinilai penting terkait menciptakan iklim persaingan yang sehat antara media berbasis internet dengan media mainstream yakni TV dan radio.

“Kemajuan teknologi dan materi siaran saat ini, memerlukan pengaturan yang jelas dan tegas temasuk di dalamnya soal penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan KPI Daerah serta pengembangan sumber daya manusia penyiaran ,” ujar Politisi dari Partai Gerinda ini. 

Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, menjelaskan maksud dari kegiatan seminar ini yakni untuk mendapatkan masukan dari masyarakat terkait RUU Penyiaran. Masukan ini nantinya akan disampaikan langsung ke Komisi I DPR RI. 

“Karenanya, kami berinisiasi bertemu langsung masyarakat untuk diskusi  apa yang boleh, apa yang diperlukan dan apa yang tidak boleh ada dalam rancangan undang-undang tersebut,” katanya. 

Reza menilai keberadaan UU Penyiaran 2002 sudah cukup lama dan tidak dapat menjangkau kewenangan atas media baru. “Undang-undang ini tidak mengatur penyiaran berbasis internet. Jadi, jika masyarakat bertanya atau mengeluhkan soal Tik Tok, Facebook, Instagram atau Twitter, hal itu tidak diatur dalam undang-undang penyiaran 2002,” jelasnya.

Anggota DPRD Provinsi Jabar, Tobias Ginanjar Sayidina menambahkan, revisi regulasi ini harus dilihat secara serius karena UU ini akan mengatur elemen yang memiliki pengaruh kuat. Selain itu, lanjutnya, sebuah regulasi yang baik memerlukan banyak masukan dari publik.

“Penyiaran itu dampaknya luar biasa tehadap masyarakat. Oleh karena itu, dengan kemajuan zaman yang pesat revisi regulasi sangat diperlukan karena makin banyaknya muncul media baru di luar. Saya harap masyarakat aktif memberikan sumbang sarannya untuk RUU ini,” tuturnya sekaligus membuka kegiatan seminar tersebut. ***  

 

Banda Aceh – Puncak pesta demokrasi, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, tinggal menghitung hari. Peran strategis lembaga penyiaran diharapkan dapat membantu mencerahkan publik mendapatkan informasi yang berkualitas. 

Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Aliyah mengatakan, peran media mainstream seperti televisi dan radio sangat penting di tengah arus informasi yang cenderung cepat namun sulit terverifikasi kebenarannya. Terkait hal itu, sangat penting posisi media konvensional yang diawasi oleh KPI menjadi media penjernih informasi bagi masyarakat. 

“Jika rujukan referensi di media sosial sulit terverifikasi jelang pemilu 2024. Berbeda halnya dengan yang tayangan di televisi dan radio yang siarannya diawasi oleh KPI selama 24 jam. Jika di dalam tayangan televisi dan radio ada temuan potensi pelanggaran, akan ada tindakan lanjutan, mulai dari teguran tertulis hingga penghentian sementara,” kata Aliyah saat memberikan sambutan dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pengawasan Penyiaran Pemilu 2024 dengan tema “Masyarakat Cerdas Pemilu Berkualitas” di Banda Aceh, Aceh, Senin (5/2/2024).

Lebih lanjut, Aliyah menekankan bahwa KPI tidak bisa bekerja sendiri tanpa adanya partisipasi masyarakat. Kesadaran budaya sensor mandiri dan menganalisa setiap informasi yang diterima harus ditumbuhkan dalam masyarakat.  Dia menyakini jelang pemilu 2024, masyarakat Indonesia telah menyadari keputusan yang diambil berdasarkan hati nurani dan juga informasi yang diterima. 

“Masyarakat sendiri harus memiliki keterampilan menganalisa sebuah pesan yang diterima, baik tentang kebenaran ataupun kebermanfaatannya. Melalui kapasitas dan budaya sensor mandiri dan tidak hanya sekedar kemampuan membaca dan menulis tetapi juga kemampuan memahami dan menganalisis informasi,” katanya.

Hadir sebagai pembicara kunci melalui daring, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Teuku Riefky Harsya menilai, media mainstream memilik peran sangat vital dalam mempengaruhi pola pikir masyarakat terlebih saat musim kampanye pemilu saat ini. Dia mengapresiasi terselengaranya kegiatan ini dan mengajak kepada semua pihak agar aktif dalam menjaga situasi dan kondisi agar tetap sejuk jelang pemilu. 

