Bukittinggi - Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Dengan demikian, penggunaan frekuensi harus dilaksanakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Artinya, lembaga penyiaran yang menggunakan frekuensi dalam menyelenggarakan kerja penyiaran harus menjalankan pula fungsi pelayanan publik yang sehat, sebagaimana yang tertuang dalam regulasi penyiaran tentang prinsip keberagaman isi dan kepemilikan. Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldi, menyampaikan hal tersebut pada acara Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang dilaksanakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di kota Bukittinggi, Sumatera Barat, (4/8).

Dalam acara yang diselenggarakan Auditorium Istana Bung Hatta, Audy yang hadir secara online berharap, prinsip demokratisasi penyiaran yang menjadi ruh dari undang-undang penyiaran menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang dirumuskan KPI sebagai sebagai lembaga negara. Termasuk amanah undang-undang tentang sistem stasiun berjaringan (SSJ) dalam sistem penyiaran Indonesia. Tentu saja ketentuan tentang SSJ tidak hanya mencegah monopoli penguasaan lembaga penyiaran, tapi juga memberi keadilan pada siaran konten lokal yang akan memperkaya keragaman siaran di Indonesia. 

Semangat menguatkan entitas lokal, ujar Audy, juga selaras dalam semangat otonomi daerah. “Hal ini menjadi kesempatan bagi penyiaran di daerah melawan dominasi informasi yang Jakarta Centris,” tegasnya. Karenanya, Audy berharap, penyiaran daerah pada era digital nanti harus mampu mengangkat isu lokal yang memiliki dampak global dan membawa isu global dengan dampak lokal.  Lebih jauh, Audy mengungkap, pemerintah daerah Sumatera Barat sangat memberi dukungan terhadap pengembangan bisnis penyiaran di daerah, baik lewat regulasi atau pun kebijakan afirmatif. “Salah satunya dengan mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Penyiaran di Sumatera Barat,” ujarnya. Harapannya, Perda ini menumbuhkan industri penyiaran yang memiliki dampak secara ekonomis dan budaya, bagi masyarakat Sumatera Barat.  

Hadir pula sebagai narasumber dalam GLSP di Bukittinggi, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Mimah Susanti. Dalam kesempatan tersebut Mimah memaparkan sebaran sanksi yang sudah dilakukan oleh KPI kepada lembaga penyiaran, sebagai hukuman atas pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 &SPS). Data dari KPI sendiri menunjukkan sepanjang tahun 2021 lalu, sanksi yang dijatuhkan oleh KPI didominasi atas pelanggaran prinsip perlindungan anak dan remaja, penggolongan program siaran dan pelanggaran atas norma kesopanan dan kesusilaan. Mimah juga menjelaskan pengawasan yang dilakukan KPI pada momen pesta demokrasi, baik itu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) atau pun Pemilihan Umum (Pemilu). 

GLSP kali ini menghadirkan pula Juara Liga Dangdut Indosiar yang merupakan putra asli ranah Minang, tepatnya dari Pariaman, dr Iqbal. Perjalanan Iqbal sebagai putra daerah menuju tangga juara LIDA di Indosiar disampaikannya ke hadapan peserta. Harapannya, perjuangan Iqbal tersebut dapat menginspirasi masyarakat dan generasi muda untuk terus berjuang mewujudkan mimpi dengan memanfaatkan kesempatan yang dibuka dari berbagai saluran televisi. 

Narasumber lain yang hadir adalah akademisi dari Universitas Andalas, Emeraldy Chatra. Komisioner KPI Pusat yang turut hadir adalah Komisioner bidang Kelembagaan Yuliandre Darwis dan Nuning Rodiyah. Sedangkan Komisioner Kelembagaan lainnya, Hardly Stefano Pariela hadir memberikan sambutan di awal acara. GLSP sendiri merupakan program unggulan dari KPI Pusat sejak tahun 2020. Di tahun 2022, GLSP sudah digelar di lima kota lainnya. Yaitu, Tarakan, Sumba, Mataram, Grobogan dan Manado. Harapannya, GLSP dapat hadir di berbagai kota lain di Indonesia sehingga kapasitas literasi masyarakat dalam mengakses media semakin meningkat.

 

Padang Panjang - Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di tahun 2022, menghasilkan nilai indeks yang berkualitas bagi program siaran Variety Show dengan perolehan angka 3,2. Hal ini menunjukkan terjadinya perubahan yang signifikan dalam pengelolaan variety show di lembaga penyiaran. Tercapainya nilai berkualitas untuk program variety show dalam riset KPI di tahun 2022 tentu menjadi sebuah prestasi yang menggembirakan. Dalam perjalanan riset, sejak tahun 2017, program siaran variety show selalu berada di bawah nilai indeks berkualitas, bersama infotainment dan sinetron. Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah menyampaikan hal tersebut dalam Diseminasi Hasil Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi bertajuk “Potret Variety Show di Indonesia” yang dilaksanakan di Mifan Auditorium, Padang Panjang, (3/8).  

Di hadapan peserta diseminasi, Nuning memaparkan tentang potret kepemirsaan Indonesia. Sebanyak 72% kepemirsaan didominasi oleh program hiburan, seperti infotainment, sinetron dan juga variety show. “Sumber duitnya industri penyiaran dari program yang banyak ditonton banyak orang,” ujarnya. Karena itu tidak mungkin pengiklan memasarkan produknya pada program yang tidak banyak penonton. Nuning menyontohkan sinetron Ikatan Cinta yang banyak commercial break, berarti banyak penonton.  Hal ini berbanding lurus dengan data dugaan pelanggaran yang dicatat oleh KPI. Potensi pelanggaran yang tinggi ada di program sinetron dan variety show. “Kalau kemudian dirunut, yang pemirsanya banyak pasti ada konten yang sedikit menyenggol aturan, seperti bullying, percintaan remaja yang berlebihan, atau pun kekerasan verbal,” tambahnya. Sedangkan kalau dari perspektif pengaduan masyarakat ke KPI, yang banyak diadukan oleh publik adalah program yang memiliki penonton banyak. 

Meskipun sudah mendapat hasil yang berkualitas, program variety show ini memiliki sejumlah catatan dari para informan ahli. Nuning sendiri berharap, riset KPI ke depan dapat meluaskan sample dari variety show. Baik dari segi kuantitas sample atau pun format variety show. “Kalau yang diriset saat ini masih variety show dalam format talkshow saja, padahal ada pula variety show dalam format pencarian bakat, musik dan kuis. Nuning pribadi menilai adegan bullying, kekerasan atau candaan seperti memasukkan orang ke bagasi mobil yang tampil di variety show, adalah bagian dari pola-pola yang memaksa otak kita untuk menerima itu sebagai hal yang lumrah. 

KPI sendiri, ujar Nuning, dalam menjalankan tugas pengawasan konten untuk menjamin hak atas ualitas informasi pada masyarakat, juga melakukan intervensi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manisa (SDM) penyiaran. Salah satunya dengan menggelar Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Kalau para kontributor, produser, juru kamera dan kru produksi siaran lainnya tidak diberi informasi yang tepat tentang menciptakan program siaran yang baik, hasil produksinya tentu akan jauh dari harapan. Selain itu, KPI juga menyelenggarakan Gerakan LiterasI Sejuta Pemirsa untuk mengedukasi masyarakat dalam mengakses siaran televisi dan radio yang. Apalagi jelang Analog Switch Off pada November 2022 mendatang, jangan sampai masyarakat menonton televisi yang dipenuhi semut. Terakhir, ujar Nuning, KPI melakukan kampanye bicara siaran baik. “Jangan hanya memberi kritik, tapi juga mengapresiasi program-program yang berkualitas. Serta ikut memviralkan konten-konten positif di televisi dan radio agar mendorong orang lain untuk ikut menonton program-program yang baik,” tukasnya. 

Dalam diseminasi ini hadir pula Tiurma Imelda Sinaga selaku manager program Dahsyat di RCTI secara online, bersama para pengisi acara Dahsyat lainnya. Secara khusus Nuning mengapresiasi peran yang diambil Denny Cagur di program Dahsyat yang selalu mengingatkan para pengisi acara jika mulai berimprovisasi yang di luar batas. 

Sementara itu, pengendali lapangan dari Universitas Andalas untuk program siaran Variety Show, Diego, mengungkap beberapa catatan dari informan ahli. Diego mengakui variety show memang membaik kualitasnya dalam riset KPI ini. “Yang terbaik adalah variety show dari NET, The Comment,” ujarnya. Sayangnya program The Comment sendiri tidak berlanjut penayangannya di televisi. 

Diseminasi ini turut dihadiri oleh Walikota Padang Panjang Fadly Amran, beserta jajaran pemerintah kota Padang Panjang. Dalam kesempatan itu Komisioner KPI Pusat Yuliandre Darwis yang merupakan penanggungjawab kegiatan Riset KPI mengatakan, sudah selayaknya lembaga penyiaran dan pemerintah daerah bersinergi dalam menghadirkan konten lokal yang merupakan kewajiban bagi lembaga penyiaran yang bersiaran jaringan. Keunikan tradisi dan kearifan lokal harus dapat mewarnai siaran televisi, terutama pada era penyiaran digital mendatang. Padang Panjang sendiri, ujar Yuliandre, dikenal sebagai kota Serambi Mekkah. Selain itu, kota ini merupakan kota tempatnya para pelajar menuntut ilmu. Ada banyak sekolah, madrasah, atau pun perguruan tinggi terkenal di Padang Panjang. 

 

 

Pariaman - Hadirnya siaran TV Digital merupakan peluang teknologi bagi lembaga penyiaran lokal di Sumatera Barat khususnya di Kota Pariaman. Peluang tersebut dengan menjadikan potensi wisata budaya menjadi konten siaran yang dapat diekspos lebih luas ke publik.

Pendapat tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam pertemuannya dengan Walikota Pariaman di Ruang Rapat Pimpinan I, Balai Kota Pariaman pada Selasa (2/8/2022).

Menurutnya, KPI selalu menekankan keutamaan visi penyiaran yang sehat bagi masyarakat. Siaran yang sehat harus mampu dipadukan dengan hiburan berbasis kearifan budaya tiap-tiap daerah.

“Kota Pariaman ini merupakan kota dengan peradaban tertua di Pantai Barat Sumatera, sehingga mampu digali sebagai konten wisata budaya bagi lembaga penyiaran daerah," jelas Yuliandre terkait konten kedaerahan.

Dia juga meminta KPI Daerah mampu berkolaborasi secara berkelanjutan dengan lembaga penyiaran daerah supaya potensi budaya setempat mampu dikenal lebih dekat dengan masyarakat melalui penyiaran. Terlebih migrasi teknologi TV digital yang memberikan kualitas yang merata dari segi visual menjadi peluang positif bagi lembaga penyiaran daerah yang selama ini dianggap kurang mampu bersaing. 

"TV sekarang ini gambarnya sudah sama rata sama rasa dari segi kualitas gambar. Sehingga, semua lembaga penyiaran mampu menampilkan konten siaran terbaik mereka secara maksimal," tutur Yuliandre.

Andre menambahkan potensi wisata budaya Kota Pariaman dibantu penyiaran serta banyaknya penghargaan daerah yang diraih, tentu akan semakin memberikan dampak yang luas bagi ekonomi kreatif. 

Dia berharap bahwa kemajuan penyiaran mampu lebih menguatkan potensi Kota Pariaman menjadi Kota yang maju secara ekonomi kreatif melalui siaran-siaran berbasis kearifan lokal.

