- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 2286
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terus menyempurnakan draft peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) tentang tata cara sanksi administratif denda terhadap pelanggaran isi siaran. Upaya harmonisasi dan penerimaan masukan dilakukan agar peraturan ini dapat selaras dan diterima seluruh pihak terkait khususnya lembaga penyiaran.
Usai FGD (fokus grup diskusi) penyusunan PKPI tentang Penerapan PNBP Sanksi Administratif Denda di Karawang, Jawa Barat, Jumat (10/11/2023) lalu, KPI Pusat langsung menggelar forum diskusi tentang draft peraturan tersebut bersama asosiasi TV dan radio serta lembaga penyiaran berjaringan di Jakarta, Senin (13/11/2023). Forum ini dimaksudkan untuk menerima respon dari lembaga penyiaran atas draft peraturan yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)
Anggota KPI Pusat Muhammad Hasrul Hasan, di awal forum tersebut menyampaikan, pihaknya membuka ruang diskusi dengan lembaga penyiaran untuk membahas draft aturan sanksi administratif denda. Menurutnya, masukan dari banyak pihak sangat penting supaya peraturan ini tidak dianggap bersebelahan dengan lembaga penyiaran.
“Kita ini satu sistem untuk membuat aturan. Karenanya, kami ingin mendapatkan respon dari teman-teman lembaga penyiaran tentang draft aturan sanksi denda ini. Kita tahu, sanksi denda ini bukan hal yang baru karena sudah disebutkan dalam Undang-Undang (UU) Penyiaran tahun 2002. Baru di tahun ini ada regulasi yang meminta agar KPI mengatur sanksi ini,” jelasnya kepada perwakilan asosiasi dan lembaga penyiaran yang hadir di forum tersebut.
Hasrul juga menyatakan, aturan denda ini dibuat bukan untuk menekan pihak-pihak yang akan menjalankannya. Tujuan utama dari adanya aturan ini untuk menghadirkan siaran yang sehat. “Sanksi bagi kami bukanlah prestasi. Kami juga tidak berpikir lembaga penyiaran akan menyiarkan hal-hal yang tidak sehat dan menyesatkan,” tambahnya.
Hal senada turut disampaikan Ketua KPI Pusat Ubaidillah. Menurutnya, keberadaan hukum denda ini bukan bentuk prestasi bagi regulator. “Ini bukan untuk gagah-gagahan,” kata Ubaidillah saat membuka forum.
Dia pun menyampaikan pembentukan sanksi denda ini telah melalui proses pembahasan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Kominfo. “Kita tahu kondisi penyiaran kita sekarang. Regulasi ini harus kita diskusikan. Kami butuh masukan dari lembaga penyiaran. Kita berharap ini bisa menjadi kesepakatan bagi kita semua,” ujar Ubaidillah.
Menyikapi draft aturan sanksi denda, perwakilan dari lembaga penyiaran menyampaikan pandangan dan masukannya secara tertulis yang diserahkan kepada Ketua KPI Pusat. Namun sebelumnya, beberapa dari mereka menyampaikan kegelisahan atas kondisi media penyiaran di tengah era disrupsi media. Mereka merasa ada ketidakadilan dalam kaitan pelaksanaan hukum dan kewajiban terhadap negara seperti membayar pajak.
“Sekarang banyak perusahaan beriklan termasuk pemerintah dan BUMN di platform global. Padahal platform ini tidak kena pajak. Jadi kami ini sudah dirampok oleh platform global, hampir 80 persen,” kata Dede dari Net.
Perwakilan ATVNI (Asosiasi Televisi Nasional Indonesia) Deddy Risnanto menyatakan keluhan yang sama. Menurut dia, semestinya pemerintah mengatur platform lain di luar penyiaran. “Saat ini kami tengah bertarung menghadapi platform lain yang tidak diawasi dan tidak diatur. Sedangkan kami aturannya banyak,” katanya.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza mengatakan, KPI akan menampung keluhan dan aspirasi dari asosiasi dan lembaga penyiaran. Bahkan, diskusi pembahasan draft aturan ini akan dilakukan secara berkelanjutan.
“Apa yang menjadi kegelisahan lembaga penyiaran akan menjadi pertimbangan kami. Yang kami diskusi ini akan kami diskusikan dengan KPID seluruh Indonesia. Karena salah satu persyaratan PKPI itu harus diputuskan dalam Rakornas (Rapat Koordinasi Nasional) KPI,” tutupnya. ***/Foto: Agung R