“Bahwa lembaga penyiaran punya peran strategis dalam mempengaruhi pola pikir masyarakat kita. Lembaga penyiaran wajib menyajikan informasi yang benar kepada masyarakat dan mendapat sumber yang benar. Salah satu yang penting adalah soal netralitas. Isi siaran harus dijaga netralitasnya dan tidak boleh berpihak pada golongan tertentu,” kata Teuku.

Selain itu, Dia melihat aturan di Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) memberikan panduan bahwa program siaran wajib bersikap adil dan proporsional. Salah satu kandungannya, program siarannya dilarang berpihak pada peserta tertentu. 

Sebagai Anggota DPR RI yang aktif, Teuku mengajak semua pihak untuk mengawasi lembaga penyiaran agar bersikap adil dan tidak membuat persepsi negatif, menghasut, memfitnah dan berisi hoaks. 

“Kami mendorong agar mitra kerja di komisi 1 menghadirkan masyarakat cerdas dan pemilu berkualitas. Enam hari lagi akan masuk masa tenang pemilu, tentu KPI Pusat dan KPID Aceh akan mengawasi penyiaran dari narasi penyiaran yang memfitnah, berita bohong dan memojokkan peserta pemilu,” katanya. 

Dalam kesempatan itu, turut hadir Anggota KPI Pusat sekaligus Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso, Ketua KPI Aceh, Faisal Ilyas dan sejumlah perwakilan masyarakat sekitar kota Banda Aceh. Syahrullah

 

 

 

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta laporan dugaan pelanggaran siaran kampanye yang dilakukan salah satu radio di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, segera dikoordinasikan ke KPID setempat (KPID Gorontalo). Selain untuk mendapatkan analisa dan memastikan bentuk pelanggarannya, koordinasi ini dalam rangka mengaktifkan dan menguatkan peran gugus tugas pengawasan kepemiluan di daerah.

Demikian disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, saat menerima perwakilan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Gorontalo di Kantor KPI Pusat, Selasa (30/1/2024). Kedatangan ke KPI Pusat dalam rangka konsultasi terkait pelanggaran siaran kepemiluan. 

Bawaslu Kab. Gorontalo menceritakan, pihaknya mendapat aduan dari masyarakat tentang adanya siaran dalam bentuk siaran lagu di radio yang diduga berisikan iklan kampanye salah satu caleg (calon legislatif). Lagu berdurasi kurang lebih 4 menit tersebut dinilai berisikan ajakan serta citra diri dari caleg.

“Dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu penayangan iklan kampanye melalui radio. Aduan tersebut kami terima dari masyarakat. Bukti siarannya tertanggal 5 Januari 2024. Artinya, siaran tersebut dilakukan di luar waktu kampanye di media penyiaran yang diatur dalam peraturan KPU yakni antara 21 Januari hingga 10 Februari 2024,” kata perwakilan Bawaslu Kab. Gorontalo, Hidayat Hasan.

Sebelumnya, Mohamad Reza menjelaskan mekanisme pengaduan siaran kampanye jika terjadi dugaan pelanggaran. Untuk media penyiaran, aduan masyarakat dapat dilayangkan ke KPI Pusat atau KPID di tingkat provinsi. Untuk media cetak dan online, pengaduan disampaikan ke Dewan Pers. 

“Karena dugaan pelanggaran siaran ini dilakukan oleh radio di Gorontalo, semestinya aduan disampaikan ke KPID Gorontalo. Dari laporan ini, KPID akan menganalisis aduan berdasarkan bukti yang ada, selanjutnya di proses sesuai dengan tata cara pengenaan sanksi,” jelas Echa, sapaan akrabnya. 

Hasil analisis KPID juga akan disampaikan ke gugus tugas pengawasan siaran pemilu di daerah yakni Bawaslu di tingkat kabupaten/kota atau provinsi dan KPU di tingkat kabupaten/kota atau provinsi. Keputusan terkait dugaan pelanggaran juga ditentukan dari hasil rapat koordinasi gugus tugas. Jika siaran tersebut dinilai melanggar, maka bentuk sanksi akan diserahkan sepenuhnya kepada lembaga yang berwenang. 

“Untuk sanksi ke lembaga penyiaran dilakukan KPI. Adapun sanksi bagi peserta pemilu oleh Bawaslu,” jelas Mohamad Reza.