Sementara itu, Wali Kota Pariaman, Genius Umar berharap hadirnya KPI dan KPID dapat konsisten membantu visi negara dalam mencerdaskan anak bangsa melalui jalan penyiaran. Salah satu upaya pencerdasan yang dilakukan Kota Pariaman yakni dengan mendorong setiap keluarga di Kota Pariaman menghasilkan sarjana. 

“Kami memberikan beasiswa untuk satu keluarga agar di setiap keluarga minimal ada satu sarjana,” katanya.

Dalam pertemuan itu, turut hadir Sekda Kota Pariaman, Yota Balad, Wakil Ketua DPRD Kota Pariaman, Mulyadi dan Ketua KPID Sumatera Barat Dasrul beserta beberapa komisioner. Abidatu/Foto: AR/Editor: RG

 

 

Agam -- Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan Kabupaten Agam Sumatera Barat (Sumbar) memiliki histori dan potensi yang tinggi untuk pengembangan konten. Histori dan potensi itu salah satunya datang dari ketokohan seorang Buya Hamka yang telah banyak menjadi inspirasi lewat berbagai karyanya. 

“Salah satunya adalah film ‘Ranah 3 Warna’ film Buya Hamka yang bercerita tentang seseorang saat berada di Agam,” jelas Yuliandre bertemu dengan Wakil Bupati Agam di Rumah Dinas Bupati Agam Selasa (2/8/2022). 

Dalam pertemuan yang juga dihadiri Sekda Kab.Agam Edi Busti, Ketua TP-PKK Kab. Agam Yennita Andri Warman, Ketua Dharmawanita El Edi Busti, Kadis Kominfo Agam Rahmad Larmono, serta beberapa Komisoner KPID Sumbar, Yuliandre menyatakan pengembangan konten yang bersifat lokal tidak dapat dilakukan tanpa perencanaan yang baik. Tujuan pengembangan tentu tidak boleh melenceng dari regulasi serta nilai yang berlaku di masyarakat. 

“Mari kita tingkatkan kualitas siaran bertema kearifan lokal dan kehidupan sosial yang sesuai adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah,” tambah Yuliandre. 

Irwan selaku Wakil Bupati berharap banyak terobosan yang dilakukan KPI baik di tingkat pusat maupun daerah. Sehingga siaran sehat dapat terwujud dan menciptakan masyarakat yang kondusif, berkurangnya hoaks sekaligus berita negatif yang hadir di media.

Dia juga mengingatkan lembaga penyiaran, baik TV ataupun radio, untuk mematuhi regulasi yang ada. “Konten siaran harapannya tetap memperhatikan P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) supaya penyiaran dapat berjalan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” tutur Irwan. Abidatu/Foto: AR/Editor: RG

 

 

 

Yogyakarta - Pengaturan konten internet dan layanan video streaming sudah diinisiasi oleh Inggris dan negara-negara lain yang tergabung dalam Uni Eropa. Khusus tentang Uni Eropa, kawasan ini sangat progresif dalam membuat regulasi di bidang teknologi informasi jika dibanding negara di kawasan lain. Pengaturna tersebut tercantum dalam Audio-Visual Media Services Directive yang sudah diamandemen pada tahun 2018. Engelbertus Wendratama dari Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) menyampaikan hal tersebut dalam diskusi bertajuk “Revisi UU Penyiaran: Urgensi Regulasi Konten Streaming OTT” yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, (26/7).

Wendra menerangkan, dalam regulasi yang dibuat Uni Eropa ini, mengatur siaran televisi tradisional yang tayang melalui free to air, layanan video on demand seperti Disney Hotstar, Netflix dan Amazone Prime dan juga video sharing seperti Youtube. Pada prinsipnya aturan ini bertujuan menciptakan arena bermain yang setara bagi media audiovisual baru dan  melindungi khalayak dari konten berbahaya dan hasutan untuk melakukan tindak kekerasan dan kebencian. Selain itu, untuk melestarikan keberagaman budaya yang diimplementasikan dengan aturan 30% film Eropa harus muncul dalam katalog video on demand seperti Netflix. Tujuan lainnya adalah serta menjaga pluralisme media, sehingga jangan sampai ada giant tech  yang mendominiasi audiens, ujarnya. 

Masing-masing anggota Uni Eropa, terang Wendra, berkewajiban membuat aturan turunan secara nasional yang selaras dengan kepentingan setiap negara. “Setidaknya ada tiga platform yang memiliki audiens paling besar dan mampu memberi pengaruh terhadap persepsi publik atas realitas,” ujarnya. Prancis mewajibkan tiga platform besar seperti Netflix, Amazone Prime dan Apple TV, untuk mengalokasikan 26% pendapatannya di negara itu untuk produksi konten nasional. Kebijakan serupa juga diambil Italia, dengan aturan alokasi 20% , sedangkan Spanyol mengatur sebesar 3,5 %. 

Sementara itu, regulasi di Australia meskipun tidak tergabung dalam Uni Eropa, ternyata memiliki aturan yang serupa. “Streaming service harus mendaftar pada regulator, baik pemerintah ataupun independen,” ujar Wendra. Selain itu penyedia layanan tersebut harus menyampaikan tentang investasi dan pendapatan yang diperoleh. Saat ini aturan yang ada mewajibkan 5% revenue dialokasikan untuk konten Australia. Namun demikian, asosiasi sineas Australia menilai seharusnya aturan ini dinaikkan menjadi 10% dari revenue untuk dapat menggerakkan ekonomi lokal. Harus diakui, kehadiran layanan video streaming ini memang menggerus kue iklan dari lembaga penyiaran konvensional yang selama ini telah menghidupi banyak production house. Permintaan ini juga agar para sineas ikut mendapatkan project dari para penyedia layanan video on demand seperti Netflix, karena permintaan produksi dari televisi swasta menurun. “Argumentasinya adalah, baik televisi konvensional ataupun layanan video on demand sama-sama berkompetisi untuk meraih audiens dan revenue,” kata Wendra. Considerable impact yang dihasilkan pun sama, yakni mempengaruhi opini pengguna, dalam hal ini khalayak luas. 

Pada prinsipnya, pengaturan konten streaming adalah mencari keseimbangan antara regulasi dan inovasi. “Jangan sampai regulasinya terlalu ketinggalan zaman,” tukasnya. Sementara itu di Inggris Raya, pengaturan pada konten streaming menggunakan referensi hukum Communication Act 2003. Saat ini, ujar Wendra, regulator penyiaran di Inggris (Ofcomm) sedang  membuat aturan konten seperti Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) untuk layanan video on demand. Pengaturan terhadap Facebook, Youtube, Instagram danTiktok, juga secara spesifik telah dimasukkan dalam Communication Act 2003 yang memang menjadi payung terhadap berbagai aspek, terutama penyiaran dan telekomunikasi. 

Dalam penyusunan regulasi ini, Ofcomm memiliki data ekonomi kreatif yang dikontribusikan oleh lembaga penyiaran selama ini. Ternyata, nilainya sangat besar. “Karena itu, jangan sampai lembaga penyiaran menjadi collapse dengan adanya layanan OTT,” ujar Wendra. Data ini menjadi  argumentasi kementerian di Inggris dalam menyusun regulasi untuk konten streaming. Hal ini tentu perlu diadopsi juga oleh para pemangku kepentingan penyiaran di Indonesia, ungkapnya.

Di akhir pemaparan Wendra menjelaskan, semangat pembuatan regulasi konten streaming ini agar pasar menjadi lebih kompetitif dan mencegah munculnya dominasi raksasa digital. Implementasi dari turunan regulasinya adalah mewajibkan penyedia layanan yang besar berbagi teknologi pada yang kecil, agar tidak terlalu dominan, pungkas Wendra. Hadir dalam diskusi tersebut, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bidang kelembagaan, Hardly Stefano Pariela, Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution dan perwakilan dari Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel). 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.