- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 20272
Banyuwangi - Mahasiswa sebagai agen perubahan bangsa harus dapat memanfaatkan perkembangan teknologi dalam berekspresi serta menyebarkan ide dan gagasan. Berkaca pada para pendiri bangsa ini, semangat kemerdekaan Indonesia dituangkan melalui tulisan-tulisan di surat kabar, sebagai media yang ada saat itu. Dari media lah, gagasan kemerdekaan itu menyebar ke berbagai daerah di nusantara hingga akhirnya mewujud dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Hal ini disampaikan Hardly Stefano Pariela, Komisioner bidang kelembagaan Komisi Penyiaran indonesia (KPI) Pusat saat menjadi narasumber Pekan Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PPKMB) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi, (17/9). Menurutnya, jika direlasikan dengan kondisi saat ini, seharusnya generasi muda sekarang lebih mudah mengekspresikan pendapat melalui berbagai medium media. Unjuk rasa dan aksi turun memang merupakan salah satu sarana untuk mendapat perhatian publik. “Namun yang tak kalah penting adalah setiap kita mampu mengungkapkan ide, pendapat dan gagasan,” ujar Hardly. Melalui media, gagasan tersebut akan berdialektika dengan pendapat orang lain, sehingga memberi pengalaman dalam menerima pendapat dari banyak orang, baik yang sejalan atau pun berbeda sama sekali.
Hardly memaparkan, rata-rata penggunaan internet di Indonesia dalam satu hari mencapai 8 jam 36 menit. “Harus dipastikan, penggunaan internet tersebut memang memiliki manfaat yang besar bagi kehidupan,” tegasnya. Jangan habiskan waktu hanya untuk bermain games semata. Tapi, tegas Hardly kepada enam ratus mahasiswa baru tersebut, bagaimana menyeimbangkan antara fungsi hiburan, informasi dan komunikasi yang didapat dari internet, sehingga berguna secara optimal untuk masa depan. “Hakikatnya, literasi media adalah bagaimana kita menggunakan dan memanfaatkan media dengan optimal,” ujar Hardly.
Kehadiran media sosial, harus diakui, sangat penting bagi mahasiswa sebagai media pembentukan identitas diri di era digital. Kepada mahasiswa baru tersebut, Hardly berharap agar selalu mengomunikasikan konten-konten positif di internet. Ibarat pedang yang memiliki dua sisi, selain memberi manfaat dari hal-hal positif yang ada di internet, ada pula ekses negatif yang harus dipahami oleh mahasiswa. Hoax, disinformasi, ujaran kebencian, kekerasan, segregasi dan konflik sosial, serta pornografi dan perilaku negatif, banyak tersebar ruang-ruang digital saat ini.
Sebagai agen perubahan, mahasiswa juga harus dapat membuat perubahan positif dan konstruktif melalui perkembangan teknologi, termasuk membawa perubahan untuk bangsa dan negara. Ini harus dilakukan dengan memproduksi, menyebarkan konten-konten yang positif. Selain itu, Hardly menjelaskan, perkembangan teknologi juga dapat digunakan mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi terkait kebijakan pemerintah yang dinilai kurang tepat. Menurutnya, sosmed dapat menjadi kekuatan bahkan juga kontrol sosial agar aspirasi dari para mahasiswa itu didengar dan mendapat dukungan oleh masyarakat secara luas.
(Foto: Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi)