Bekasi -- Program Indeks Kualitas Program Siaran TV (IKPSTV) 2023 kerjasama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan 12 Perguruan Tinggi Negeri di 12 Kota menargetkan perbaikan kualitas siaran pada dua kategori program yakni Sinetron dan Infotainment. Selama delapan tahun pelaksanaan kegiatan indeks kualitas, nilai kedua kategori ini selalu berada di bawah angka batas kualitas yang ditetapkan KPI. 

Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, sekaligus Penanggung Jawab Program IKPSTV 2023, Amin Shabana, menyampaikan hal ini pada acara diskusi kelompok terpumpun atau FGD (Fokus Grup Diskusi) IKPSTV 2023 di Bekasi, Sabtu (13/5/2023). Fokus IKPSTV tahun ini masih menilai 8 kategori program acara antara lain kategori program Anak, Religi, Berita, Wisata dan Budaya, Talkshow, Variety Show, Infotainment, dan Sinetron.

Amin mengatakan, KPI akan melakukan koordinasi intensif dengan lembaga penyiaran agar serius melakukan perbaikan berdasar hasil indeks KPI selama ini. 

KPI juga telah menyampaikan hasil riset pada kegiatan evaluasi tahunan dengan stasiun TV berjaringan nasional yang kegiatannya bersamaan dengan acara FGD. 

“Kami menyampaikan hasil indeks terhadap dua kategori yang kurang ini kepada TV-TV tersebut. Kami juga menyampaikan hasil pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) dan alokasi 10% siaran lokal mereka,” tambahnya.

Tidak hanya lembaga penyiaran, KPI akan melebarkan koordinasinya dengan rumah-rumah produksi dan agensi yang mencetak acara didua kategori tersebut. Kedua pihak memiliki andil besar terhadap bentuk dan isi tayangan yang dibuat. Nilai-nilai yang akan dimasukkan dalam tayangan dan cerita patut jadi perhatian. “Kita akan membahas apa yang menjadi masalah, termasuk nilai-nilai Pancasila harus kita internalisasi dalam tayangan,” kata Amin.  

KPI tidak melarang kreativitas lembaga penyiaran dan rumah produksi dalam membuat isi infotainment dan sinetron. Menurut Amin, yang penting isi tayangan mencerminkan kemanfaatan yang baik bagi siapapun. “Silahkan membuat program infotainmen tapi isinya lebih kepada hal-hal terkait prestasi atau hal yang memberikan manfaat. Bukan topik yang selalu mengulik kehidupan pribadi atau privasi seseorang. Demikian juga dengan sinetron,” ujarnya. 

Terkait keberadaan rating (Nielsen), Amin menyatakan perbedaan dengan indeks KPI tidak boleh dipertentangkan. Survey yang dilakukan Nielsen mengedepankan popularitas yang secara dimensi fokus pada sesuatu yang viral dan lainnya. Hal ini berbeda jauh dengan indeks kualitas yang dilakukan KPI. 

“Lembaga penyiaran juga harus memperhatikan kepentingan publik. Banyak kelompok masyarakat yang harus kita lindungi. Bahkan saya menyampaikan kepada lembaga penyiaran jangan menuhankan Nielsen. Jika menuhankan Nielsen, akan berorientasi profit semata,” tutur Amin. 

Amin menambahkan, hasil indeks kualitas ini tidak hanya menjadi bahan acuan untuk lembaga penyiaran, tapi juga masukan untuk penguatan regulasi seperti Revisi UU Penyiaran dan revisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. 

Dia berharap hasil IKPSTV KPI ini berbobot sama dengan indeks indeks yang lain. “Harapannya di tahun ini, dengan pengembangan dan penguatan, hasil IKPSTV bisa kita sampaikan kepada Presiden, sehingga Presiden bisa sampaikan kepada publik,” tambahnya. 

Senada dengan Amin, di sesi awal pembukaan, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah menyampaikan pentingnya penguatan program siaran, sesuai dengan arah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Termasuk menindaklanjuti kembali kerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS),” katanya dalam sambutan pembuka. 

FGD IKPSTV KPI yang diikuti 12 Pengendali serta 96 Informan Ahli dari 12 PTN secara luring dan daring, menghadirkan Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas, Astri Kusuma Mayasari, sebagai narasumber. Astri memaparkan dan menegaskan bahwa program IKSPTV KPI sejalan dengan RPJMN dan RPJPN yang dibuat pemerintah (Bappenas). Dirinya berpesan agar kegiatan indeks ini ditingkatkan baik dari segi metodologi dan pelibatan pemangku kepentingan industri penyiaran. Sehingga hasil data indeks dapat lebih berdampak bagi publik ***/Foto: Syahrullah

 

Bekasi -- Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) menilai peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sangat vital dalam mendorong peningkatan indeks kualitas manusia di Indonesia melalui Program Indeks Kualitas Program Siaran TV. Peran ini sejalan dengan arah Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yakni meningkatkan kualitas dan menjamin pengembangan media. 

“Apresiasi kami kepada KPI yang sudah melakukan program indeks kualitas. Ini bentuk konsen terhadap siaran kita,” kata Direktur bidang Politik dan Komunikasi Bappenas, Astri Kusuma Mayasari, di sela-sela pembukaan acara Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD (Fokus Grup Diskusi) Indeks Kualitas Program Siaran TV dan Forum Penyamaan Persepsi serta Evaluasi IKPSTV Periode I di Bekasi, Sabtu (13/5/2023).

Bagi Bappenas, hasil indeks kualitas KPI bisa dimanfaatkan dalam upaya mewujudkan kebijakan yang lebih baik di bidang penyiaran. Sehingga dapat lebih menjamin pemerataan informasi secara nasional dan mencegah monopoli informasi. Perwujudan pemerataan informasi ini akan mendorong munculnya media-media lokal yang independen. 

“Peran tersebut dapat dilakukan KPI dan ini melalui hasil indeks kualitas yang disusun KPI,” ujar Astri Kusuma. 

Astri berharap ke depan pelaksanaan dan hasil program indeks ini semakin membaik. Terutama beberapa kategori program yang belum berkualitas seperti program sinetron. 

Menurut Astri, diperlukan internalisasi atau penghayatan atas nilai-nilai Pancasila dalam program acara seperti sinetron. Pasalnya, isi tayangan itu banyak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai tersebut. 

“Saya nonton sinetron beberapa kali, apa iya orang Indonesia itu jahat-jahat. Apakah tidak akan kontradiktif dengan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila. Ketika mereka pulang dari tempat pendidikan dan nonton TV ada konfliknya yang tidak mengasah kita,” tuturnya. 

Dia berharap penanaman nilai Pancasila dalam siaran akan melahirkan lebih banyak program-program berkualitas. “Harapan kami agar semua berperan untuk mengarusutamakan nila-nilai Pancasila,” pintanya. 

Bappenas menyampaikan sejumlah masukan terkait pelaksanaan dan penyempurnaan program IKPSTV KPI. Seperti mempertimbangkan pelaksanaan FGD yang lebih efisien dan memenuhi kriteria metodologinya. Untuk program infotainment, variety show, dan sinetron yang menjadi sumber keuangan lembaga penyiaran TV, KPI perlu memasukkan aspek penguatan kelembagaan penyiaran (pengelolaan keuangan) dalam pengukuran indeks untuk mendorong produksi program yang berkualitas.

Catatan untuk program sinetron, Bappenas meminta adanya kerjasama antara lembaga penyiaran dengan asosiasi yang relevan dalam ekosistem hiburan. Untuk kategori program berita, independensi jurnalis perlu diperhatikan dan dijaga melalui etika bisnis yang kuat dan jurnalis yang bersih.

Dalam kesempatan itu, Bappenas meminta KPI untuk terus mengoptimalkan pelatihan atau kursus Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). ***/Foto: Syahrullah

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengapresiasi usaha Indosiar dalam membuat program-program baru terkait ajang bakat untuk generasi muda. Selain itu, kepatuhan Indosiar atas regulasi penyiaran juga layak diapresiasi, karena dalam rentang waktu Januari hingga Desember 2022, Indosiar bersih dari sanksi KPI. Hal ini disampaikan Mimah Susanti, anggota KPI Pusat bidang kelembagaan saat menghadiri Evaluasi Tahunan 2022 Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Televisi Berjaringan PT Indosiar Visual Mandiri, di kantor KPI Pusat, (12/3). 

Dalam evaluasi ini terungkap bahwa sepanjang tahun 2022, tidak ada satu pun sanksi yang diterima oleh Indosiar. Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso mengatakan, pada tahun 2021 Indosiar menerima 4 sanksi teguran tertulis dan dua apresiasi melalui Anugerah KPI 2021. Adapun penghargaan pada tahun 2022 Indosiar menerima satu penghargaan dan lima nominasi penghargaan. Namun demikian, Tulus juga mengungkap dugaan pelanggaran siaran mencapai 105 dari aduan yang disampaikan publik kepada KPI. 

Selain membahas sanksi dan apresiasi, dalam forum ini juga disampaikan hasil evaluasi KPI terhadap program siaran lokal sebagai implementasi dari sistem stasiun berjaringan. Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran M Hasrul Hasan mengatakan, dalam catatan KPI di bulan November dan Desember 2022, Indosiar tidak menayangan program siaran lokal. Selain itu, Hasrul mengungkap, program siaran lokal Indosiar belum memenuhi ketentuan tayang di waktu produktif. Meskipun, untuk penggunaan bahasa daerah dan produksi konten lokal, sudah sesuai dengen ketentuan perundang-undangan. 

Masalah konten lokal pada stasiun anak jaringan sebenarnya menjadi perhatian penuh dari KPI Daerah. Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan I Made Sunarsa mengungkap, rata-rata orang daerah mengeluhkan penempatan konten lokal di waktu yang tidak produktif, jam tiga pagi misalnya. Harapannya Indosiar dapat memperbaiki penempatan siaran lokal ini, agar kebermanfaatan siaran bagi publik dapat lebih optimal. 

Apresiasi kepada Indosiar juga disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza terkait komitmen pelaksanaan Analog Switch Off (ASO). Reza menghargai usaha Indosiar dalam pemenuhan Set Top Box ke masyarakat tidak mampu di daerah, sehingga akses informasi publik lewat televisi digital dapat dipenuhi. Dalam kesempatan tersebut Reza juga mengingatkan pada Indosiar agar memberi ruang dan waktu yang seimbang pada seluruh kontestan politik, mengingat saat ini sudah memasuki tahapan pemilu, sekalipun tahapan kampanye belum tiba. “Menyambut tahun pemilu ini, kita harapkan pelaksanaannya dapat berlangsung secara damai,” ujar Reza. 

Dari pihak Indosiar, hadir dalam Evaluasi Tahunan ini, Harsiwi Ahmad selaku Direktur SCM, Gilang Iskandar selaku Corporate Secretary SCM, dan Ekin Gabriel selaku Deputy Director Program Indosiar. Menanggapi catatan program siaran lokal yang disampaikan KPI, Harwisi Ahmad menjelaskan pada rentang waktu November-Desember 2022, Indosiar menyiarkan tayangan ulang Piala Dunia 2022, sehingga program siaran lokal jadi tergeser. Sedangkan terkait konten program siaran lokal, Harsiwi menerangkan bahwa pihaknya sudah melakukan pembinaan pada rumah-rumah produksi lokal yang bekerja sama dengan Indosiar untuk dapat meningkatkan kemampuan produksi, sehingga kualitasnya pun dapat hadir dengan baik dan tidak Cuma asal tayang, ujar Harsiwi. 

Adapun mengenai pelaksanaan ASO, Harsiwi sepakat hadirnya siaran digital memunculkan kegairahan baru di masyarakat dengan banyaknya saluran televisi dan kualitas tampilan jauh lebih kinclong. Harus diakui, sebagai akibat ASO, kepemirsaan jadi fluktuatif. Namun Harsiwi menyadari ini masih masa transisi yang akan menuju stabilitas. Mayoritas Iklan Layanan Masyarakat (ILM) Indosiar digunakan untuk sosialisasi ASO. “Bahkan kita gunakan bahasa lokal untuk sosialisasi ASO, dengan menggunakan talent dari daerah,” ujarnya. Harapannya dengan sosialisasi ini, masyarakat langsung memberi STB secara mandri dan segera menerima manfaat siaran digital dengan baik. 

Harsiwi juga menjelaskan tentang komitmen Indosiar dalam menjaga keberimbangan siaran pada tahun pemilu sekarang. Semua pihak sudah kami beri ruang yang sama, ujarnya. “Bahkan saat ulang tahun Indosiar kami mengundang semua partai politik,” ujarnya. Kalau memang perlu, kami akan tembuskan suratnya sebagai bukti komitmen kami menegakkan keberimbangan. 

