- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 17926
Denpasar -- Jurnalistik (penyiaran) hadir tak hanya sekedar menangkap fenomena lantas menyiarkannya lalu cuek dengan apa yang terjadi setelahnya. Semestinya, apa yang disampaikan ke khalayak menjadi sebuah manfaat dan dapat dipahami bersama. Kenapa demikian, karena tugas jurnalis atau pers yang utama adalah mengedukasi publik.
Pandangan tersebut disampaikan Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia (RI) untuk Singapura, Suryopratomo, ketika menjadi pembicara kunci dalam acara Deklarasi Forum Penyiaran 2022 “Mewujudkan Peradaban Baru Penyiaran Lewat Informasi yang Berkualitas” yang diinisiasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (12/5/2022).
“Jurnalistik hadir bukan sekedar membuat ramai keadaan apalagi hanya sekadar untuk kepentingan publish and the end. Tayangkan, sesudah itu masa bodo dengan apa yang akan terjadi ke depan,” tukasnya.
Profesi jurnalis dan prosedur kerja yang mesti dijalankannya tidaklah gampang dan bisa seenaknya. Mengutip perkataan Yacob Oetama di sebuah kesempatan, Suryopratomo mengatakan, Jurnalis itu bekerja dalam ketakutan dan kegelisahan.
“Ketakutan dan kegelisahan dari apa? dari kesalahan ketika tayangan atau berita yang disampaikan mengadung informasi yang menyesatkan, membuat masyarakat bingung dan panik. Penghormatan terhadap professionalisme, kode etik jurnalistik (KEJ) harus melekat pada sikap seorang wartawan,” kata pria yang akrab disapa Tomi ini.
Menurutnya, kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan pers harus disertai dengan kesadaran. Lantas apakah hal ini bisa berkontribusi untuk perbaikan kehidupan masyarakat. Karena hanya dengan itulah jurnalistik bisa memberikan manfaat bagi kemajuan sebuah bangsa.
Kritik dan pengawasan yang dilakukan Jurnalis bukan digunakan untuk menunjukkan superioritas tetapi dipakai untuk meningkatkan kelas bangsa ini. Kemampuan itu dipakai untuk membangun kesadaran negara ini bahwa Indonesia adalah bangsa yang kaya dengan sumber daya alam.
“Bukan malah untuk membuat bangsa ini terlena dan hidup santai-santai tetapi harus menghardik kesadaran untuk membangun etos kerja yang kuat agar bangsa ini bisa menghasilkan produk yang mempunyai nilai tambah tinggi agar bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan rendah,” ujar Tomi.
Aset besar pers juga harus mampu memainkan peran dan mengendalikan bangsa ini agar tidak larut dalam sikap saling menyalahkan. Tidak hanya sekedar mengeluh tetapi mau berbuat yang terbaik untuk kesejahteraan bersama.
Karenanya, Tomi berharap peran ini dapat dilakukan seluruh industri penyiaran di tanah air. Alasannya, karena manusia itu berpikir secara visual yang indentik dengan fungsi industri ini. “Apalagi kita mampu menyajikan informasi dan tayangan yang berkualitas, tayangan yang membangun harapan, disamping tantangan masyarakat akan tercerahkan untuk memberikan kontribusi positif bagi kemajuan bangsa,” katanya bersemangat.
Dia juga berharap deklarasi ini mampu membangun kesadaran secara massal sehingga Perguruan Tinggi, Rektor, Dekan, dan Para Pengajar, memberikan masukan positif untuk industri penyiaran tentang konsep yang tepat untuk digunakan di masa depan.
“Jika bisa membangun sinergi antara perguruan tinggi, ATVSI, Pemerintah, dan masyarakat, kita yakin akan mampu membangun sebuah peradaban baru untuk menyajikan informasi yang berkualitas. Semoga tuhan memberikati apa yang menjadi upaya kita bersama. Dan saya percaya dengan bersama kita bisa menghadapi tantangan itu,” tuturnya.
Pada kesempatan itu, Tomi mengapresiasi upaya KPI yang terus konsisten mencoba membangun sebuah komitmen menciptakan kualitas penyiaran yang mampu memberikan manfaat bagi kehidupan bngsa dan negara. “Luar biasa teman-teman KPI,” tandas Dubes yang kaya pengalaman di biang jurnalistik ini. ***/Foto: AR