Dalam kesempatan itu, Reza meminta masyarakat di Gorontalo untuk aktif melakukan pemantauan siaran dan iklan kampanye di TV dan radio. “KPID Gorontalo tentu membutuhkan partisipasi aktif masyarakat, mereka berkomitmen untuk mensukseskan pemilu. Saya sudah koordinasi juga  agar ini segera ditindaklanjut,” tutur Wakil Ketua KPI Pusat. ***/Foto: Agung R 

 

 

Tulungagung – Berdasarkan data dari sejumlah lembaga dan instansi, kepercayaan publik terhadap media penyiaran yakni TV dan radio masih tinggi. Hal ini memastikan fungsi penyiaran di media ini tetap efektif dan berpengaruh. Namun demikian, kedua media ini harus menyikapi kepercayaan tersebut dengan siaran yang manfaat dan berkualitas.

Bentuk dari perwujudan siaran yang dimaksud yakni siaran yang mengakomodasi kepentingan publik khususnya masyarakat di daerah. Pandangan dan penilaian tersebut banyak mengemuka di sela-sela kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) di Tulungagung, Jawa Timur, Sabtu (3/2/2024).

Salah satu yang menyampaikan pandangan itu adalah Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Muhammad Sarmuji, salah satu narasumber acara GLSP. Dalam paparannya, Sarmuji menginginkan agar siaran lebih mengedepankan substansi yang memotivasi misalnya tentang prestasi. 

“Tidak semuanya harus siaran yang serius, tapi dapat juga ditampilkan program yang memotivasi dan mengangkat anak muda Indonesia di kancah internasional,” katanya di depan para peserta yang hadir. 

Terkait hal itu, Sarmuji juga mendorong diubahnya cara pandang media dalam membuat tayangan. Selama ini, katanya, TV lebih melihat hasil rating Nielsen ketika memproduksi tayangan. Padahal, tidak semua program dengan rating tinggi berisikan pesan-pesan yang positif.

“Kami berharap televisi tidak hanya menyiarkan acara-acara yang rating tinggi saja. Kalau semua televisi hanya memperhitungkan rating pemirsa saja, saya khawatir kualitas bangsa ini menjadi menurun,” ujarnya.  

Dalam kesempatan tersebut, Sarmuji berharap media TV dapat menggunakan frekuensi publik dengan baik dan penuh tanggung jawab. Bagimanapun, lanjut dia, proses pembentukan karakter bangsa juga sangat bergantung dari isi siaran media penyiarannya. “Ini demi perkembangan bangsa kita agar jadi lebih baik,” tuturnya sekaligus meminta KPI agar terus mengimbau hal ini ke lembaga penyiaran.

Senada dengannya, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah berharap, produksi siaran lembaga penyiaran mengangkat kebutuhan masyarakat di daerah. Menurutnya, pengaruh penyiaran masih sangat kuat untuk mengenalkan potensi yang ada di daerah ke dunia luar. 

“Sehingga potensi yang ada dapat terangkat ke kancah nasional dan internasional. Seperti film Laskar Pelangi yang kemudian menjadikan pulau Belitung terkenal kemana-mana. Ini juga bisa dilakukan dengan mengangkat potensi daerah-daerah lain,” katanya. 

Sementara itu, Anggota KPI Pusat sekaligus PIC GLPS 2024, Evri Rizqi Monarshi, mengemukakan pentingnya pengawasan terhadap siaran di media baru sosial. Dirinya mengkhawatirkan informasi yang disampaikan melalui media ini yang kebenarannya tidak dapat dipertanggung jawabkan. 

“Yang meresahkan kami itu justru media sosial. Ke depan kami minta dibukakan ruang agar diberikan kewenangan melalui RUU Penyiaran agar bisa melakukan pengawasan terhadap media ini,” katanya dalam sambutan mengawali acara GLSP tersebut.

Informasi TV dan radio jadi rujukan

Meskipun belum ada pengawasan media sosial, KPI selalu menekankan pentingnya melakukan verifikasi dengan merujuk informasi dari media penyiaran. Pasalnya, informasi yang disampaikan TV dan radio telah dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya. 

Anggota KPI Pusat, Mimah Susanti menegaskan, informasi yang ada TV dan radio sudah melalui proses yang ketat. Selain itu, keberadaan media penyiaran dipayungi sebuah regulasi dan ketatnya pengawasan KPI. Jadi, kecil kemungkinan adanya berita atau informasi yang tidak benar. 