Sementara itu Gilang Iskandar menghargai usaha KPI dalam melakukan penilaian kualitatif atas program siaran lewat Indeks Kualitas Program Siaran Televisi. Bagi televisi sendiri, ujar Gilang, selain idealisme ada juga sisi komersil yang harus dipertimbangkan. Indosiar mengambil resiko tinggi dengan menghadirkan program Indonesia juga yang ratingnya belum tentu baik. Namun itulah komitmen Indosiar dalam memberi ruang bagi anak-anak berprestasi di Indonesia, bukan hanya dalam bidang seni. Juara matematika dan IPA dapat muncul sehingga anak-anak dapat berprestasi di bidang apapun, Indosiar memberi wadahnya. 

 

 

Bekasi – Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, secara resmi membuka kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun atau Fokus Grup Diskusi (FGD) Indeks Kualitas Program Siaran TV (IKPSTV) KPI 2023 yang berlangsung di Bekasi, Sabtu (13/5/2023). Dalam sambutannya ditekankan adanya sinergi antar pihak dalam upaya meningkatkan kualitas program siaran khususnya pada kategori program siaran yang belum memenuhi standar kualitas. 

“Soal ada kategori yang tidak naik. Ini menjadi pekerjaan rumah kita. Sudah bertahun-tahun indeks ini dilakukan, tapi kategori itu belum naik,” kata Ubaidillah. 

Beberapa strategi akan dilakukan KPI untuk meningkatkan kategori-kategori program belum berkualitas tersebut. Dari bidang Pengawasan Isi Siaran, KPI akan mendorong peningkatan itu melalui koordinasi berkelanjutan kepada lembaga penyiaran. Koordinasi ini tidak hanya menyasar lembaga penyiarannya, tapi juga rumah-rumah produksi dan para pengisi acara (artis/pemain). 

“Kami berupaya meningkatkan kualitas mereka melalui jalur tersebut,” kata Ubaidillah.

Selain itu, KPI akan melakukan pengembangan atau pembaruan pada aspek aturan semisalnya melalui Peraturan KPI (PKPI) terkait pada kategori-kategori program yang belum berkualitas. “Intinya, kita sama-sama kita menguatkan siaran sesuai dengan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional),” ujar Ketua KPI Pusat.

Penguatan siaran ini selaras dengan RPJMN 2025-2045 yang ditetapkan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional). Upaya meningkatkan kualitas siaran semisal pada tayangan sinetron melalui penanaman nilai-nilai Pancasila dalam tayangan. “Penanaman nilai Pancasila dalam program sinetron harus dilakukan sejak dini,” tegas Ubaidillah.

Ubaid mengatakan bentuk, isi dan nilai siaran sangat terkait pada rating share televisi. Rating dinilai berpengaruh besar hingga memengaruhi pola produksi konten di TV.  

“Tren dari lembaga penyiaran kita, televisi utamanya, program siarannya mengikuti selera pasar, yang tentu saja kualitasnya masih sangat bisa diperdebatkan. Kemarin dalam evaluasi tahunan, ada penyampaian yang cukup beralasan dari salah satu TV, bahwa yang digunakan menjadi rujukan adalah survei rating karena harus mengimbangi kepentingan ekonomi mereka,” jelasnya. 

Terkait hal itu, Ubaidillah berharap hasil kegiatan FGD Indeks Kualitas Program Siaran TV ini dapat mengkomodir kepentingan industri dalam upaya meningkatkan kualitas isi siaran. “Saya rasa, Indeks Kualitas Program Siaran TV harus mengambil jalan tengah ini, antara kepentingan kualitas, tapi juga mengakomodir sisi ekonomi. Ini menjadi PR kita semua, bagaimana pola dan metodenya, sekaligus bargaining dari keberadaan riset itu sendiri,” harapnya. 

Dalam FGD sekaligus Forum Penyamaan Persepsi serta Evaluasi IKPSTV Periode I ini, KPI mengundang Bappenas yang diwakili Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas, Astri Kusuma Mayasari. Pada kesempatan itu, Bappenas menyampaikan pentingnya Indeks Kualitas Program Siaran TV yang dilakukan KPI karena sejalan dengan RPJMN yang dibuat pemerintah. Anggota KPI Pusat sekaligus PIC IKPSTV KPI, Amin Shabana, menyampaikan hasil IKPSTV harus berbobot sehingga menjadi acuan ke depan bagi semua pihak. ***/Foto: Syahrullah

 

Jakarta – Kehadiran sinema elektronik atau sinetron di televisi dinilai belum ramah anak lantaran masih ditemui adanya eksploitasi kekerasan dan juga perundungan (bullying) yang dikhawatirkan memberi efek tiru pada anak-anak dan remaja. Stasiun televisi juga diharapkan memperhatikan durasi kehadiran satu judul sinetron di tengah masyarakat, agar jangan sampai episodenya terlalu panjang. Hal ini disampaikan Evri Rizqi Monarshi, anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang kelembagaan dalam acara Evaluasi Tahunan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Televisi Berjaringan untuk PT Surya Cipta Televisi (SCTV), di kantor KPI Pusat, (12/5). 

Selain mengevaluasi konten sinetron, pada kesempatan itu Evri meminta agar SCTV dapat kembali mengksplorasi kekayaan budaya negeri ini lewat konten program siaran film dan televisi (FTV). Beberapa tahun lalu ungkapnya, konten FTV di SCTV cukup variatif dengan cerita berlatarkan dinamika masyarakat dan budaya di beberapa daerah. “Saya berharap, SCTV dapat memproduksi lagi FTV dengan konten serupa, sehingga publik juga dapat menikmati aneka ragam budaya sekaligus menguatkan keberagaman konten siaran,” ujarnya. 

Senada dengan Evri, catatan tentang kualitas sinetron disampaikan oleh Aliyah selaku anggota KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran. “Kalau bisa, produksi sinetron memperhatikan betul bagaimana tata krama dihadirkan dalam keseharian anak-anak dan remaja, termasuk bagaimana sopan santun kepada orang tua. Karena kita berharap televisi turut memberi tayangan yang edukatif yang dapat dijadikan panutan,” ujarnya.  Selain konten sinetron, Aliyah juga menyampaikan mengingatkan tentang penggunaan bahasa isyarat dalam program berita dengan memperhatikan keterwakilan asosiasi penyedia juru bahasa isyarat. 

 

Dalam Evaluasi Tahunan untuk kinerja penyelenggaraan penyiaran yang dilakukan SCTV sepanjang  tahun 2022, didapati penurunan jumlah sanksi jika dibanding tahun 2021.  Pada tahun ini SCTV mandapatkan 3 teguran tertulis. Sedangkan di tahun 2021 SCTV menerima 4 teguran tertulis dan 1 teguran tertulis kedua. Adapun untuk apresiasi, di tahun 2022 SCTV berhasil meraih 3 penghargaan dan 8 nominasi. Apresiasi ini lebih baik dari tahun 2021 yang memperoleh 2 penghargaan dan 5 nominasi.  Tulus Santoso selaku Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat mengatakan, dengan capaian di tahun 2022 ini, dapat dikatakan ada tren yang membaik atas kinerja SCTV. Selain memaparkan akumulasi sanksi dan apresiasi sepanjang 2022, Tulus juga mengungkap  terdapat 25 dugaan pelanggaran yang dilakukan SCTV berdasarkan aduan publik yang disampaikan kepada KPI. 

Terkait sinetron ini, evaluasi secara khusus disampaikan Amin Shabana selaku anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan. Menurut Amin, dari penyelenggaraan riset terhadap kualitas program siaran televisi yang berlangsung selama delapan tahun, kategori sinetron dan infotainment masih belum mencapai angka indeks yang berkualitas. Menurut Amin, indikator yang dinilai kurang oleh para responden riset adalah tingkat akurasi, prinsip keadilan dan keberimbangan, kepentingan publik dan juga perlindungan atas kepentingan anak. “Meskipun secara realita dua program ini yang memiliki rating tinggi, kami berhadap komitmen dari SCTV untuk melakukan perbaikan atas program sinetron dan infotainment,” ujar Amin yang juga penanggungjawab kegiatan Indeks Kualitas Program Siaran Televisi. Rencananya, KPI sendiri akan mengundang rumah-rumah produksi dari program sinetron dan infotainment untuk ikut mendiskusikan kualitas dua program ini secara serius. “Agar jangan sampai selama satu dekade, kualitas sinetron kita begitu-begitu saja,” harapnya.

Catatan yang juga disampaikan KPI Pusat pada SCTV adalah penayangan program siaran lokal sebagai implementasi terselenggaranya sistem stasiun jaringan (SSJ). Menurut M. Hasrul Hasan sebagai Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P), KPI mendapati satu daerah yang belum memenuhi ketentuan 10% program siaran lokal dan penggunaan bahasa daerah untuk program siaran lokal dari SCTV masih sangat minim. Sedangkan untuk sebaran kategori, program siaran lokal SCTV terdiri atas wisata budaya, berita dan religi. Terkait siaran religi, Hasrul berharap, SCTV tidak lagi memasukkan adzan Maghrib dan Subuh sebagai program siaran lokal. “Ada baiknya untuk program religi, SCTV melakukan kerja sama degan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di daerah untuk memperkaya konten lokal,” ujarnya.  

Turut hadir dalam Evaluasi Tahunan ini, Direktur SCM Group Harsiwi Ahmad yang didampingi Gilang Iskandar, (Corporate Secretary SCM) dan Banardi Rachmad  (Deputy Director Programming SCTV). Menanggapi evaluasi yang disampaikan KPI, Harsiwi berkata pihaknya akan meningkatkan kualitas siaran agar SCTV di tahun depan tidak lagi pelanggaran. Terkiat catatan terhadap program sinetron, Harsiwi mengakui hal tersebut sebagai tantangan yang cukup besar, apalagi sinetron adalah program yang disukai oleh sebagian besar penonton. Dirinya juga menyampaikan, kondisi saat ini yang membuat televisi harus bekerja lebih keras dalam menghadapi persaingan konten dengan media Over The Top (OTT). “Harus diperhatikan juga di OTT, banyak konten yang dilarang di televisi tapi ada semua di OTT,” ujarnya. Menurut Harsiwi, ini juga menjadi masalah bagi televisi yang berkarya dengan banyak aturan, sementara di OTT tidak ada aturannya.  

Sementara itu menurut Banardi Rachman, sinetron dirasa bagai menanggung dosa masa lalu yang luar biasa. DI masa lalu, adegan mengubur orang hidup-hidup bisa muncul di sinetron dan dirasa sebagai seuatu hal yang wajar. Sementara sekarang, sudah ada pergerakan ke arah yang lebih baik, namun persepsi masyarakat atas sinetron di masa lalu tetap ada, ujar Banar. Keinginan kita sebenarnya, televisi dapat menghadirkan PPT (Para Pencari Tuhan) setiap hari. Namun menghadirkan konten berkualitas itu memang tidak mudah, tambahnya. Dia juga berpendapat sinetron di televisi tidak dapat dihilangkan karena sudah ada pola kepemirsaan yang sudah nyaman dengan kehadiran sinetron. “Kalau sinetron gak ada, maka daya tarik televisi juga hilang,”ungkapnya. 

Di sisi lain, Banar juga setuju aksi perundungan atau bullying di televisi harus diperhatian. Namun menurutnya edukasi ke publik tentang perundungan bukan sama sekali tidak menampilkan, melainkan membuat koridor yang benar tentang dampak perundungan. Sedangkan terkait usulan agar menghadirkan lokalitas pada sinetron, Banar menyampaikan ongkos produksinya jauh lebih tinggi. Di samping itu, sinetron dengan muatan lokal tidak dihitung KPI sebagai konten lokal, ujarnya. 

Usai penandatanganan berita acara Evaluasi Tahunan 2022 untuk SCTV, KPI menyampaikan empat buah buku berdasarkan empat kategori indeks kualitas program siaran televisi.. Empat buku tersebut adalah Religiousitas Dari Layar Kaca, Potret Program Siaran Wisata Budaya di Indonesia, Perbincangan Bermakna di Layar Kaca, dan Potret Kualitas Program Berita di Televisi Indonesia. Keempat buku ini diterbitkan oleh KPI sebagai gambaran kualitas pada masing-masing program siaran yang diteliti melalui program riset KPI selama delapan tahun. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.