“Jika terjadi pelanggaran, KPI akan segera menindaknya. Jadi, kami pastikan TV dan radio masih menjadi rujukan informasi bagi masyarakat. Informasinya sudah dipastikan valid. Validitasnya dapat dipertanggung jawabkan dibandingkan dengan informasi yang kita dapatkan dari media sosial,” tegasnya.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Amin Shabana, mengatakan KPI tidak bisa bekerja sendiri dalam mengawasi siaran. Menurutnya, peran masyarakat dan akademisi diperlukan untuk menjalankan fungsi tersebut. Sehingga harapan menciptakan siaran berkualitas dapat terwujud.

“Ketika menyaksikan siaran televisi, kita tidak hanya menonton, namun juga memperhatikan dengan kritis substansi-substansi yang disajikan dalam siaran. Sembari menyaksikan dengan kritis, kita perlu memastikan dan mengetahui akan tata aturan dalam penyiaran serta hal-hal apa saja yang harus terpenuhi agar sebuah siaran dapat dikatakan berkualitas,” ujarnya.  

Ketua KPID Jatim, Immanuel Yosua, menyatakan bahwa upaya mewujudkan siaran berkualitas harus melibatkan banyak kepentingan. “Perlu ada sinergi semua elemen. Dengan adanya sinergi itu, kerinduan akan siaran sehat dan berkualitas akan lebih mudah terwujud,” tuturnya. *** 

 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyambut baik rencana Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan Program Pembinaan Ideologi Pancasila melalui kegiatan monitoring media. Program tersebut dinilai sejalan dengan tujuan KPI dalam upaya meningkatkan kualitas siaran di tanah air. Rencananya, program monitoring media ini akan mengikut sertakan KPI Pusat dan KPID.

“Kami siap mendukung dan membantu rencana program BPIP. Kami memiliki sumber daya pemantauan yang siap melakukan tugas tersebut. Kami pun memiliki instrumen regulasi yang sejalan dengan tujuan BPIP yakni dalam rangka menjaga ideologi negara serta tolerasi di masyarakat,” kata Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, ketika menerima perwakilan Deputi Pengendalian dan Evaluasi BPIP di Kantor KPI Pusat, Senin (29/1/2024).

Kedatangan BPIP ke KPI dalam rangka menguatkan program pengendalian dan evaluasi pelaksanaan ideologi Pancasila di media penyiaran. Terkait hal ini, BPIP berencana menyusun instrumen yang dipergunakan untuk mengevaluasi hal-hal yang bertentangan dengan ideologi di lingkungan media khususnya TV dan radio.

“Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan instrumen yang tepat, valid dan reliabel untuk melakukan evaluasi hal-hal yang bertentangan dengan ideologi negara dilingkungan media khususnya media mainstream,” ujar wakil dari Direktorat Evaluasi BPIP, Budianto, dalam pertemuan tersebut.

Berdasarkan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), salah satu kelompok yang menjadi sasaran evaluasi ideologi adalaha media. Karena itu, BPIP memerlukan instrumen evaluasi media yang valid dan reliabel dengan menggandeng lembaga-lembaga yang memang berwenang seperti KPI.

“Instrumen yang disusun diharapkan untuk dapat mengukur media dalam mempromosikan nilai-nilai Pancasila dalam pelaksanaan programnya, dan mengidentifikasi program yang mendegradasi nilai-nilai Pancasila,” kata Budianto.

Reza menambahkan, KPI memiliki P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) yang bisa digunakan BPIP sebagai salah satu instrumen penilaian BPIP. Dalam pedoman ini terdapat aturan yang membatasi ruang gerak intoleransi dan hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai Pancasila.

“Kita bisa menyambung kerjasama ini dengan melibatkan KPID. KPID memiliki sumber daya pemantau, namun membutuhkan alat pemantauannya. Jika memang bisa, alangkah baiknya,” usul Reza.

Pada pertemuan itu, turut hadir perwakilan dari tim pemantauan siaran dan pengaduan serta bagian hukum KPI Pusat. Dalam kesempatan itu, mereka menjelaskan mekanisme pemantauan serta alur masuk pengaduan dan isi pengaduan khususnya terkait permasalahan intoleransi dan keamanan negara lainnya. Rencananya, BPIP akan menyelenggarakan kegiatan diskusi di Yogyakarta untuk mematangkan program monitoring media tersebut. Diskusi ini akan melibatkan banyak stakeholder termasuk KPI Pusat dan KPID. ***/Foto: Agung R

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.